Gadis mungil berumur 14 tahun tengah berdiri di depan cermin besar yang berada di kamarnya. Ia menata rambutnya sambil bersenandung ria.
"Non Anggi .." teriak seorang perempuan dari lantai bawah.
Ya, dia adalah seorang pembantu dari gadis bernama 'Anggiana Oktavia' yang lebih akrab dipanggil 'Anggi'. Ijah, pembantu di rumah Anggi yang sudah bersamanya sejak Anggi berumur 7 tahun.
Anggi segera turun dengan ransel biru muda nya menuju sumber suara.
Di meja makan, telah tersedia beberapa makanan lezat buatan Ijah.
"Bi. Yuk makan bareng, sama Pak Anas juga sekalian." Kata Anggi yang sudah menduduki salah satu kursi diruangan tersebut.
"Yaudah, saya panggilin dulu ya non Pak Anasnya." Kata Ijah meninggalkan Anggi sendiri untuk memanggil Anas, sopir pribadi di rumah tersebut.
Anggi hanya diam menatap kursi kosong di depannya.
Harusnya disini ada mama sama papa yang nemenin aku sarapan. Bukan malah pembantu yang tidak ada hubungan darah sedikitpun dengan ku.
Ijah datang bersama Anas membuat Anggi tersadar dari lamunannya.
"Si non kenapa ? Kangen Bu Farah sama Pak Roy ya ?" Tanya Ijah duduk di samping Anggi.
Anggi hanya mengangguk pelan. Sebenarnya air matanya ingin turun sekarang juga, tapi Anggi menahannya untuk tidak keluar.
"Non, Bu Farah kan sibuk kerja. Dia banting tulang buat non. Begitu juga dengan Pak Roy. Jadi--"
Perkataan Ijah langsung dipotong oleh Anggi "Suatu saat mereka akan balik ke sini."
Karena biasanya Ijah selalu memberitahu Anggi dengan seperti itu.
Anggi bukanlah anak kecil yang bisa berhenti menangis saat diberi lolypop.
Anggi menyantap lahap makanan buatan Ijah. Ia mencoba melupakan masalah keluarganya ini.
"Yaudah pak, anter saya ke sekolah." Pinta Anggi terhadap Anas.
"Siap non." Jawab Anas.
"Bi, Anggi berangkat ya." Ucap Anggi mencium tangan pembantunya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Anggi dan Anas menaiki mobil berwarna putih mengkilap.
Mobil tersebut melaju di tengah jalan raya, hingga ia bertemu dengan kemacetan. Kemacetan yang akan membuat Anggi bisa bisa terlambat.
"Pak, saya turun disini aja ya. Soalnya macet pak." Kata Anggi.
"Maksudnya non jalan kaki ?" Tanya Anas.
"Iya pak. Takutnya entar telat gara gara macet."
"Ya sudah non, hati hati ya."
Anggi turun dari mobil yang di tumpanginya. Ia berjalan menuju pinggir jalan. Setidaknya ia harus berjalan mencari ojek atau taksi. Mana mungkin Anggi berjalan kaki ke sekolah yang masih jauh.
Saat ia sedang berjalan mencari taksi ataupun ojek. Jalannya dihalangi oleh seorang pemuda membawa motor yang mengenakan jaket kulit.
"Eh ? Kenapa ya ?" Tanya Anggi.
"Lo kejebak macet ? Mau cari tumpangan ?" Tanya seorang pemuda tersebut tanpa membuka helm yang ia kenakan.
Apa sih mau nih cowok ! Jangan jangan dia penjahat lagi. What ! Aku harus buru buru pergi dari nih cowok ! Gerutu Anggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Understand
JugendliteraturKehidupan seorang 'Anggiana Oktavia' yang sebelumnya tidak pernah menyangka bahwa kehidupannya akan seperti ini. Baginya, lebih baik tidak ada sama sekali daripada hidup namun tidak merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. ~happy reading