Seorang pria tengah berdiri di depan gedung Fakultas Kedokteran. Menunggu kekasihnya. Entah akan datang atau tidak. Sebab langit gelap sudah mulai menjatuhkan bulir-bulir air. Gerimis berganti hujan deras. Lelaki itu masih menunggu.
Tak lama, gadis yang ditunggunya terlihat, tengah berjalan ke arahnya dengan buru-buru. Meski begitu, bibir gadis itu tersenyum lebar, seolah membuktikan bahwa julukan wanita cantik dan manis memang pantas untuknya.
“Maaf ya lama,” ucap gadis itu tersenyum cantik menatap sang kekasih di depannya.
“It’s okay, Baby,” sahut pria itu mengusap rambut panjang kekasihnya.
“Ezar, hari ini kamu mau membawa aku ke mana?” tanya gadis itu yang tak lain bernama Shella Cristian.
“Ada, pokoknya tempat yang nyaman untuk ….” Ezar sengaja menjeda ucapannya, membuat Shella mengerutkan dahinya.
“Untuk apa?” tanya Shella penasaran.
“Untuk membuatmu mendesah.” Jawaban Ezar membuat Shella melotot dengan wajah celingak-celinguk, takut ada yang mendengar ucapan tak senonoh kekasihnya itu.
“Ishh! Bisa disaring gak sih omongannya!” Shella mencubit lengan Ezar dengan kencang, membuat Ezar mengaduh kesakitan.
“Bercanda Sayang, jangan galak begitu!” Ezar semakin mendekati Shella dengan menautkan jari jemari mereka. “Ayo, lebih baik kita segera pergi dari sini,” ucapnya lagi, membawa Shella ke dalam mobil, lantas melesat jauh.
Selama perjalanan, mereka berbincang-bincang, membicarakan berbagai hal, dari menceritakan pelajaran hingga sesuatu yang sangat pribadi. Membuat salah satu dari mereka tersipu malu. Shella adalah orangnya. Ezar tetap menggenggam tangan Shella sesekali menciumnya, membuat Shella tersenyum bahagia.
Jalinan kasih mereka sudah berjalan setengah tahun. Ezar dan Shella bertemu di Fakultas saat Shella pertama kali masuk ke dalam Fakultas Kedokteran, sedangkan Ezar sendiri adalah senior. Ezar telah menjadi dokter umum yang melanjutkan pendidikannya sebagai dokter spesialis jantung. Dari situlah mereka sering bertemu hingga berjalannya waktu mereka sama-sama menaruh perasaan terhadap masing-masing, bahkan perihal status agama yang berbeda, mereka tak mempermasalahkannya dan tetap menjalin hubungan.
Ezar Faruq Khattab. Dia adalah anak seorang pemilik rumah sakit besar di Jakarta. Rumah sakit keluarganya juga memiliki beberapa cabang. Ayah dan ibunya sama-sama seorang dokter. Ayahnya dokter spesialis jantung, dan itu yang dia inginkan sekarang, menjadi dokter hebat seperti ayahnya. Sedangkan ibunya adalah dokter kandungan yang dikenal sebagai dokter kandungan terbaik.
Selain orang berada dan berkecukupan, orang tua Ezar juga agamis, hingga mendidik anak-anaknya untuk mengutamakan agama dan perintah Sang Pencipta. Namun, mereka tidak tahu bahwa anak bungsunya lepas dari kendali mereka.
Sedangkan Shella yang bernama lengkap Shella Cristian adalah penganut agama Kristen, dia hidup sendiri. Ibu dan ayahnya meninggal karena kecelakaan lalu lintas saat dia berumur sepuluh tahun dan dia dititipkan di panti asuhan oleh keluarga ayahnya karena tidak ingin mengurus Shella. Sedangkan dari keluarga ibunya tidak ada, karena ibunya yatim piatu yang dibesarkan dari panti asuhan.
Mobil yang dikemudikan Ezar berhenti di depan vila dan Ezar mengajak Shella turun lalu membawanya untuk masuk ke dalam.
“Kenapa kita ke sini?” tanya Shella sembari mengikuti Ezar yang berjalan di sampingnya. Jari jemari mereka masih bertaut.
“Untuk melahapmu, bukankah sudah aku katakan tadi?” Bisik Ezar di telinga Shella.
Shella bergidik dengan mengusap telinganya, “Kumat, deh!” dengkusnya. Membuat Ezar tertawa.
“Ini vila milikku yang dikasih Ayah saat aku ulang tahun, makanya aku membawamu ke sini,” ucap Ezar. Dia membawa masuk Shella yang terus mengedarkan pandangannya ke penjuru vila.
“Bagus banget,” puji Shella, sehingga Ezar hanya tersenyum mendengarnya.
Setelah puas melihat segala penjuru vila, Ezar membawa Shella masuk ke dalam salah satu kamar dan menyuruhnya untuk duduk, sedangkan dia sendiri memilih membasuh tubuhnya di kamar mandi.
“Shella, tolong ambilkan aku handuk di dalam lemari!” teriak Ezar dari dalam kamar mandi.
“Iya, sebentar!” balas Shella. Dia membuka lemari dan mengambil satu handuk putih, lalu berjalan ke arah pintu kamar mandi lalu mengetuk pintunya.
“Ezar, ini handuknya!” teriak Shella dengan mengetuk pintu, tak berapa lama Ezar menampakkan kepalanya.
“Nih, cepatlah!” titah Shella. Menyodorkan handuk ke arah Ezar dengan memalingkan wajahnya. Nanun, seketika dia berteriak kaget saat Ezar bukan mengambil handuknya tapi malah menarik tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan cepat.
“Ezar kamu apa-apan, sih?” ucap Shella kesal bercampur malu saat melihat Ezar yang kini berada di depannya tanpa sehelai benang yang menutupi tubuhnya.
“Kenapa harus malu? Kamu sudah tahu seluruh tubuhku,” ucap Ezar semakin mendekat dan menghimpit tubuh Shella ke dinding.
“Bu-bukan begitu, tapi … ah ….” Ucapan Shella terhenti karena ulah tangan Ezar yang meremas sebelah dadanya, area sensitif.
“Karena apa, Sayang?” Ezar berbisik lirih di telinga Shella dengan sesekali menjilatnya, membuat Shella menahan napas.
“Ezar!” lirih Shella, mengaitkan kedua tangannya ke leher Ezar, membuat Ezar tersenyum senang.
“Mau?” tanya Ezar.
Shella menganggukkan kepalanya dengan pelan.
“Sesuai keinginanmu, Sayang,” balas Ezar. Dia segera mencium bibir Shella dan melumatnya dengan penuh gairah. Tangannya tak tinggal diam, meloloskan satu per satu pakaian yang dikenakan Shella hingga terlempar ke sembarang tempat. Setelah itu tangannya dengan cepat meraup tubuh Shella dan mendudukkannya di atas wastafel, sedangkan bibir mereka masih terus saling melumat.
“Argh … Ez-a-aahh.” Desahan Shella lolos membuat Ezhar yang mendengarnya semakin bersemangat. Kini bibirnya sudah turun ke dagu Shella hingga ke leher. Mengecup, menjilat, dan menggigit kecil di sana, membuat Shella memekik nikmat. Puas dengan leher Shella, bibir Ezar kini turun membuat tanda di dada Shella yang membusung. Membenamkan wajahnya di antara dua buah dada Shella, hingga kini mulutnya mengulum benda kecil, menghisap, bahkan memainkan dengan lidahnya, penuh semangat.
“Ahh ….” Desahan Shella sudah tidak terkontrol lagi. Sensasi yang diberikan Ezar sungguh luar biasa. Dan kini desahannya semakin kencang saat Ezar turun ke bawah membuka kedua kakinya dan membenamkan wajahnya di sana.
“Ezar, oh! Jangan!” ucapnya. Namun, tangannya mencengkram rambut hitam Ezar, meremasnya, mengikuti sensasi yang dibuat Ezar.
Di bawah sana Ezar menjilat dan memainkan benda kecilnya hingga memasukkan kedua jarinya, membuat gerakan maju mundur semakin membuatnya seperti akan menjadi gila menerima sensasi itu.
“Enak?” tanya Ezar menyejajarkan tubuhnya dengan Shella, lalu menjilat tangan dan bibirnya yang basah oleh milik Shella.
“Eng….” Shella hanya bergumam mencoba menormalkan napasnya yang memburu, membuat dadanya yang membusung naik turun.
Ezar memberikan waktu untuk Shella mengatur napasnya, sembari memandang wajah Shella, wajah sayu Shella membuat Ezar kian penuh gairah, tampak semakin seksi.
“Sekarang giliranku.” Shella turun dan langsung memegang milik Ezar. Mengusap dengan pelan lalu memasukkan ke dalam mulutnya, membuat Ezar memejamkan matanya, menikmati sensasi yang diberikan oleh mulut Shella.
“Oh, Sayang ….” Ezar menggeram, memegang kepala Shella.
Setelah puas dengan pemanasan mereka, Ezar membawa tubuh Shella masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi air. Dia mendudukkan dirinya dengan Shella yang duduk di atas pangkuannya. Tangannya mengarahkan miliknya ke dalam pintu masuk milik Shella hingga terbenam dengan sempurna.
Tubuh Shella meliuk-liuk di atas tubuh Ezar. Bergerak naik turun dan desahannya semakin kencang. Begitu pun Ezar yang meng-geram penuh kenikmatan. Mereka beberapa kali melakukannya, hingga titik di mana mereka merasa puas, barulah mereka berhenti, menyudahi kegiatan panas mereka lalu segera membersihkan tubuh masing-masing di bawah guyuran shower.Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahnya Sang pendosa(Sudah Terbit)
ChickLitDILARANG PLAGIAT! INGAT, SETIAP PERBUATAN AKAN MENDAPATKAN BALASAN YANG SETIMPAL.