Zainudin 1

257 7 4
                                    


" Kak Zainudin? ", cletuk gadis 17 tahun mengenakan rok dan atasan lengan panjang menutup jemari kecilnya, sambil mendekat pada arah ku yang tengah mengangkat punggung untuk duduk di ranjang kamar. Alhasil hanya ku jawab dengan sekali anggukan, aku terlalu malas untuk menjawab pertanyaan yang mencekik hatiku.

" Tunggu..tunggu kak Lifa ", mengarahkan tangan kananya ke depan seolah-olah ingin menghentikkan gerakku untuk berdiri. "Apa kau bilang? Kak Zainudin adalah sosok masa lalu? ", lanjutnya.

Mataku terlalu layu untuk terbuka meski aku sudah terduduk selama dua menit. Kepalaku tertunduk saja mendengar ocehan saudara bungsu itu.

" Kak ", sambil menggoyang-goyangkan bahuku yang kecil. " Jadi selama ini kak Zainudin sosok masa lalu yang terus menerus kau tulis dalam lembar-lembar kertas kusut tua itu? ",lanjutnya sambil menunjuk kearah tumpukan lembar kertas yang ku sematkan klip di atasnya. Bukunya mungkin saja kusut tapi torehan tinta yang sejak duduk di bangku Madrasah 'Aliyah begitu indah meski berulang-ulang dibaca.

" Apa-apaan sih kamu dek?. Bukan karena saudaraku kamu berhak membaca buku harian Kakak ya, nggak sopan! ", jawabku dengan nada tinggi. Mau bagaimana lagi, tidurku baru saja dihancurkan dengan satu cekikan saja. Perkataanku mungkin sedikit atau justru terlalu menyakitinya, maklumlah saudara bungsuku itu memang cerewet tapi hatinya mudah sekali rapuh.

" Tapi kenapa harus kak Zainudin?. Tidakkah kakak sadar dengan ucapan kakak sendiri? ". Suasana tampak mulai tegang di sebuah sudut kamar itu. " Kak Zainudin hanya sedang ber tholabul 'ilmi kak, dia pasti pulang ".

" Tholabul 'ilmi?. Tidakkah harusnya dia terus mengirim kabar untukku?. Surat kak Zainudin sudah berakhir empat tahun yang lalu ".

" Tapi kak? ".

" Apa kamu tidak tahu apa yang bapak tuturkan pada ku? Kakak rasa kamu sudah cukup besar mengerti hal itu ", jawabku kesal.

" Ma.. maaf kak. Aku tidak bermaksud seperti itu. harusnya aku bersikap lebih dewasa. Maaf kak Lifa ", ucapnya sambil menunduk. "

Hatinya seperti sutra yang terlalu lembut. Wajah tirusnya tak membuat siapapun menolak memandangnya. Raut mukanya selalu saja memancarkan cahaya yang mampu mengikat dirinya dengan batinku. Sosok yang begitu jujur dan baik. Ada sebuah permintaan dariku untuk Allah tiap kali menatap indah matanya yang selalu menorehkan pesan tak pantas untuk menitihkan air mata kesedihan.
'Aku ingin dia, Annisa Amala Muntasya akan mendapatkan seorang imam yang mampu menjadi suaminya di syurga'. ' Amiin ', batinku.

" Nisa, tidak apa-apa, kakakmu ini hanya masih mengantuk jadi sedikit marah-marah ', tuturku lembut dan membuatnya mengerti.

' Tidakkah aku terlalu munafik?. Munafik pada hatiku yang kini hampir saja mati hanya karena Zainudin. Haruskah aku membiarkan saja andai air mataku selalu lolos tiap kali ada yang menanyakan tentangnya padaku?. Atau haruskah aku menyingkap semua tabir yang ku simpan di masa lalu?. Untuk apa lagi harus aku simpan sendiri rindu yang terlalu mendalam?. Untuk apa aku melahap semua malam sendirian?. '.

**********


Tujuh tahun yang lalu.

Tampak sebuah bangunan indah dengan kesederhanaanya. Sebuah tempat yang tak henti-hentinya ingin ku ucap syukur. Di setiap sudut yang tak pernah bisu dengan lantunan-lantunan suci yang mampu membius air mata kala melihatnya.

Di sudut lain, tampak dari luar gerbang bangunan itu segerombol siswa dengan sragam ciri khasnya putih abu-abu dengan jilbab putih bagi siswa putri dan songkok nasional untiuk siswa putra. Mereka masuk dengan berbagai macam sambutan, mulai dari bersalam-salam sesama muhrim dan masih banyak lagi. Seperti baru saja keluar dari alam barzakh, rautnya nampak berbeda-beda tiap siswa. Segerombol tampak mengerucutkan mulutnya seakan-akan kesal dengan tempat itu, segerombol merasa ketakutan seolah-olah itu adalah penjara bagi mereka, ada pula yang nampak biasa-biasa saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Qobiltu Nikakhaha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang