Putih ... apa ini ? hmm ... kurasa ini adalah kabut, mungkinkah ? aku-pun menatap sekitar secara perlahan. Ternyata benar ... mimpi ini lagi, dimana aku duduk dibawah pohon akasia besar yang sudah mati diatas bukit, tak jauh di depanku adalah sebuah pemandangan kota yang hancur ... terbakar dan banyak asap. Disebelahku terduduk sahabat baikku Yuu, dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri, kami bertemu di camp wajib militer dan disanalah kami tumbuh bersama selama beberapa tahun.
April ... lima hari setelah ulang tahunku. Camp kami diserang oleh sekelompok orang-orang gila yang hanya membawa kehancuran bagi segala tempat yang dilewatinya. Kurasa ini bukan kelompok namanya, tapi sudah harus dibilang pasukan karena ada lebih dari 1000 orang yang datang.
Yah ... sudah pasti, kami sebagai anggota militer diperintahkan untuk melawan balik pasukan yang menyerang markas. Tapi apa daya, memang sudah terlihat jelas adanya perbedaan jumlah yang mencolok antara kami dan mereka. Tidak mungkin 500 prajurit menang melawan 1000 pasukan dengan senjata brutal, kami-pun terkepung mundur ... aku dan Yuu melarikan diri dibalik pepohonan, ya tentu saja ... hutan. Kami pun sampai di bukit tertinggi dengan pohon akasia mati yang berada di sana, uh ... aku terduduk lemas bersama Yuu melihat kota yang sudah seperti lautan api. Tak lama kemudian mereka menemukan kami, seb– peluru bius mengenai leherku, kuperintahkan Yuu untuk melarikan diri ... saat itulah terakhir kali aku melihatnya.
Aku merasa pusing dan mual ... pelahan kubuka mataku, kutatap atap yang terbuat dari kayu yang berada di atasku.
"Kau sudah bangun?" Tanya seseorang
"Ugh ... aku merasa pusing dan mual, dimana aku?"
"Hihihi ... tentu saja, sekarang kita sedang berada di kapal yang menuju sebuah pulau." Jawabnya
Kurasa sekarang aku tahu siapa dia, dengan mendengar tawanya saja sudah bias kutebak ia adalah Armia. Yah ... walau baru saja bertemu tapi perlahan aku bisa mengenalnya, apalagi tawanya.
"Ms. Wilde?"
"Armia saja."
"Baiklah, Armia ... terimakasih tapi– kenapa kau membawaku?"
"Karena aku ingin membantumu, kurasa kau butuh kehidupan yang baru."
Aku hanya membalas dengan anggukan. Benarkah? aku butuh kehidupan baru? Aku tidak butuh bantuannya tapi aku tak mau membuat seorang wanita kecewa karena pria yang ditolongnya malah tak peduli dan pergi begitu saja.
"Beristirahatlah dulu, aku akan menyiapkan sarapan." Itulah kata terakhir yang ia ucapkan sebelum meninggalkan ruangan ini. Sarapan? Selama itukah aku tak sadarkan diri, kulihat jam di tanganku yang menunjukkan jam 7 pagi. Kurasa sebaiknya aku menemuinya, ternyata kamar ini berada di dek kapal, pantas saja aku bisa melihat gemercik air dengan jelas di jendela. Kulihat 3 orang sedang berbincang-bincang di meja kayu yang berbentuk bundar, aroma khas lautan bercampur dengan bau daging panggang membuat perutku lapar.
"Hey kau!" panggil seseorang dari kemudi kapal
"Bergabunglah dengan mereka, aku akan menyusul nanti." Tambahnya
"Okay." Jawabku
Aku pun berjalan mendekati mereka, aku bisa melihat Armia sedang memasak makanan dari sini.
"Hey ayo kemari! Bergabunglah bersama kami." Ajak salah satu dari mereka
"Baiklah." Jawabku lalu duduk
Tak lama Armia datang membawa daging panggang yang terlihat lezat.
"Ayo makanlah, aku yakin kau pasti lapar." Ucapnya
YOU ARE READING
SCAVENGERS
ActionSuasana begitu senyap malam itu, butiran-butiran hitam turun menggantikan salju. Dan seketika ledakan demi ledakan memecah keheningan di kota. Semua hal yang berharga untukku lenyap begitu saja, aku tidak tahu harus apa lagi. Tapi kemudian aku berte...