I ― ett

29 3 1
                                    

I ― ett
[I'm Sorry, I'm a Sinner]

Through these days with nothing but darkness and conflict in view, we walked, holding tightly onto our weakness that refused to give in.


          Ruangan yang hanya diterangi oleh satu lampu yang remang tersebut penuh dengan asap rokok, bau alkohol yang terlalu menyengat, serta tawa-tawa yang penuh kemenangan dan kelicikan. Tepat dimana sinar dari lampu tersebut jatuh, terdapat meja bobrok yang dikelilingi oleh lima orang laki-laki yang sedang bermain kartu. Dan jauh di sudut ruangan, terdapat seorang gadis yang bersembunyi dalam kegelapan, memperhatikan semua yang terjadi di dalam ruangan tersebut dengan mata pemburu.

Pakaian yang dikenakan gadis itu sangat tertutup dan semuanya berwarna hitam, sangat siap untuk menyembunyikan identitas. Dia mengenakan jaket bertudung yang menutupi kepalanya, jins panjang, sepatu, sarung tangan, bahkan maskernya pun berwarna hitam.

Lima orang, mabuk, judi, ada senjata tapi sepertinya mereka tidak akan siap jika kedatangan musuh.

Gadis itu kembali berpikir, cara apakah yang akan dia gunakan untuk membunuh para bedebah ini. Jika dia langsung melancarkan serangan, kemungkinan akan gagalnya rencana dia lebih besar. Dia harus melawan lima orang laki-laki, yang dua di antaranya bertubuh besar, secara bersamaan. Sepertinya dia tidak bisa melakukan itu, karena staminanya mungkin akan habis di tengah-tengah. Sedangkan setiap rencana yang dia jalankan tidak boleh gagal, dia tidak boleh mati sebelum dendamnya terbalaskan.

Pikir, apa yang bisa aku gunakan untuk memancing para bedebah sialan ini.

Gadis tersebut melihat sekitarnya lebih seksama. Adakah kail yang tersedia disituasi ini? Sampah botol bir, tumpukan kardus yang berdebu, dan sebuah pisau yang sedari tadi dia genggam. Dia kembali melihat lima orang laki-laki tersebut, tawa mereka semakin lebar seakan-akan tidak ada hari esok. Hal tersebut membuat api kebencian dan kemarahan semakin berkobar dalam dirinya. Tidak seharusnya mereka dapat tertawa seperti itu. Pisaunya yang digenggam semakin kuat, percaya bahwa kail-kail tersebut cukup untuk memancing para sampah.

⇒⇐

"Oi, dari kemarin-kemarin kau selalu menang. Pakai cara curang apa kau?"

"Ini namanya skill, Yogi. Kamu yang tidak pandai berjudi."

"Kita masih punya stok bir, kan? Yogi, ambilah. Kau kan kalah."

"Kenapa aku?"

"Masih mending aku suruh ambilkan bir, daripada aku tusuk badanmu itu supaya kempes."

Mau tidak mau, laki-laki berbadan besar tersebut berjalan meninggalkan meja. Menggerutu akan peruntungannya yang buruk. Sebagian besar penghasilan dari bos sudah habis untuk berjudi. Mungkin sudah saatnya dia belajar untuk melakukan cara curang. Namun, pemikiran tersebut terhenti karena tiba-tiba saja dia mendengar suara botol bir yang pecah.

Tikus sialan.

Sebenarnya dia enggan untuk mengurus tikus tersebut, sudah cukup merepotkan untuk disuruh mengambil bir. Tapi, jika tikus itu bersarang di sana, makanan simpanan minggu ini akan ludes. Dia berjalan ke arah asal suara tersebut, mengambil pistolnya, dan berjalan hati-hati karena sama sekali tidak ada penerangan di asal suara tersebut. Sampai akhirnya langkah kakinya terhenti karena dia menginjak pecahan botol tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eliminated 7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang