Matahari baru saja muncul dari persembunyiannya menggantikan bulan yang waktu jaganya telah habis. Yang semulanya remang-remang mulai terlihat dengan jelas, sebuah tetesan air baru saja jatuh dari daun dan terus jatuh menuju ke tetesan yang sudah terkumpul akibat hujan sebelumnya. Para penghuni siang mulai keluar untuk memulai aktivitasnya. Sedangkan penghuni malam sudah terlelap di sarangnya masing-masing.
Ti~tiit ti~tiit
Jam 06.00 AM.
Itulah angka yang diperlihatkan oleh benda kecil berwarna hitam serta mengeluarkan bunyi tersebut terpasang di meja dekat tempat tidur single bed. Tiba-tiba tangan putih mulus melayang dan mematikan bunyi dari sumber suara tersebut. Masih dalam keadaan masih terbaring pemilik tangan tersebut mencoba untuk mengumpulkan nyawanya kembali setelah peristirahatan yang lama. Masih enggan untuk membuka mata, dia kemudian mencoba untuk bangun dengan tenaga yang sudah terkumpul. Setelah berhasil bangun-tak lupa dengan rambut jingga yang acak-acakan khas bangun tidur-dia kemudian mencoba membuka matanya. Memperlihatkan netra biru yang indah, yang sedari tadi bersembunyi di kelopak mata dengan bulu mata yang lentik tersebut.
Setelah merasa yakin bahwa jiwanya telah kembali bersatu dengan tubuhnya. Sang pemilik netra biru tersebut menyibakkan selimut yang sedari menyelimutinya kemudian menurunkan kakinya, dan melangkah menuju kamar mandi. Dia harus membasuh mukanya, setidaknya dia harus bangun seutuhnya untuk dapat membuat sarapan pagi bagi sang suami atau paling tidak begitulah orang-orang memandangnya sekarang.
Satu jam telah berlalu. Setelah merasa semua makanan telah tersaji dan terjamin bahwa orang yang akan memakannya termasuk dirinya tidak kekurangan gizi, kini sang istri-begitulah orang-orang memandangnya sekarang- dia kemudian merasa yakin untuk melangkah ke sebuah kamar.
Pintunya terbuat dari kayu jati berwarna coklat. Tingginya sekitar 3 meter dan lebarnya 2 meter. Setiap kali dia melihat pintu ini pasti dia akan selalu geleng-geleng kepala. Dia tak habis pikir, buat apa membuat pintu setinggi ini? Pemiliknya saja tidak sampai 2 meter. Itu baru pintu, belum lagi luas kamarnya yang hampir sama dengan luas apartemennya dulu, dan itupun di tinggali 3 orang. Yah walaupun dia menggunakan lemari sebagai tempat tidurnya. Tapi yang namanya rumah tetaplah nyaman. Atau begitulah dia menyebutnya dulu.
Dengan mengabaikan seseorang yang tengah tertidur pulas di tempat tidur king size, dia tetap berjalan menuju ke lemari atau entah bisa di sebut sebagai lemari atau tidak. Mungkin lebih cocok disebut sebagai ruangan untuk pakaian sang pemilik.
Setelah selesai memilihkan baju untuk di pakai oleh pemilik kamar tersebut, dia kemudian berjalan menuju tempat tidur.
"Oii, sadis! Bangun aru. Ini sudah pagi." Walaupun sudah berkata demikian si 'sadis' masih belum ada tanda-tanda untuk merespon walaupun sudah di guncang sedikit.
"Bakaiser???" masih belum menyerah untuk membangunkan manusia dengan rambut berwarna coklat pasir yang tetap belum merespon.
"Bocah?"
"Manusia tidak berguna?"
"Bakaiser dari planet sadis"?
"Sadis jelek"
"Putri tidur yang sadis?"
Dan segala macam panggilan yang lainnya telah disebutkan. Tapi tetap saja pemuda yang di panggil sedari tadi tidak merespon.
Habis sudah kesabaran si pembangun. Dia kemudian menarik nafas dalam-dalam. Setelah itu dia kemudian memegang selimut yang dari tadi menutupi orang yang sedang dibangunkan. Dan langsung saja menarik selimut tersebut dengan kasar
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadis to China
Teen FictionTidak harus memiliki kesamaan untuk bersama tetapi justru dari perbedaan itulah kita saling melengkapi. cinta kita bukan lahir dari adanya dirimu tetapi terlahir karena tidak adanya dirimu. Sougo dan Kagura. Sadis to Kagura. Bakaiser to Baka onna. G...