Pangeran Bayangan

35 1 0
                                    

Aku tak menyangka. Pagi ini, aku bisa menginjakkan kakiku di kampus ini. Hari ini, ku kenakan jaket biru dengan kemeja putih, celana jeans,dan sepatu kets. Kampus ini kampus swasta yang terkenal dengan segala prestasinya dan banyak orang-oang sukses terlahir dari kampus ini. Banyak rumor bilang hanya orang-orang 'berduit' yang bisa memasuki kampus ini. Nyatanya, aku bisa masuk. Aku memang hanya lewat jalur beasiswa. Namu Ariana, Ariana Pujiono. Aku terlahir dari keluarga hangat dan sederhana. Ayahku seorang pegawai perusahaan kecil dan ibuku berjualan di warung depan rumah. Aku tentu ikut membantu setelah pulang kuliah. Waktuku juga jarang berkumpul bersama teman karena membantu ibuku. Walau ibuku menyuruhku untuk ikut bergaul tapi aku lebih suka membantu ibu.
Dari awal aku masuk SMP hingga kuliah kini, aku hanya mengandalkan beasiswa melihat kondisi keluargaku yang tentu tak akan mampu membayar semua. Kehidupanku memang tak seelit dan semewah teman-temanku yang lain.
Beruntungnya, ada Tasya yang mau berteman denganku. Tasya Hadikusumo, anak dari pengusaha terkenal negeri ini, orangnya cantik,baik, kaya lagi. Benar-benar wanita idaman pria. Banyak lelaki yang mengungkapkan perasaan tetapi ia tolak. Dia seorang yang sempurna , sayangnya dia juga seorang pemilih. Lelaki yang diinginkannya memiliki kriteria yang ketat. Tak tanggung-tanggung, seorang Hendra Darmawan pun ditolaknya. Hendra, anak kedokteran yang pinta, kaya, tampan, dan baik pun tak masuk kriteria Tasya. Kata Tasya kurang sreg. Aku sendiri tak tahu seperti apa kriterianya itu.
Bagaimana kisah cintaku? Aku biasa-biasa saja dengan semua lelaki. Mana ada yang mau dengan Gadis beasiswa. Walaupun aku pintar, tapi aku pemalu dan tak banyak bicara. Ada yang pernah menyatakan cinta padaku, tapi aku tolak. Aku ingin fokus kuliah dan mempertahankan beasiswaku. Namun, ada alasan lain aku mengapa aku menolak mereka. Aku menunggu seseorang yang tanpa kabar hingga kini. Seseorang yang berjanji akan kembali.
***
Hujan deras turun saat aku akan pulang. Bagaimana bisa tadi pagicerang dan sekarang hujan?Aku tak membawa payung. Lagipula aku sedikit membenci hujan karena pernah demam . Bahkan apapun yang berkaitan dengan hujan. Aku juga tak peduli ada istilah 'sedia payung sebelum hujan'. Aku tak pernah punya rencana dan persiapan. Apapun akan aku lakuakn jika aku suka dan aku tak akan melakukan apapun yang tak kusuka. Sampai kapan hujan ini akan berhenti? Sepertinya ini akan berlangsung lama melihat hari sebentar lagi gelap dan hujan malah bertamabah dengan angin yang kencang seperti badai. Walaupun rumahku terbilang dekat tapi aku tentu tak berani menembus hujan sederas ini. Kampus semakin sepi. Mungkin tinggal aku sendiri yang ada di kampus. Aku takut sendirian. Aku semakin merapatkan jaket ke tubuhku. Berada di depan beranda kampus, aku juga terkena sedikit terpaan tetesan hujan yang terbawa angin. Apakah aku harus sampai menginap di kampus ini? Aku mulai muak dengan hujan ini. Ingin rasanya cepat-cepat pulang tapi aku tak ingin menembus hujan ini.
Di tengah kebimbangan, kekhawatiran, dan ketakutan, aku mendengar derap langkah kaki. Aku tengok kan dan kiri yang terdapat lamunya. Tak ada orang di sana. Aku ingin mengok ke belakang tapi di sana gelap dan aku takuT untuk menengoknya. Entah karena kedinginan atau takut, tubuhku bergetar. Derap langkah kaki itu semkain keras dan terasa lebih dekat Ku dengar deru nafas di belakangku. Apakah itu manusia? Ataukah itu hantu?
"Hai. Kau belum pulang?"
Aku menengok ke samping. Aku hanya melihat pundaknya. Akau medongak ingin melihat wajahnya. Dia begitu tinggi. Aku melihat tatapan heran dan bertanya. Aku masih ternganga dan memandanginya karena terkejut.
" Woi!" Dia melambaikan tangan di depan wajahku. Aku baru tersadar dari lamunanku.
" Oh ...Aku... tak membawa payung," ucapku sambil memandang langit yang masih hujan deras.
"Mau ku antar?"
Aku terkejut mendengarnya. Aku masih tak percaya ada yang mengajakku pulang bersama selain Tasya. Aku juga menambahkan dia PRIA. Kupandangi lelaki itu karena ku kira ia hanya bercanda. Aku hanya melihat wajah tanyanya dan senyum manisnya. Ku akui dia sangat tampan. Rambutnya agak berantakan, tapi kemejanya tetap rapi.
"Kau melamun lagi?"Dia terkekeh
Aku ikut tersenyum
"Sekali lagi kutanya, Nona. Mau ku antar?" tanyanya sambil tersenyum
Aku hanya mengangguk sambil menundukkan kepala.
Dia tersenyum dan tiba- tiba ada sebuah mobil melintas berhenti di depanku dan dia. Dia menggenggam tananku dan menuntuku masuk. Kami duduk berdampingan. Aku masih shock karena mengagumi furnitur mobil ini. Mesin menyala dan mobil pun berjalan lambat tapi pasti.
"Oh ya kita belum kenalan. Namaku Jason. Jason Pradipta. Panggil saja Jason. Kau?"
"Aku Ariana Handoyo. Panggil Ana. "
"Ah..kau mahasiswa beasiswa itu kan?"
Hah? apakah aku seterkenal itu?
"Tentu saja kau terkenal. Kau pasti pintar sekali hingga bisa mencapai beasiswa" ucapnya seolah bisa membaca pikiranku.
Aku hanya tersenyum kikuk
"Dimana rumahmu Ana?" Panggilnya yang sedang fokus melihat arah depannya, sedikit melirik padaku
"Stop!"
Tiba-tiba supir mengerem mendadak.
"Ada apa, Non? " tanya supir itu panik melihatdi depannya tak ada apa-apa
"Ada apa?" tanya Jason juga ikut panik
"Di sini rumahku. "
"Huft... Ku kira ada apa. Baiklah hati-hati, An. Bisakah kita berteman?" ucapnya penuh harap sambil mengulurkan tangan.
"Tentu saja" aku membalas uluran tangannya dan kami saling berjabat dan menggenggam.
Aku tak tahu, tapi aku merasa sudah sejak lama mengenalnya.
***
Seminggu setelah kejadian itu, aku tak pernah melihatnya lagi dan menjalani hariku seperti biasa. Lima menit lagi dosen masuk.
"Woi! Ana!" Tubruk Tasya dan berteriak nyaring. Kebiasaannya datang lima menit sebelum kuliah beber-bener mendarah daging.
"ck.. .Apa? Sakit woi! Duduk yang bener deh" ucapku agak kesel
"Ya maaf. Oh ya kamu tau gak? Tadi aku ketemu laki-laki tampan lewat" wajahnya sangat sumringah.
" Bukannya emang banyak lelaki tampan yang selalu nyamperin?"
"Ye ..! itu mah beda! Dia punya aura tersendiri. Dia kayak punya aura super, kayak pangeran datang dari kahyangan"
" Ah ngaco ... dimana-mana... bidadari yag turun dari kahyangan." Ah terserah lah." Aku memalingkan wajahku dari wajah sumringah Tasya.
Lima menit sudah berlalu, tapi dosen belum masuk-masuk. Aku mengetuk-ketuk pelpenku ke meja dan sesekali mecorat-coret ketas yang ada di depanku. Benar-benar bosan. Kulihat jam tanganku. Sudah sepuluh menit dosen itu belum masuk juga. Aku dengar aturan di sini jika ada dosen telat masuk lima belas menit, kelas dibubarkan dan diganti hari lain sesuai kesepakatan. Seketika saat aku masih memikirkan dosen itu, beliau datang bersama lelaki yang tak asing bagiku.Tunggu dulu. Itu ..kan Jason...Dia tersenyum padaku dan aku hanya membals senyumnya sekilas lalu menunduk. Aku masih mencerna apa yang terjadi di depanku. Aku merasakan tatapan Tasya yang seperti berkata 'Ada hubungan apa kau dengannya' dan seolah memaksaku bercerita tentang Jason.
Dia memperkenalkan diri. Aku tak menyangka dia pindah kelas dari kelas kedokteran ke kelas bisnis. Aku juga masih terkejut dia anak dari salah satu orang terkaya di negeri ini. Oh ya aku kemarin dia kan dijemput oleh supirnya dengan mobil yag sangat mewah. Kenapa aku baru menyadarinya? Aku masih menunduk dan ku dengar derap langkah kaki mendekati. Jason duduk persis di belakang ku.
"Kita bertemu lagi Nona Ana," dia berbisik tepat di telingakuyang mebuat diriku deg-degan dan ada perasaan geli di telingaku.
***
Mata kuliah hari ini akhirnya selesai juga Aku sudah lapar dan ingin segera ke kantin. Tak kupedulikan keadaan sekitarku aku sudah membereska seluruh peralatanku dan bergegas ke kantin.
"EH,...Tunggu duluuu!!" Tasya masih dengan suara nyarignya dan lalu mengikutiku
"Kau belum menjelaskan padaku tentang Jason. Kau tahu dia lelaki yang kumaksud tadi"
"Nanti aja ceritanya di kantin aja. Aku sudah lapar"
"Cerita apa, Nona?" suara itu. Sial! Kenapa dia mengikutiku?!
"Jason...ah itu.."
"Dia akan menceritakan padaku hubungan kalian berdua"ucap Tasya tanpa dosa dengan muka polosnya.
Aku hanya menunduk. Aku benar-benar malu saat ini. Aku selalu merasa tatapan Jason yang sangat intens.
"Bolehkan aku ikut, mungkin Aku bisa meralat jika Ana salah bicara"
"Boleh" Tasya yang menjawab boleh ...benar-benar nih anak!.
Sampai di kantin ya aku menceritakan semuanya. Jason hanya tersenyum dan terkekeh mendengar cerita. Senyum yang manis dan membuatku malu untuk bercerita tentangnya
** *
Huft...akhirnya sampai rumah dan syukurlah aku tak kehujanan. Karena aku sudah sampai lebih dulu daripada hujan. Akusendirian lagi di rumah karena ayah dan ibu harus e rumah nenek yang sedang sakit. Bel rumahku berbunyi, pertanda tamu datang. Entah siapa yang di tengah hujan deras begini malah bertamu. Aku menuju ruang depan dengan menetng gelans berisi teh hangat agar dinginnya deras tak menerpaku. Aku membuka pintu.
DEG....
PYARR
Gelas yang ku pegang jatuh dan air paas tumpahan tehku mengenai kakiku. Aku hanya bisa mematung menatap sosok di depanku yang basah kuyup. Aku terkejut, shock, dan perasaan campur aduk. Lidahku mendadak kelu, aku tidak bisa mengucapkan apapun yang selama ini kupendam dan rasakan. Tanpa sadara, air mataku jatuh. Bukan air mata sedih. Ini air mata terharu dan rindu yang amat mendalam. Dia tersenyum dan merentangkan tangan aku berjalan mendekatinya dan langsung memeluknya. Aku tak peduli rasa panas karena air teh yang tumpah dan rasa sakit karena menginjak pecahan gelas. Aku benar-benar merindukannya. Dia balas mendekapku erat dan menyalurkan rasa rindunya lewat pelukan itu. Aku ememjamkan mata meresapi kerinduan ini
"Aku sangat merindukanmu Stevan"
Namun, aku merasakan ada seseorang yang menatapku.Aku membuka mataku namun tak ada siapa pun.
***
Stevan kuliah yang di kampus yang sama denganku sebgaia murid pindahan. Dia juga dari golongan kaum berada. Kami berbeda jurusan. Aku harus absen selama tiga hari karena pecahan gelas yang mengenai kakiku. Walapun beda jurusan, kami akan sering berjumpa di kampus. Kadang dia mengajak pergi ke kafe, pasar malam, taman, dan tempat liburan yang keren.
Tempat liburan keren bukan berarti harus pergi jauh. Dia yang membuat dan mendesain sesuatu itu jadi indah. Dia membuat rumah pohon. Dia membuat gazebo deket hutan. Dia membuat ruangan kosong jadi penuh warna.
Setelah selesai kuliah aku selalu menunggu Stevan untuk pulang bersama. Di kota ini, dia tinggal bersama Bibi Marry. Aku juga jarang bertemu Tasya dan Jason. Ah aku hampir melupakannya. Jika Tasya memang sedari awal menentang hubunganku dengan Stevan. Dia bilang Stevan hanyalah playboy dan penjahat kelamin. Aku benar-benar marah dan hingga kini tak mau bertemu Tasya. Aku mengenal Stevan dari kecil. Dia adalah anak yang baik dan menyenangkan. Dia berjanji membuatku jadi teman hidupnya seumur hidupnya. Aku selalu percaya karena memang dia tak pernah berbohong padaku dan pada orang tuanya. Hubungan orang tuaku dan orang tuanya sangat dekat. Walaupun keluarga Stevan dari keluarga kaya, mereka tak pernah sombong dan angkuh. Mereka mau bergaul dengan ayah. Kata Ayah Stevan, dia berutang banyak pada ayahku dan ayahku selau menyangkalnya. Jadi aku tahu dia sudah diajarkan jujur sedari dulu oleh ibunya. Dia juga diajarkan rasa tanggung jawab oleh ayahnya.
Soal Jason, aku benar-benar jarang bertemu dengannya. Dia datang bersama Tasya dan pulang kuliah sebelum aku tahu dia pulang. Aku pikir dia punya hubungan denga Tasya. Baguslah, keinginan Tasya tercapai. Dia bertemu dengan pria tipenya. Aku masih penasaran tentang sosoknya. Aku seperti pernah mengenalnya. Aku selalu merasa, daia selalu di sampingku padahal aku tak melihatnya. Ah lupakanlah, yang penting sekarang Stevan sudah pulang. Hari ini aku akan ke rumahnya untuk membuat kejutan di hari ulang tahunnya. Katanya Bibi Marry sedang ke luar kota sejak kemarin dan pulang lusa depan bersama ayah dan ibu Stevan.
Aku sudah sampai di depan pintu rumah Bibi Marry. Aku membuka perlahan sambil membawa kado da di atas ada roti ulang tahun untuknya. Rumahnya benar-benar sepi. Aku mendengar suara di lantai atas. Aku menuju latai atas. Mungkin Stevan di sana. Aku naik secara perlahan takut kejutanku ketahuan Stevan. Aku mendekati kamar yang terbuka. Aku mendengar Stevan tertawa bersama seorang wanita. Aku mendengar sedikit deashan di sana. Aku melihat celah pintu terbuka di kamar Stevan . Aku hanya terdiam melihat tingkah Stevan. Aku benar-benar tak menyangka. Aku menutup mulutku agar suara isakankuku tak keluar. Aku pun meletakkan kue ulang tahun dan kadoku disana dan menulis note
" Stev, pangeran hujanku
Maafkan aku
Aku tak mungkin bisa menjadi teman hidupmu
Jika teman yang lain bisa melakukannya
Selamat Ulang Tahun
Aku bahagia bisa mengenalmu
Aku juga akan melupakan janji itu
Tenang saja
Semua itu sudah tak berbekas di otak dan hatiku
Di pikiran dan jiwaku
Janji itu akan jadi kenangan
Sama seperti kenangan yang kita telah lalui
Dan rasa rindu yang menyakitkan
tak akan pernah jadi rasa rindu
Kau akan tetap jadi pangeran masa kecilku
Kau tetap jadi pahlawanku di tengah anak-anak lain mengejekku
Aku sangat mencintaimu
Aku sangat menyayangimu Tapi jadialah itu hanya kenangan
Kau kini jadi sahabat dan teman yang baik
Dan akan selalu begitu
Ana, putri malumu"
Aku berlari menuruni tangga dan segera keluar dari rumah bibi Marry. Sebuah mobil berhenti tepat di dekatku dan tangaku ditarik ke dalam mobil itu. Seseorang memelukku dan mendekapku di dadanya. Aku terus terisak , aku tak tahu itu dada siapa. Tapi akau tau bau parfum ini. Ini Jason. Aku masih memeluknya dengan erat. Aku tak tahu mobil ini akan membawaku ke mana.
"Kita sudah sampai"
"Apa?" ucapku agak serak karena habis menangis
"Turunlah, Nona"
Danau? Dia membawaku ke danau dan menyiapkan alat pancing
"Jason, Kenapa kau membawaku ke sini?"
"Aku tak bermaksud membawamu kesini. Tujuanku memang mau memancing tadi. Tapi bertemu kau di jalan tengah berlari sambil menangis. Jadi ku suruh masuk aja .hehehe"
Dia terkekeh sambil memasang umpannya hendak memancing. Aku jadi kesal dengannya. Aku menggembungkan wajahku karena kesal.
"Ana, kemarilah duduk di sampingku" ucapnya tersenyum.
Dia sudah melemparkan kailnya ke danau.
"Apa kau masih bersedih?"
"Sedih?"
"Kau menangis bukan?"
"Tidak , aku tak menangis" memalingkan wajahku darinya. Dia terkekeh dan tersenyum.
"Sebenarnya , aku bukan sedang memancing ikan di danau ini" ucapnya masih memandang ke depan danau dengan pandangan teduh. Aku menatapnya heran.
"Aku tengah memancing hatimu"
Hah??Aku menganga.
"Bukankah kau ada hubungan dengan Tasya?"
"Hhahaha ...kamu sok tahu. Mungkin kau benar. Tasya tertarik dengaku, tapi aku tak ertarik dengannya. "
"Kalian terlihat bersama sepanjang hari"
"Apa kau cemburu?" dia tertawa
"Tidak" Wajahnya jadi sendu
"Aku mencintaimu... sejak duluu.."dia menanggalkan alat pancingnya
Aku tekejut..
"Ka...pan?" ucapku terbata dan kurang yakin
"Sejak dulu.. bahkan sebelum kau mengenal Stevan. Saat itu, aku hanya bisa menunjukkan kelemahanku padamu. Aku berjanji pada Ayahku akan melakukan hal yang sempurna. Aku akan kuat dan menuruti apa katanya aga r dia tak marah padaku. Namun, sebenarnya aku tak bisa bermain bola, bermain kejar-kejaran, tak bisa bermain piano. Aku benar-benar merasa putus asa dan hanya kau yang mau dan berani menentang perintah Ayahku. Apa kau ingat?"

"Apa salahnya? Dia kan anak laki-laki. wajarkan main bola. Aku yang perempuan aja bisa main bola. Kalo Dia gak boleh main , lebih baik dikurung aja di rumah. Aku yakin dia mati kayak ayamku yang gak boleh keluar sama Ayahku. Padahal yang lain sehat-sehat aja karena lari-lari. Ayo main lagi. Akanku berikan hadiah yang kamu minta padaku jika kamu bisa mebuat gol ku kebobolan?"

Aku mengingat masa kecilku membentak orang tua yang memarahi anaknya bermain bola. Malamnya aku ditegur ayahku karena aku tak sopan pada orang tua. Aku ingin minta maaf pada orang itu tapi kata tetangganya dia pergi.
" aku igin minta maaf pada Ayahmu tapi katanya kamu pindah sama keluargamu"
"Ya Ayah ada pekerjaan di Inggris cukup lama. Namun, semenjak denger kata-katamu dia jadi berubah dan gak ngekang aku."
"Aku jadi ingin minta maaf padanya. Aku boleh bertemu dengannya?"
"Lihatlah sekelilingmu"
Angin berhembus dan daunan-daunan bergerak menghasilkan suara-suara bak lagu. Lagu alam. Bagaimana bisa?
"Ayahku bersama mereka di sana?"
Tadinya aku tak mengerti. Namun , aku jadi mengerti, aku jadi ingin menangis lagi.
"Jadi bisakah kau menjwab pertanyaan di tengah lagu alam yang romantis ini ?" ucapnya sambil mendekat.
"Berikan aku waktu" dia tampak kecewa , tapi akhirnya menangguk
"Baiklah"
"Oh ya Jason. Apakah kau benar-benar hanya kebetulan lewat sana?"
Dia tersenyum. Dia menggelang.
"Aku selalu mengikutimu seperti bayangan. Aku selau mengikutimu pergi kemanapun bersama Stevan. Aku selalu berharap aku akan menjadi bayanganmu. Mengikutimu kemanapun itu. Aku selalu ingin bersamu. Aku ingin mengungkapkan perasaanku tapi aku terlalu pengecut. Aku terlalu pemalu. Bersamamu hingga bayangan itu hilang. Saat kita tiada, bayangan tak akan muncul bergerak lagi. "ucapnya sambil tersenyum
***
Dia mengantarku hingga sampai rumahku. Aku bertemu Stevan di sana. Jason ikut turun dan mendekatiku. Aku bersembunyi di punggung Jason.
"Mau apa kau, Stev?"
"An..."
"Pergilah, anggap itu kado ulang tahunku. Aku akan bilang ke orang tuamu jika kita tak menikah dan tak akan pernah menikah" ucapku tegas
"Kau tak bisa melakukan ini padaku An" Stevan terlihat frustasi. Dia melirik ke Jason
"Apakah kau memilih hidup dengannya An?"
Aku terdiam, Aku hanya baru memikirkan jawabannya di mobil Jason.
"Jawab An! Apakah kau memilih hidup dengannya An?"
"IYA" dengan mantap
Kini Jason dan Stevan yang terkejut. Jason tak bisa menyembunyikan senyum kebahagiannya. Dia sangata bangga dan senyum kemenangan erlihat dari pancaran wajahnya. Aku hanya bisa mendekapnya dari belakang
"HAHAHAHA...ITU TAKKAN PERNAH TERJADI.."
Stevan mengeluarkan pistol dan mengarah pada Jason. Aku langsung membalikkan tubuhku ke depan tubuh Jason.

DOR

DOR

Aku hanya bisa tersenyum sambil medekap Jason. Pandanganku mulai menggelap. Yang kudengar samar hanyalah teriakan Jason dan Stevan bersama-sama.
***
"Sayang ku mohon bangun
Sayang ku mohon kembali
Sayang ku mohon jangan tinggalkan aku
Hanya kau yang membuatku bertahan hidup
Jika kau pergi aku ikut
Aku ikut
Kumohon jangan tinggalkan aku"
Aku hanya mendengar suara Jason di ruangan putih ini.
"Ana"
Ada yang memanggilku. Seorang laki-laki paruh baya.
"Siapa anda?"
"Aku , Ayah Jason"
Aku langsung menunduk
"Aku sangat minta maaf atas apa yang ku katakan dulu pada Anda"
"Tidak. Justru itu benar. Jason tampak lebih hidup. Aku sendiri tak percaya dia sembuh total dari penyakitnya. Aku sangat berterima kasih padamu Ana"
Aku memandangnya bingung
"Kau sangat berarti baginya. Kembalilah. Dia sudah tak punya siapa-siapa di dunia. Dia hanya berharap bisa bertemu denganmu. Kembalilah"
Setelah itu. Aku membuka mataku secara perlahan. Rasanya pegal siala,dan pusing. Aku seperti tidur lama sekali. Aku menggerak-gerakkan jari-jariku. Namun, Terasa berat. Ternyata Jason mendekap jari-jariku. Aku membelai kepalanya secara lembut. Dia terbangun. Dia tampak lelah.
"Ana"
"ha.. uss" ucapku terbata-bata
Jason memberiku minum.
"Kau sudah bangun. Kau membuatku khawatir. Kau tak sadarkan diri sudah setahun. Jika kau mati... aku.. aku akan... mati ikut menyusulmu... Aku panggikan dokter ya"
Aku reflek memegang lengannya dan menggeleng. Dia menghembuskan nafas berat. Dia duduk kembali. Penampilannya berantakan. Bulu-bulu halus tumbuh di sekitar dagu kumisnya. Aku hanya membelai wajahnya dan dai mendekatkan badannya hingga aku bisa memeluknya. Pelukan hangat Pangeran bayangan.

The end

 PANGERAN BAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang