Yang Tertinggal

123 2 2
                                    

Akhirnya sampai juga di rumah, pikir Aida lega. Ia baru saja menempuh perjalanan panjang dengan bis dari Palembang ke rumahnya di kota kecil Lahat. Sebelumnya ia baru turun dari pesawat dari Jakarta. Sehari sebelum naik pesawat, ia baru saja turun dari bis dari Semarang. Terbayang betapa lelah tubuhnya. Walau begitu, pikirannya terasa sangat ringan sekarang. Liburannya sangat memuaskan. Banyak hasil yang didapat. Ia punya banyak stok cerita dan foto-foto yang akan segera diunggahnya ke blognya. Pasti akan jadi bacaan yang sangat menarik. 

Ia baru menghabiskan sepuluh hari liburan di pulau Jawa bersama dua teman dan seorang sepupunya. Mereka berempat suka menjelajah bangunan yang sudah ditinggalkan dan habis melakukan petualangan seru selama liburan kemarin.  

Dari Semarang, mereka pergi ke daerah sedikit di luar kota, di wilayah yang dipenuhi rerumputan tinggi dan pepohonan yang tak jauh dari jalan raya antarkota yang agak sepi. Di situ terdapat sebuah bangunan bekas tempat pendidikan calon tentara. Tempat itu sudah hampir runtuh kalau dilihat dari kondisi bangunannya. Halamannya dipenuhi rumput-rumput liar setinggi pinggang. Kaca-kaca jendelanya sudah pecah, tinggal potongan-potongan papan yang dipaku melintang yang melindungi jendela. Pagar kawat yang mengelilinginya sudah tak kuat lagi berdiri: karena itulah Aida dan teman-temannya bisa menyusup masuk ke lokasi itu. Mereka menggulung bagian bawah kawat di tempat yang tersembunyi karena tertutup rumput tinggi. Bagian bawah pancang kayunya mereka patahkan, lalu satu persatu mereka merangkak masuk halaman. Tentu saja mereka harus melakukannya sembunyi-sembunyi karena dilarang masuk area itu bagi yang tak berkepentingan. 

Di dalam pagar, kamera mereka mulai beraksi, menangkap suasana di luar bangunan. Bangunan terlantar dikelilingi rumput dan semak liar menjadi gambar pertama yang mengisi memori kamera mereka. Perlahan-lahan mereka mendekati bangunan dan berusaha untuk masuk. Diperlukan usaha untuk masuk karena pintu-pintu dikunci, dan semua jendela pun dihalangi papan. Namun demikian, mereka bukanlah sekelompok anak muda yang gampang menyerah. Akhirnya di bagian belakang bangunan utama mereka menemukan jendela yang paku pada papannya sudah hampir lepas. Adit dan Beno, dua anak laki-laki dalam kelompok mereka, menarik sekuat tenaga, akhirnya papan bagian bawah pun lepas. Lubang yang terbuka cukup untuk mereka menyusup masuk walaupun harus melipat-lipat tubuh gaya akrobat. Mereka mendarat di ruangan yang tampak seperti dapur. Ada bangkai-bangkai meja, rak, lemari, yang sudah lapuk dan berselimut debu. Di atas salah satu meja terdapat sebuah kompor minyak bobrok. Di meja satunya tergeletak piring plastik yang kesepian. Kamera-kamera beraksi lagi. Lampu blitz menyinari ruang remang-remang itu.  

Lalu mereka melanjutkan menjelajahi ruangan lainnya. Tampaknya bangunan ini dulunya berfungsi sebagai kantor. Di ruang-ruang lainnya banyak terdapat meja kerja dan lemari arsip. Sayang sekali barang-barang tersebut tidak dibawa waktu lokasi tempat pendidikan dipindahkan dan tempat ini ditutup. Anak-anak itu menjepret banyak foto lagi, dan untuk penutupan mereka berempat berpose di ruang lobi di bawah papan pengumuman. Bukti nyata bahwa mereka pernah di sana. 

Setelah itu mereka keluar lewat dapur lagi. Adit dan Beno berusaha mengembalikan papan yang mereka lepas dengan cara menyelipkannya di balik papan yang masih menutupi bagian atas jendela. Mereka menjelajahi bangunan-bangunan lainnya di area itu. Hampir semuanya masih tertutup bagi akses penyusup, tapi mereka berhasil menemukan satu bangunan lagi yang bisa dimasuki. Atap salah satu bangunan kecil berdinding rendah yang ada di pinggir halaman tampak berlubang. Adit menyeret sebuah meja yang terdampar di tengah halaman, lalu memanjat ke atap. Lubangnya cukup besar untuk mereka masuki. 

Maka satu persatu mereka memanjat atap dan melompat ke dalam. Ternyata bangunan itu adalah barak tempat menginap para peserta didik. Terdapat beberapa kerangka dipan bertingkat dengan kondisi menyedihkan di situ, beberapa lemari kecil, dan sebuah kursi kayu. Bunyi jepretan kamera konser lagi, blitz kembali menari. Untuk foto penutupan mereka duduk di sebuah dipan bagian bawah, Aida di kursi kayu, lalu "Cheese!" Momen itu tertangkap. Lalu Adit dan Beno menyeret salah satu dipan ke bawah lubang atap untuk jadi pijakan mereka memanjat ke atap, dan satu persatu mereka kembali memanjat keluar.

Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang