Bab 4 - Menjadi Miliknya

30 1 0
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita

Sesuai dengan janji yang diucapkan Mantis jantan itu, dia kembali datang keesokan harinya saat aku baru saja menangkap seekor jangkrik dan hendak memakannya.

Mantis jantan yang menyebalkan itu berdiri di atas salah satu dahan, menyeringai memerhatikanku dengan seksama saat aku mulai melahap sarapanku.

"Bisa kah kau berhenti memata-mataiku! Bahkan aku kesulitan menelan daging karena melihat wajahmu!" tegurku kesal menengok ke arahnya.

Tertawa kecil, Mantis jantan itu terbang rendah, memasuki daerah amanku.

"Hei! Siapa yang mengizinkan kau masuk ke rumahku!" tegurku memasang ancang-ancang siap menyerang si jantan cokelat yang tidak tahu sopan santun.

Kedua matanya berkilat puas memerhatikan reaksiku. "Anak-anak kita pasti akan menjadi yang terunggul di kaumnya," desahnya seperti bermimpi.

Jantungku berdebar cepat, malu dan tersanjung. "Dasar tidak tahu malu! Aku baru saja mengusirmu dan kau malah membayangkan hal lain!" umpatku menggerutu.

Desiran angin yang melalui sela-sela dedaunan, menciptakan siulan lembut yang menenangkan.

Mantis jantan itu malah tersenyum, menggerakkan tubuhnya yang elok, dia berkata, "Apakah kau tahu, kau terlihat amat cantik saat cemberut?"

Hatiku kecilku merasa amat tersanjung, Mantis di hadapanku terus menerus merayu juga menggodaku. Namun, aku tidak semudah itu, dia harus berusaha lebih keras untuk memperoleh persahabatan dariku.

"Berhenti menggombal dan pergi dari sini!" Kembali aku mengusirnya, menggerakkan kedua tanganku yang berduri, bersikap mengancam.

Namun, lagi-lagi Mantis keras kepala yang berusaha mendapatkanku sama sekali tidak merasa takut dengan sikapku.

Berdiri tegak, sengaja menunjukkan tubuh dan sayapnya agar aku terpikat, dia berkata, "Kau seharusnya bangga karena aku memilihmu, dibandingkan Mantis jantan lain, aku memiliki tubuh yang jauh lebih gagah dan wajah lebih elok."

Seandainya aku memiliki bola mata, aku pasti sudah memutarnya. Dasar Mantis arogan, pikirku sebal. Namun, diam-diam aku memerhatikan fisiknya dan mengakui dalam hati kalau perkataannya benar. Tubuh si perayu memang lebih besar dibandingkan saudara-saudaraku dan warna cokelat kulitnya yang mengingatkanku akan batang kayu yang harum, dia memang mempesona.

Mantis jantan itu melihat kilat tertarik pada mataku, menyeringai sombong dia kembali melangkah mendekat. "Akhirnya kau mengakui bahwa aku tampan, bukan?"

Aku segera memalingkan kepala lalu menggepakkan sayap untuk terbang menjauhinya. Tertangkap basah saat terpesona melihat dirinya, amat memalukan!

"Hei! Mau ke mana?" tanya si Pengacau itu terkejut melihatku melarikan diri.

Menoleh ke arahnya, aku berteriak, "Bukan urusanmu! Pergi sana!"

Namun, lagi-lagi dia seakan mendengar perintahku dan mengejarku.


Selanjutnya dapat dibaca di:

https://karyakarsa.com/Benitobonita/4-praying-mantis

Praying MantisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang