Lembar Satu

126 76 144
                                    

      Hingga kita pun berjumpa.
     Tiada lagi alasan.
    Untuk menunda.
       Akhirnya kita bersama.
        Setelah menanti lama.
 

                                            
                           🎵Penantian berharga 



❤❤❤

"SMA Nusa Tanggu mewakili lomba ipa se-Asia?"

Kabar itu sudah menyebar hampir di seluruh SMA elit. Kabar itu jadi topik utama perbincangan sekolah-sekolah elit. Vata tertawa renyah mendengarnya. Siapa sangka, orang yang dimaksud adalah sahabatnya sendiri. Faro.

"Far, kabar kalau lo bakal ngewakilin lomba ipa se-Asia udah nyebar seantero SMA elit di Indo." Vata menarik asal salah satu buku sambari tertawa hambar.

"Baru se-Asia doang, Ta." Faro sedang membaca sebuah novel bersampul hitam putih dengan gambar classic yang justru membuat novel itu terlihat elegant.

"Yaiyalah far, sekolah kita terkenal dengan murid-murid begajulan doang. Gimana ga heboh pas tau kalo yang ngewakilin lomba se-Asia itu dari sekolah kita." Vata membaca sinopsisnya dan menaruh di deretan buku tadi sembari berdecak sebal. Buku di perpustakaan memang membosankan.

"Tenang ta, bentar lagi bakal International." Faro menggunakan wajah angkuhnya yang menyebalkan sembari menyengir lebar.

"Iya deh iya yang genius mah beda." Kata genius sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Faro. Sebenarnya Vata sedikit iri dengannya. Siapa yang tidak iri jika kalian punya teman yang ngerjain soal saat lomba hanya 15 menit? Dan ditambah dia tidak pernah menggenggam satu bukupun. Ibarat kata flashdisk yang bisa langsung di copy paste ke otak dia.

Faro menutup buku novelnya dengan tatapan datar. "Seruan cerita elo, Ta."

Vata menoleh dan tersenyum kecil. "Mau dibikinin cerita?" Faro mengagguk dengan cepat.

"Yang banyak bikinnya, ya?" Tambah Faro.

"Seenak jidad. Lo kata bikin cerita tinggal kedip? Yah, palingan cuman bisa 15 cerita per-minggu."

Faro menatapnya "20 si, ta!" Faro memasang wajah layaknya kucing kampung depan rumah yang memelas minta makan.

Vata memajukan bibirnya "Iya deh," buku-buku Vata sudah berada di seluruh toko buku se-Indonesia. Bahkan beberapa di antaranya sudah ada di negara tetangga.

"Hai!" seorang pria datang menghampiri mereka.

"Hai!" balasnya serempak.

Dia mengulurkan tangannya. "Mizu,"

Vata dan Faro saling tatap. Faro lebih dulu membalas uluran tangannya. "Faro," Vata memgambil alih tangan Mizu "Vata,"

Mizu duduk di depan mereka. Beberapa menit mereka hanya diam bingung dan canggung. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja seorang pria mengenalkan diri tanpa diminta.

"Jadi, apa?" tanya Vata pada akhirnya. Faro hanya menatap pria di depannya lekat lekat. Dia seperti pernah mengenalnya. Tapi entah dimana.

Pria itu tersenyum tulus "Gapapa gua mau kenalan aja."

Vata dan Faro ber-oh ria.

"Kalian suka baca novel?" pria itu melirik dua novel yang sedang Faro dan Vata genggam.

"Iya," ujar Vata.

Faro masih berdebat dengan argumen argumen yang bermunculan tentang si pria. Entah bagaimana, tapi dia pernah melihat pria ini. Tapi namanya sedikit asing tapi juga sedikit tidak asing baginya.

"Far!" Vata mengayunkan tangannya di depan wajah Faro yang tampak berfikir keras sampah peluh membasahi dahinya.

"Hmm," Faro menoleh.

"Jangan bengong! Nanti kesambet loh far!" Vata memahami temannya yang sering melamun

"Mikirin apa si, Wir?" itu bukan suara Vata. Itu suara Mizu. Dia memanggilnya dengan nama belakangnya yang tidak satupun tau itu. kecuali, keluarganya dan teman masa lalunya. Dia Azzu?

.
.
.
.

Hulaa! Welcome to my first story!
Ini masih bagian prolognya.
Aku nggak mau minta banyak sama kalian aku cuman minta, baca cerita aku bener bener! Dan komen kekurangan cerita aku. Itu aja si.
Kalo kalian suka boleh koo di vote sekalian ehehe. Masukin library kalo mau lanjut baca!
Dan yang terakhir, follow juga ya, kalo mau tau cerita-cerita aku selanjutnya.
Udah si gitu doang. Aku nggak mau panjang-panjang. Ehehe
Bye!

See you on the next part!
-sie

For FaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang