Aku hanya bisa memandang gadis itu, gadis dengan senyum tulus yang jarang kujumpai, gadis yang membuatku terpaku sejenak saat memandangnya, gadis yang menjadi inspirasi syair yang kuciptakan. Gadis yang hanya memperhatikan sekitar tanpa memperhatikan bagaimana lelaki menatap memuja padanya dan para yang wanita menatap iri padanya.
Irama, seorang komposer yang sedang terkenal namanya karena karyanya yang sangat diminati oleh para penikmat music. Pengusaha yang cukup sukses di bidang kuliner. Pemuda yang selalu menyembunyikan keberadaannya untuk menikmati dunia tenang tanpa kebisingan yang merusak syair yang telah tersusun di kepalanya. Pemuda yang lebih memilih berdiam diruangan kedap suara yang sengaja di disainnya sebagai ruang kerjanya di cafe itu daripada bertegur sapa dengan pelanggan di cafenya.
aku melihat jam tangannya 11.15 WIB senyumku makin berkembang seakan akan mendapat hadiah besar yang begitu kunanti. Lumayan jauh letak cafe milikku itu dari café pusat tempat ku berada sekarang, butuh 55 menit untuk aku sampai di café itu. Senyumku makin terkembang saat melihat gadisnya sedang berjalan ke arah cafeku tepat saat aku akan turun dari motor besarnya. aku memperhatikan setiap gerak gerik gadis itu, bagaimana dia menghindari untuk bersenggolan dengan pejalan kaki, bagaimana senyum itu terukir saat ia melihat kursi yang biasa di dudukinya kosong. Aku menghampirinya yang baru saja duduk. aku menuliskan sesuatu di note ku,
Mau makan apa...?
Aku masih bisa ngerti kamu ngomong apa, tanpa harus kamu tulis.
Nada akan Selalu seperti ini, walau marah dia akan tetap membalasnya.
Aku tau, tapi aku lebih suka seperti ini. jadi mau makan apa ?
Kayak biasa aja.
Aku langsung memanggil salah satu pelayan untuk mencatat pesanan kami.
Kamu kok jutek gitu, nanti cantiknya hilang loh.
Kenapa lebih seneng ngomong panjang lebar di note sih. aneh!!
Kenapa, ada yang salah ?
Atau kamu malu ya ! kalau – kalau aku salah jawab perkataan kamu.aku kan su..
Aku langsung mengambil note yang ada di tangannya, dan itu membuatnya terkejut. Setiap kami bertemu kami selalu bertengkar hanya karena aku lebih suka menulis apa yang aku ingin katakan daripada mengucapkannya secara lisan. Bukan karena kondisi Nada yang membuatku melakukannya, tapi karena aku ingin meninggalkan jejak di setiap pertemuan kami. aku ingin memiliki catatan disetiap kami bersama. Hingga kelak kami bisa mengenang bahkan menertawakan setiap tingkah konyol kami berdua. Tapi semua itu kusimpan rapat, cukup aku dan Pencipta-ku yang tahu. Gadis itu akan tau saat kelak kami bisa bersama melakukannya.
Note yang kupegang direbut kembali olehnya, lalu dia menuliskan kata-kata yang cukup panjang dan tentu saja cukup sulit kubaca dengan keadaan terbalik seperti sekarang. Aku hanya bisa tersenyum sambil tanganku mengelus pipinya yang chubby saat dia menunjukkan apa yang ditulisnya.
Matahari yang menghangatkan, bintang yang menunjukkan jalan dilarang menghilang dalam kesunyian. Karena aku akan beku dan tersesat jika kamu tidak muncul dan memilih berdiam. Karena aku mulai menyukai keheningan yang terasa hangat ini. J
Pesanan yang kami pesan sudah datang, dia memakan makanannya dengan lahap seperti biasa. Tidak terasa, waktu istirahat hampir habis. Dia harus segera kembali bekerja dan aku akan mengecek beberapa Kafe-ku.
Nanti aku jemput. Ingat!!! jangan kabur, ada yang ingin kutunjukkan padamu.
Ok. Bye bye Iramanya Nada.
Bye bye My Lovely Nada.
Lalu pecahlah tawa kami berdua. Nada berlalu sambil melambaikan tangannya dan tak lupa senyum tulus yang selalu diperlihatkannya padaku. Aku pun membalas lambaiannya dari atas keretaku sebelum membelah kemacetan.
***
langsung dianjut ajha ya, udah selesai juga ne naskah di lepi.. kita siapi disini, dan hari ini. apalah diriku ini #plak semoga ada yang mau ngebaca ini cerita. aaminn ya rabb biar semangat adek kakak. buat nulis cerita yang lain.
salam sayang,
dira