"Ini," Gadis cantik itu mengangsurkan tanganya memberikan sebuah kertas indah berwarna merah marun. Wajahnya bersinar sejak berjalan kearahku.
"Apa ini?" Aku menerimanya ragu-ragu.
"Undangan lah, masa iya tisu? Haha..." ia terlihat bahagia sepertinya. Sampai lelucon garingpun membuatnya tertawa. Tidak seperti biasanya? Ia selalu memusingkan lelucon garing dari kawan yang mencoba melucu padanya.
"Ehem..." Ia berdehem menyadari ekspresiku.
"Iya... iya ini undangan pernikahan gue. Datang ya?" Lanjutnya. Ia menggaruk tengkuknya yang aku yakin tak gatal, setelah merasakan aku sama sekali tidak menanggapi leluconnya itu.
"Oke, gue usahain." Ketusku, sambil menerima undangan Aku sedikit menunduk menyesal karena tingkahku benar-benar kekanakan.
"Gue, balik dulu yes... mau bagi-in sisa undangan ini ketemen-temen. By the way, elu orang pertama yang gue kasih undangan. So, jangan sampek lu gak dateng. Gue tunggu..." Sebuah ancaman Ia berikan padaku, sungguh sama sekali tidak membuatku takut.
Ia pergi begitu saja. Aku sedikit menyesal dangan tingkahku barusan, jujur aku marah padanya karena Ia tidak akan bekerja lagi setelah menikah. Rani, adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Terlihat berlebihan memang, namun dialah yang mau menerimaku apa adanya, bukan ada apanya seperti kebanyakan teman yang kuketahui. Kita berteman semenjak kuliah semester satu yang kebetulan kita adalah teman satu jurusan.
Beberapa hari lalu ia baru mengabariku bahwa dirinya akan menikah minggu depan, calon suaminya melarang untuk bekerja lagi setelah ia menikah nanti. Persahabatan kita cukup lama, dan aku sangat bersyukur saat kami diterima di kantor yang sama. Tak bisa terbayangkan bila kemudian ia tidak bekerja lagi. Lalu, dengan siapa lagi aku istirahat makan siang? Lembur bersama? Sampai metting? Bisik-bisik saat metting adalah kebiasaan kita, dan bos manapun pasti akan kesal jika mengetahui apa yang kita lakukan. Namun, selama ini bos kita tak pernah menyadari itu karena kelihaian kita. Lucu memang, tapi itulah yang terjadi. Sebuah memori ringan yang akan mengingatkanmu saat dirinya sudah tidak bersama kita lagi.
Disinilah aku sekarang seorangg diri, duduk didepan komputer. Pekerjaanku menumpuk dua kali lipat setelah keluarnya Rani dari kantor ini. Sepertinya malam ini akan lembur lagi seperti biasanya, dan tanpa Rani. Atasanku memberikan tugas Rani kepadaku sebelum kita dapat karyawan baru. Hari ini adalah hari terakhirnya setelah memberikan surat pengunduran dirinya ia membagikan undangan keseluruh karyawan dan teman-temannya. Seperti yang dikatakannya tadi aku adalah orang pertama yang ia undang. Sangat senang mendengarnya, dia sudah ku anggap sebagai adikku sendiri.
Sifat Rani memang selalu kekanak-kanakan, tapi ia sangat pemberani berbeda denganku yang pemalu ini. Masa kuliah ia menjadi banyak incaran cowok dikampus, wajar dengan wajah imut dan sifat kekanak-kanakannya cowok manapun pasti akan kepincut dengannya.
"Huft..." Aku terlalu banyak melamun dan melupakan pekerjaan banyak ini.
"Tik..tik...tik.." tanganku kembali bergerak-gerak diatas tuts keyboard melanjutkan tugas yang terlupakan sebelumnya.
"Drrt...drrt...drrt..."
Benda itu bergetar lagi, perasaan mulai tak enak. Semoga saja bukan...
Tangan yang bergetar malah menggeser layar untuk menerima panggilannya. "Hallo Assalamu'allaikum nak," panggilan tersambung.
"Wa'alaikumsalam, Iya Bu. Ara lagi kerja nih Buk, nanti Ara telfon lagi kalo sudah sampek kost."
"Tut..tut..." sambungan putus.
Lagi. Ibu selalu mencemaskanku karena selalu lembur, takut sakit katanya. Padahal aku tidak selemah itu, buktinya sampai saat ini aku sehat-sehat saja meski hampir tiap malam aku lembur dari pagi dan pulang pukul 7 malam. Terlihat tidak manusiawi dengan jam kerja yang sangat panjang, namun inilah tugas. Bekerja di bidang desain majalah memang sangat melelahkan, tetapi juga menyenangkan. Mungkin aku memang tidak terlalu terbuka dengan orang baru disekitarku, namun aku meraskan rasa kekeluargaan disini. Bahkan, ketika aku acuh-tak acuh, mereka tetap ramah padaku. Tidak seperti Rani yang membaur, aku memang lebih penutup di Tim kita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Umbrella
RomanceSeorang gadis berusia 25 tahun yang tidak pernah merasakan rasanya memiliki hubungan dengan seorang pria. Tiba-tiba ingin merasakan suatu hubungan yang didasari cinta seperti yang sahabatnya telah dapatkan di dalam pernikahannya. Namun, pribadi yan...