Serial si Naga Langit bagian 02

3.7K 26 4
                                    

JODOH SI NAGA LANGIT
Asmaran S Kho Ping Hoo
01.1. Kegalauan Pendekar Muda
Pemuda   itu   menuruni   puncak
bukit di mana dia semalam tinggal
melewatkan malam yang dingin.
Akan tetapi pagi ini udara cerah
dan   hangat.   Dia   melangkah
perlahan                                                              dari   puncak,
lenggangnya kokoh dan mantap seperti langkah seekor harimau,
dada  dan  perutnya  menggembung  dan  mengempis  karena
tarikan napas yang dalam dan panjang. Hawa udara demikian
bersihnya,   segar   memasuki   rongga   dada   dan   perut
mendatangkan rasa nikmat dan nyaman.
Usianya sekitar duapuluh dua tahun. Tubuhnya sedang, kulitnya
putih dan wajahnya tidak terlalu tampan namun juga tidak buruk.
Wajah yang lebih tepat disebut ganteng dan gagah, dengan
rambut   hitam,   alisnya   berbentuk   golok   seolah   melindungi
sepasang  mata  yang  mencorong  namun  lembut.  Hidungnya
mancung dan mulutnya selalu menyungging senyum sehingga
wajah yang agak bulat dengan dagu runcing itu tampak penuh
pengertian  dan  ramah.  Pakaiannya  sederhana  saja  seperti
seorang pemuda dusun atau juga seorang pemuda kota yang
miskin. Dia menggendong sebuah bungkusan kain kuning yang
terisi beberapa potong pakaian.
1

Dilihat keadaannya yang sederhana, sikapnya yang lembut, dan
tanpa adanya sepotong pun senjata pada dirinya, tidak akan ada
orang yang menyangka bahwa dia seorang ahli silat. Padahal
sesungguhnya pemuda itu adalah Souw Thian Liong, seorang
pendekar  yang  pernah  menggegerkan  kedua  kerajaan.  Di
Kerajaan Kin di utara, dia membantu kerajaan itu membasmi
pemberontakan   yang   dipimpin   Pangeran   Hiu   Kit   Bong.
Kemudian, di Kerajaan Sung Selatan dia memegang peranan
penting  dalam  menghancurkan  kekuasaan  Perdana  Menteri
Chin   Kui   yang   terkenal   dalam   sejarah   sebagai   seorang
pembesar yang korup, lalim dan jahat, yang sudah menguasai
kaisar.
Souw  Thian  Liong  memiliki  ilmu  silat  yang  tinggi  berkat
bimbingan gurunya, yaitu Tiong Lee Cin-jin yang berjuluk Yok-
sian (Tabib Dewa) dan yang terkenal di seluruh negara, baik di
Kerajaan Kin di utara maupun di Kerajaan Sung di selatan.
Selama  beberapa  bulan  ini,  Souw  Thian  Liong  melakukan
perantauan tanpa tujuan tertentu, menurut saja ke mana kedua
kaki  dan  perasaan  hatinya  membawanya.  Dia  tertarik  oleh
keindahan alam di bukit itu, maka kemarin dia mendaki bukit,
melewatkan malam di puncak dan pagi hari ini dia menuruni
puncak bukit dengan santai.
Ketika dia tiba di lereng pertama dekat puncak dan melihat
tempat itu terbuka, tidak terhalang apa pun sehingga dia dapat
menyaksikan  tamasya  alam  yang  berada  di  bawahnya,  dia
berhenti,  terpesona  akan  keindahan  alam  di  bawah  sana.
Hamparan  yang  amat  luas,  dengan  warna-warni  bagaikan
sebuah lukisan yang amat indahnya. Sawah ladang dengan
2

warna  hijau  dan  kuning,  bukit-bukit  di  belakang  sana  yang
tampak  kebiruan,  sungai  yang  tampak  bagaikan  naga  yang
meliuk-liuk, rumah-rumah di sana-sini dengan gentengnya yang
kemerahan. Dan di sebelah kiri terdapat sekelompok ternak
kerbau yang digembala seorang anak remaja. Para petani yang
berangkat ke sawah memanggul cangkul.
Bukan hanya penglihatannya yang berpesta menikmati semua
pemandangan indah itu. Juga sepasang telinganya menikmati
bunyi-bunyian yang membuat pagi hari itu semakin cerah dan
riang.  Kicau  burung  di  pohon-pohon,  kokok  ayam  jantan  di
kejauhan,   diseling   suara   kerbau   menguak   dan   kambing
mengembik,  salak  anjing  dan  teriakan  penggembala  yang
menghalau ternak kerbau agar jangan makan padi-padian yang
tumbuh di sawah ladang.
Penciumannya juga menikmati keharuman rumput, daun dan
bunga yang tumbuh di sekitar lereng itu, dan bau tanah dibasahi
embun  menghangatkan  perasaannya.  Sinar  matahari  pagi
seolah menggugah segala yang berada di permukaan bumi, baik
yang  bergerak  maupun  yang  tidak  bergerak,  dan  mencuci
semuanya itu dengan sinarnya yang keemasan dan hangat.
Thian Liong duduk di atas batu besar, seolah menelan semua
keindahan itu, dan dalam keadaan seperti, di mana hati akal
pikiran  tidak  disibukkan  oleh  urusan  tentang  diri  pribadinya,
sesungguhnya dia sedang berada dalam keadaan yang disebut
bahagia  tanpa  disadarinya.  Dalam  keadaan  seperti  itu  dia
bersatu  dengan  alam,  terangkum  dalam  kekuasaan  Tuhan,
sumber segala keindahan, pusat segala kebahagiaan. Tidak ada
“si-aku” yang susah atau senang, kecewa atau puas, si-aku yang
3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KPH-Jodoh Si Naga LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang