Aku mengeryitkan dahiku saat
merasakan sebuah benda lunak yang
lembut menyentuh dahiku. Perasaan
terganggu tentu saja kurasakan tak
kala aku sedang terbuai dalam tidurku.Akan tetapi, sebuah suara yang lembut membuatku sadar. Benar-benar sadar bahwa yang baru saja aku kesali karena membangunkanku dalam tidur itu ... adalah sebuah kecupan dari sebuah bibir yang bertekstur lembut dan lembab dari seorang ... wanita?
Ya. Pasti!
"Se-selamat pagi, Menma-kun."
Sebelah mataku terbuka dan secara
bersamaan menyentuh tangan wanita yang mengelus pipiku dengan penuh cinta. Aku tersenyum lembut dan menggerakkan tubuhku untuk
membalas kecupan wanita yang
berstatus istriku sejak setahun lalu."Selamat pagi juga..., Hinata-chan."
Mata bulan cantik istriku yang
awalnya terpejam karena habis
kukecup dahinya itupun terbuka. Semburat merah di kedua pipi mulusnya itu membuatku merasa hari ini akan menjadi hari minggu yang akan menjadi indah dan berakhir dengan romantis."Me-Menma-kun, kau ... kau mau
sarapan apa ha-hari ini?" tanyanya
sembari berdiri, setelah tadi
berjongkok di sisiku.Aku mengacak rambut hitamku seraya mengubah posisi tidurku menjadi duduk di tempat tidur. Aku menatap istriku yang sudah tampak cantik sekarang seraya aku merenggangkan tubuhku yang terasa kaku akibat efek bangun tidur. Kugaruk pipiku yang tiba-tiba terasa gatal. "Hmmm, entahlah. Mungkin... roti bakar dengan segelas kopi susu panas?" Aku ragu untuk sarapan apa, untuk itu aku memberi
pernyataan yang berujung pertanyaan. Sepertinya ini akibat selepas kerja lembur tadi malam, yang membuatku tak bisa berpikir dengan benar hari ini.Raut wajah Hinata yang lembut
langsung berubah menjadi wajah yang bersirat tidak setuju. "Ji-jika Menma-kun mau sarapan roti bakar, a-aku akan membuatkannya. Ta-tapi, jika meminum kopi di pagi hari ... aku ...aku tidak setuju, Menma-kun. Minum kopi di pagi hari akan membuatmu tak sehat, Me-Menma-kun."Bukannya aku takut atau apapun itu, aku justru tersenyum melihat wajah marahnya yang terkesan lucu itu. Wajahnya seperti dipaksakan untuk tegas, dan kesal. Dan menurutku itu tidak lah cocok untuk wanita manis, lugu, seperti istriku ini.
"Menma-kun! Me-mengapa justru
tertawa?" serunya tak terima
membuat tawaku kian menjadi-jadi.
Bahagianya mempunyai istri manis
seperti ini. Waktu muda dulu sepertinya aku telah membuat kebaikkan besar kepada sesorang, sehingga diberikan malaikat seperti ini. "Menma-kun! To-tolong hentikan.."Aku lantas terdiam saat melihat mata besar seperti bulan tersebut digenangi sebuah cairan di ujungnya. Aku terdiam dan menghembuskan
napas. Susah juga jika memliki istri
yang sangat sensitif. Sedikit-sedikit
menangis, tak peduli jika itu candaan
ataupun tidak. Ya, tak apa lah.Bukankah manusia tidak lah ada yang sempurna?
Aku lantas berdiri dan mendekati
Hinata yang sedang menahan air
matanya. Aku menatapnya lembut.
Tanganku terangkat mengelus rambut hitam panjangnya yang mengkilat itu. "Hinata-chan, aku hanya bercanda saja. Jangan dianggap serius, oke? "Hinta mendongkang. Otomatis mata
safirku bertatapan dengan mata
bulannya yang berkaca-kaca.
Semburat merah yang terkesan
seperti malu-malu muncul di wajah
lembutnya. Aku menyeringai
melihatnya. Jika dia memang mudah
menangis, dia juga sangat mudah
tersipu malu. Hal itu membuatku tak
tahan untuk mengerjainya. Entah itu
dalam unsur seperti anak-anak,
ataupun yang berbau dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Just Parent
Fanfiction[END] Sebagai orangtua yang baik dan posesif terhadap anak itu adalah hal wajar. Tapi bagaimana bila sang ayah mulai berpikir gila dengan dalih menolong anaknya? "Dia perawan tua, Dobe." . . . Tolong baca bab warning cerita sebelum melanjutkan...