12.

156 15 3
                                    


Apa yang membuatmu mudah tersenyum?
Katakan, lalu akan kulakukan.

     Sore hari yang penuh dengan emosi. Sena baru saja tiba bersama sahabat-sahabatnya.

Mereka sedang duduk di ruangan tengah rumah Sena yang megah.
Nampaknya ada sedikit drama di sana.

Kay, nampak cuek bebek sekali ketika melewati depan cowok-cowok ganteng itu.
Tidak biasanya gadis cerewet itu cuek saat tahu Sena membawa Erga ke rumah.

Apalagi nih..

Malas.
Sena malas mencampuri masalah adiknya dan Erga.

Masalahnya saja masih menggunung. Dia menahan untuk tidak merecoki hubungan antara Kayana dan Erga.

Kalaupun sampai Erga berani macam-macam pada adiknya. Dia sudah mempersiapkan bogem mentah dan matang untuk sahabatnya itu.

     "Kay."

     "Hm?"

     "Bunda mana?" Sena melirik pintu kamar milik orang tuanya.

     "Arisan. Kenapa? Lo mau curhat, bang?"

Wajah Sena datar sedatar papan teriplek.
Kayana tidak berusaha mengecilkan volumenya.

Hancur sudah reputasi seorang Sena si Mr. Iceman yang ternyata doyan curhat dengan sang ibunda.

Rey dan Erga nampak berusaha menahan tawa.

Tidak menyangka saja dengan fakta baru yang mereka temukan.
Berbeda dengan Iyan yang notabene sudah tahu seluk beluk Sena.

     "Nggak."

     "Curhat sama gue deh, Sen." celetuk Rey.

     "Gue juga boleh." Erga mengerling nakal.

     Kay menghampiri Erga cepat dengan muka sebalnya. Tangannya menjewer telinga Erga. "Nggak usah sok genit. Ikut gue!"

     "Aw..aw..aw.. Bebeb atitt.."
Erga terpaksa mengikuti jejak Kay yang menarik telinganya ke taman belakang.

     "Yang keras, Kay jewerannya!" seru Rey.

     "Sampai putus!!" tambah Iyan tak kalah geli.

Erga hanya mengaduh dan mengacungkan jari tengahnya kepada Rey dan Erga yang terkikik geli.

***

     "Apa sih pake jewer-jewer segala?" Erga mengusap telinganya yang sudah memerah dan perih.

Sialan. Cantik-cantik ganas!
Tapi gue sayangg.. Batin Erga memelas.

      "Kakak apaan sih genit banget jadi orang!"

     "Genit apanya, kay-u manisku.." muka Erga sok manis.

     "Aku scroll akun media sosial kakak. Kakak suka bales komentar genit dan nggak jelas cewek cabe!"

Wah..wah.. Jeli juga ini Kayana. Niat banget pelototin akun sosial gue!

     "Enggak, Kay. Aku kasih id sama passward aku aja nanti, ya."
Tangannya mengusak pipi Kay yang putih mulus. "Asal jangan marah, ya.."

Sisi sok lembutnya mulai keluar demi menghadapi sifat Kay yang over protective.

Serah... Mana peduli gue cabe sepedes apapun udah nggak doyan! Rela gue.. Rela lepas masa playboy gue demi dia!!

***

     "Sen, gue balik bentaran deh. Rara lagi pms nih." Rey segera memakai jaketnya setelah mendapat anggukan dari Sena.

Di sana hanya tertinggal Iyan dan Sena.
Iyan hanya diam saja sedari tadi.
Dia marah pada Sena. Untuk apa sahabat jika ternyata masih suka menyimpan rahasia kecil-kecilan.

    
     "Soal Billa." Sena memecah keheningan. Iyan masih sok tak peduli. Tangannya terus memencet-mencet entah apa pada gadgetnya.

     "Kita balik lagi seperti dulu."

Sebelah alis Iyan terangkat. Namun pandangannya tidak berpindah dari layar.

     "Gue butuh lo."

Iyan melempar gadgetnya ke atas sofa empuk di sampingnya.
Kedua tangannya bersedekap di depan dada.

     "Lanjut."

Sena tahu ini. Hanya Iyan yang sebenarnya bisa berani pada Sena. Kalaupun Iyan sok takut.. Itu hanya formalitas.

Iyan ini hanya sahabat Sena yang kalau diluar sok menjadi orang konyol dan tolol. Sok takut dan sok kekanakan.

Mereka yang sudah benar-benar mengenal Iyan.
Pasti akan langsung bisa menyamakan sifatnya dengan Sena.

Dan hanya Sena yang tahu sifat asli Iyan.
Bahkan Rey dan Erga sama sekali tidak tahu. Sena yakin akan itu!

     "Soal kakek. Gue nggak bisa apa-apa."

     "Demi Billa?" Iyan melirihkan suaranya. Takut kedengaran oleh Erga.

     "Hm."

     "Lo yang mulai. Lo juga yang harus bertanggung jawab."

     "Lo bisa bantuin gue soal Kakek."

Iyan menggeleng menolak. "Gue nggak bisa. Kalau soal Billa. Gue bisa."

     "Billa?"

Iyan mengangguk mengiyakan. "Mereka yang belum tahu. Gue yang akan kasih tahu."

Sena mendelikan matanya. Gila si Iyan!

     "Lo mau buat gue mati?!"

     "Bangkai yang hanya di diamkan lama-lama akan tercium busuknya."

     "Bisa jantungan bunda gue!" emosi Sena tersulut. Tapi ia menahannya.

Ucapan Iyan ada benarnya. Rahasia itu semakin lama akan semakin membuatnya cemas sendiri.

Kalau saja ia dan Iyan tidak bertemu dengan wanita penggoda itu dulu. Sena pasti sudah adem ayem sekarang..

Jarang-jarang lo ngomong panjang lebar. Cuma bunda sama gue aja yang ngertiin lo, Sen.

***

Selamat membaca
Semoga suka,
12 Mei 2017

Nandinan—Droo

AVicennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang