1

28 5 1
                                    

"Seperti yang kebanyakan orang katakan, hidup ini tak pernah terduga dan penuh misteri."

***

"Hentikan dia!" teriak salah seorang pria bertubuh kekar nan gagah.

"Cepat, hentikan dia! Dia sudah menghancurkan ketentraman desa! Jangan beri ampun saat sudah tertangkap!" ucap pria lain sambil membawa obor dengan api-nya yang berkobar tiada henti di setiap gerakan kakinya yang cepat.

"Ya, jangan beri ampun, ya!" Suara dukungan diberikan dua-puluh sampai tiga-puluh orang sambil sebagian memegang tombak dan obor. Sedangkan beberapa meter di depan, terlihat seseorang berjubah hitam berlari menembus lebatnya hutan dengan cahaya rembulan yang memaksa masuk melewati setiap sela-sela rimbun daun pohon, tanpa sadar memberikan penerangan tersendiri kepada seseorang tadi walaupun hanya minimalis. Tidak ada yang tahu wajahnya akibat tudung hitam yang dikenakannya terbilang besar.

"Hei! Itu dia! Cepat, tinggal sedikit lagi!" Mendengar teriakan yang diperkirakan seorang wanita, si jubah hitam menengok ke arah belakang dan kembali menolehkan kepalanya ke posisi semula namun tetap berlari mengingat ia masih terlalu dekat untuk berhenti.

Srek!

Ranting pohon telah berhasil menyibak tudungnya. Memperlihatkan rambut hitam senada dengan jubahnya, tergerai lembut dan melambai indah. Wajahnya tidak nampak karena ia menggunakan topeng putih berukir bunga warna biru di sisi kanan.

Saat mulai merasa suara derap kaki tidak terdengar lagi, si jubah hitam menghentikan kegiatan berlarinya dan mengatur pernafasan.

"Sial, aku ketahuan. Bagaimana caranya agar bisa terbebas dari mereka? Lagipun, siapa yang memberitahukan identitas 'ku kepada raja? Mengapa sampai semua warga tahu pula? Apakah dia yang memberitahu? Tapi, manamungkin," gumam si jubah hitam.

"Aku melihatnya lagi!"

"Mana?"

"Itu dia!"

Suara sahut-menyahut terdengar. Derap kaki kencang menuju arah si jubah hitam membuatnya menegang di tempat sebelum akhirnya ia melanjutkan pelarian dengan terpaksa. Rambut coklat mudanya kembali berkibar indah di tengah malam saat itu.

Selang dua-puluh menit berlari, sepertinya mereka tidak bisa melanjutkan aksi kejar-mengejar dikarenakan si jubah hitam berhenti kembali tepat di pinggir jurang yang curam. Dari atas yang terlihat hanya gelap kelam, tak ada yang lain. Gerombolan orang yang mengejar si jubah hitam tidak memberi kesempatan untuk kabur. Mereka mengepungnya dari segala arah sehingga si jubah hitam terpojok di pinggir jurang.

"Bagaimana ini? Mati aku," keringat mulai berjatuhan dari dalam topengnya seiring suara-suara senang (dalam artian negatif) semakin mendekat ke arahnya.

"Ha..ha..ha.. mau lari kemana lagi, wahai, gadis manis?" goda seorang pria paruh baya tepat empat meter di depan si jubah hitam. Tampaknya, ia adalah provokator kejadian ini terjadi.

Orang yang merasa disinggung terlihat kaget dan lelah. Kaget karena ucapan si pria dan lelah karena tenaganya di pakai untuk berlari selama semalaman.

Ya, si jubah hitam.

"Kami tahu semua identitasmu, nak. Jadi kau tidak perlu menutupinya lagi dan gadis manis seperti dirimu lebih baik mati saja di tangan kami daripada hidup bersama-nya," seringaian penuh licik muncul di setiap wajah orang-orang yang berniat membunuh si jubah hitam atau menurut pria provokator kalau dia merupakan seorang gadis.

Kletak!

Gadis itu telah melepas dan menjatuhkan topeng putihnya. Rupanya terlihat jelas. Bahkan sangat jelas. Wajah putih lembut dengan mata merah menyala. Pupil hitam memberi ketegasan tersendiri dalam tatapan tajamnya.

PauseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang