Guru Nein mondar-mandir di dalam ruangannya, menghadapi mama Nein.
"Anak anda," Kata guru Nein, "telah membuat kelas saya hancur, sampai saya tidak bisa menjelaskannya!" Guru Nein, tepatnya wali kelas Nein, yang bernama Rin, memukul mejanya dengan kedua tangannya.
"Apa salah anak saya? Anda hanya marah dari tadi, tanpa memberitahu saya..."
"Karena itu!! Saya tidak dapat menjelaskannya, tahu tidak!!??" Bentak Guru Rin, menyela kata-kata mama Nein.
"Saya mengerti. Maafkan saya." Kata mama Nein pelan. Mata Guru Rin menatap jendela ruangannya yang menghadap ke taman.
"Anda tidak bertanya saja, anda akan tahu." Kata Guru Rin sambil tertawa kecil. Mama Nein bingung.
"Kalau saya tahu, untuk apa saya datang ke sini?" Tanya mama Nein.
"Apa?" Tanya Guru Rin, "Anak anda, punya fisik yang..., bukan cacat!! Tapi buruk!! Bwahahaha" Guru Rin tertawa terbahak-bahak. Mama Nein mengelus-ngelus dadanya, masih sabar menahannya.
"Keramaian dan kehancuran kelas saya, disebabkan oleh..., kejelekan..., putri anda. Saya tak bermaksud menghina, tapi... anak anda memang jelek!! Pffft, bwahahahaha" Lagi-lagi Guru Rin tertawa terbahak-bahak, mama Nein sudah tak tahan lagi.
"LALU!!? KALAU JELEK APA URUSAN ANDA??!! TOH YANG MENCIPTAKAN ANAK SAYA BUKAN ANDA!!!! ANDA SIAPA KOK BERANINYA MENGHINA ANAK SAYA!!? ANDA BUKAN TUHAN!!" Bentak mama Nein dengan nada yang sangat tinggi mengagetkan Guru Rin.
"Hanya anda yang begitu marahnya saat saya berkata seperti itu!" Jelas Guru Rin, "HANYA ANDA!!" Lanjut guru Rin yang tak kalah suaranya dengan mama Nein.
"Kalau memang begitu, saya boleh keluar sekarang, kan!!? Saya tak merasa bersalah melakukannya!!" Balas mama Nein sambil membanting tangannya di meja Guru Rin. Mama Nein langsung meninggalkan ruangan Guru Rin, dan menangis. Namun, ia berusaha menghapus air matanya karena berada di tempat umum.
"Mama?" Suara seorang gadis di depan mama Nein yang ternyata Nein. Mama Nein cepat-cepat menghapus air matanya. "Nein? Sejak kapan?"
"Mama menangis?" Tanya Nein sambil memeluk mamanya. Wajah mama Nein merah padam. "Ya, tapi bukan masalah besar."
"Lalu kenapa?" Tanya Nein membuat mamanya kehabisan kata-kata. "Tiba-tiba mama ingat, kejadian menyedihkan waktu dulu." Mama Nein tersenyum dengan wajah merah padamnya.
"Baiklah. Ayo kita pulang bersama! Aku juga punya kabar baik untuk mama!" Ajak Nein sambil tersenyum ria. Kau tersenyum di bawah hinaan, batin mama Nein.
Di tengah perjalanan, Nein langsung menggandeng mamanya, "Mama! Nilai ulangan matematikaku dapat 100. Gimana?" Tanya Nein dengan senyum bahagia.
"Bagus sekali!" Jawab mama Nein sambil menggandeng tangan Nein erat-erat. "Bagus. Tapi..." Kata-kata mama Nein berhenti.
"Kenapa?" Tanya Nein. Mama Nein memegang kedua pundak Nein. "Kamu akan pindah sekolah! Bagaimana?" Tanya mama Nein.
"Pindah? Tapi kenapa?" Tanya Nein heran. Tak seperti dugaan mama Nein, Nein bukannya gembira, malah terheran-herannya.
"Mereka tidak..., mengataimu?" Tanya mama Nein. Nein bingung, "Mengatai apa, ma?" Wajah mama Nein merah padam. "Kau tak suka?"
"Mama menyembunyikan sesuatu, ya?" Tanya Nein lalu membalikkan badannya. "Mama ke ruangan Guru Rin tadi. Lalu, saat keluar, aku tahu mama menangis. Dan sekarang.., aku akan pindah?" Jelas Nein panjang lebar. Mama Nein makin salah tingkah.
"Iya. Tapi, sebelum kamu tahu, mama ingin menanyakan sesuatu di rumah." Jawab mama Nein sambil menarik tangan Nein menuju rumah.
Sampai di rumah, mama Nein mengajak Nein duduk di sofa ruang tamu. Nein terdiam dengan wajah merah padam.
"Teman-temanmu. Mereka menghinamu, kan?" Tanya mama Nein sambil mengelus rambut Nein. Nein mulai meneteskan air matanya. "Iya.. mereka mengataiku jelek...Apa aku seburuk itu??" Tanya Nein tak mau menatap mamanya, karena menangis.
"Tidak sayang! Kau tidak seburuk yang kau kira!" Mama menenangkan Nein dan ikut menangis.
"Kalau tidak, mengapa mereka menghinaku?" Tanya Nein tambah menangis.
"Lalu, mengapa kamu terlihat marah saat mama bilang kau akan pindah?" Tanya mama Nein meyakinkan situasi.
"Karena, aku rasa, mama mengetahui semuanya. Aku sedih jadinya.." Jawab Nein sambil menghapuskan air matanya.
"Nein.." Kata mama Nein sambil mendongakkan kepala Nein, "Mama yakin kau akan bahagia di sekolah barumu. Mereka tak akan memandang fisikmu!" Kata mama Nein membuat Nein tersenyum, walau sambil meneteskan air mata.
⚜️⚜️⚜️
Lagi-lagi...
Kali ini pembacanya cuma nol.
Menyedihkan, sih..
Tapi nggak apa lah, yang penting ngetik -.-"Semoga ada yang baca dan vote..
Amin 😌