Prolog

518 7 4
                                    

*On Mulmed as Rayna Adelia Putri

❝Ketika mimpimu terasa nyata saat kau berada di dalamnya.Tetapi ketika kau terbangun,kau baru saja menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh❞
                        
- Rayna Adelia Putri

                               ●●●

Gadis itu terdiam, menikmati angin semilir yang menerpa rambutnya perlahan.

Pandangannya tertuju pada lapangan, yang memperlihatkan teman-temannya yang sedang mengikuti pertandingan.

Ia menghembuskan napasnya.

Kapan pertandingan ini selesai, begitulah pikirnya.

Rasa bosan yang ia rasakan, ditambah teriakan-teriakan yang memekakkan telinga membuatnya muak dan ingin segera beranjak dari tempat duduknya itu.

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundaknya.

"Ke foodcourt bareng gue kuy"

Gadis itu tersenyum lebar,
ia menganggukan kepalanya dan segera beranjak pergi bersama sahabatnya itu.

Namanya adalah Rayna Adelia Putri. Seorang gadis kelas XI di sebuah sekolah menengah pertama yang terkenal di kotanya.

Dan ia sekarang sedang bersama sahabatnya, Radinka Azzahra.

Berulang kali ia mengucapkan syukur atas kedatangan sahabatnya, Radinka di waktu yang sangat tepat.

Jika Radinka tidak mengajaknya pergi ke foodcourt, ia tidak tau apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Entah mengapa, sahabatnya itu selalu menjadi moodboosternya.

                               ●●●

"Pertandingannya ngebosenin." gumam Radinka.

Rayna menganggukan kepalanya pertanda setuju.

Keduanya melangkah memasuki kawasan Foodcourt yang lumayan besar.

Radinka memerhatikan sekitarnya, lalu berjalan menuju sebuah meja yang terletak di pojok sebelah kanan.

Sedangkan Rayna hanya mengikuti langkah Radinka tanpa ada sedikitpun keinginan untuk melihat sekelilingnya.

Rayna mempercepat langkahnya dan langsung menduduki bangku yang sudah tersedia.

Radinka yang sedari tadi memperhatikan tingkah sahabatnya itu hanya bisa tersenyum.

"Ah,akhirnyaaa" gumam Rayna.

Wajahnya terlihat berseri-seri, senyumnya mengembang menghiasi wajah cantiknya, tak seperti sedia kala.

"Udah berapa kali gue nyelamatin lu ya?" Alis kirinya naik,dirinya menatap Rayna dengan tatapan usil.

Yang ditatapnya kemudian tersadar seraya bergumam,

"Sering! Udah gak bisa diitung kali din! Sumpah, lu itu bener-bener malaikat gue tau gak. Kalo gak ada lu mungkin gue udah mati kebosenan tau!"

Radinka terdiam.

Satu detik,dua detik,dan kemudian,

"Hahahahaaha anjirr! Muka lu lucu banget sumpah hahaha. Alay banget sih lu,cuma kaya tadi aja masa bisa mati. Udah gitu apa? Mati kebosenan? Mana ada ray. Ngaco deh lu!"

Radinka tertawa terbahak-bahak.

Ia masih mengingat bagaimana wajah sahabatnya tadi, eskpresinya terkejut, matanya membelalak, mulutnya terbuka lebar ,ditambah cara berbicaranya yang terkesan seperti seseorang yang baru saja selamat dari mautnya.

Radinka yakin, siapapun yang melihat Rayna tadi pasti tidak akan berhenti tertawa.

Rayna menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya

"Terserah gue dong. Mulut-mulut gue"

Radinka tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya

"Iya terserah lu aja deh."

Keduanya kemudian memesan 2 porsi nasi goreng dan 2 gelas teh manis.

Beberapa menit kemudian, seorang pelayan datang membawa pesanan mereka.

Mereka pun melahap makanan yang sudah tersedia di atas meja.

"Eh gimana hubunganlu sama Devan?" ujar Radinka di sela-sela kegiatannya itu.

Rayna tersedak,ia meraih gelas teh manisnya lalu meminumnya perlahan.

"Apaansih din,gua sama Devan itu gak ada apa-apa. Dia itu cuma sebatas sahabat gue dari kecil din."

Radinka menghela napasnya.

"Gue tau lu gak bego ray,gausah pura-pura gak tau. Dia itu udah beberapa kali nyoba buat ngerubah hubungan dia sama lu ke arah yang lebih serius,tapi kenapa lu selalu bertingkah seakan-akan lu gak ngerti."

Rayna terdiam.

Ia akui, memang ia tau akan perasaan Devan kepada dirinya bukanlah sebatas perasaan sayang sebagai sahabat, tetapi perasaan sayang karena Devan benar-benar mencintai Rayna.

"Iya gue tau gue salah din,tapi coba lu ada di posisi gue din.
Gue itu ga suka sama Devan, bahkan gue udah nganggep dia sebagai saudara gue sendiri. Coba lu bayangin din."

Rayna menundukkan kepalanya.

Radinka terdiam.

Ia menyesal telah menyinggung soal Devan lagi di depan Rayna karena semenjak awal pembicaraan, Rayna tak menyentuh makanannya lagi.

Hal seperti ini memang selalu terjadi setiap saat Radinka membahas Devan.

"Gue ngerti ray, tapi lu gak bisa gitu kasih kesempatan Devan buat bahagia?" Rayna menengadah lalu menatap Radinka tajam.

"Kenapa gue harus ngerelain Devan bahagia kalo gue sendiri gak bakal bisa bahagia bareng dia?"

                              ●●●

Hallo semua!
Ini adalah TeenFiction pertama yang gue buat,emang awalnya pernah gue publish tapi selalu gue unpublish, publish, dan unpublish,dan kemudian publish lagi.
Karena gue ngerasa alurnya belum klop sama otak gue😅

Tapi yang ini insyaallah bakalan lancar. Gue harap kalian suka ya. Maaf kalau bahasa ataupun alur mainstream,atau tulisannya acak acakan tapi please luangin waktu kalian buat baca 🙏 karena insyaallah alur dan endingnya bakal beda sama spoiler spoiler kalian.

And last,jangan lupa vote dan comment,karena itu berarti banget buat gue😊

A Boy From My DreamWhere stories live. Discover now