5

3K 284 21
                                    

Jam kosong memang kesenangan bagi siswa. Tanpa ada guru di depan kelas membuat mereka bebas melakukan apa pun sesuka mereka.

Reon mengumpat begitu kakinya tersandung kaki Raffael. Berbagai macam makian terlontar di mulutnya sedangkan pelaku malah terbahak di tempatnya.

"Apa yang kau pikirkan ?" tanya Raffael.

Reon menggedikkan bahunya acuh kemudian duduk di bingkai jendela yang cukup rendah. Menatap ke bawah yang ramai oleh anak yang sedang berolahraga.

Rautnya nampak tidak senang. dahinya berkerut begitu melihat sepasang insan di bawah sedang berdua. Rautnya keruh.

Apa apaan ?

"Turnamen 2 minggu lagi. Jeff tak bisa main karena study tour di Singapur. Bagaimana menurutmu ?" tanya Raffael.

Reon tak menjawab, matanya setia memandang ke bawah. Tapi diam diam ia berpikir.

"Mungkin Mia tahu siapa yang cocok untuk menggantikan Jeff."

Reon bangkit dari posisinya. Mengabaikan Raffael yang menatapnya menganga begitu pemuda itu melewatinya tanpa mengatakan apapun.

Reon keluar, mencegat seseorang yang melewati kelasnya. Mengantongi tangannya dengan arogan.

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan Aqeela ?" tanyanya dingin.

Aqeela bungkam dengan dahi mengernyit. Ia menelengkan kepalanya. "Apa maksud kakak ?" tanyanya.

Reon berdecih. "Aku tak bodoh. Apa tujuanmu mendekati Leo ? Pasti ada maksud lain, kan ?"

Aqeela lagi lagi bungkam. "Aku tak punya maksud apapun. Aku hanya ingin berteman dengannya. Kakak tidak bisa menuduhku seperti itu." katanya protes.

"Aku tahu seperti apa kau Aqeela. Jangan coba coba mendekati Leo. Jangan coba coba untuk meracuninya."

"Kalau begitu kenapa tidak Kakak beritahu saja yang sebenarnya pada Kak Leo ?" tantang Aqeela dengan wajah pias.

Reon mengatupkan rahangnya. Sekarang gilirannya yang bungkam. Diam diam emosi berkumpul di ubun ubun.

"Tuh kan. Kakak tidak bisa, kan ? Jadi Kakak tidak bisa melarang Qeela dekat dengan siapa pun." katanya ketus. Lalu beranjak meninggalkan Reon.

Tangan Reon mengepal di dalam saku celananya. Jelas Aqeela bukan orang yang baik untuk berteman dengan Leo.

Bukan.

Aqeela sebenarnya gadis yang baik, hanya saja ada satu hal yang membuat itu tertutupi.

Sial—

"Ada apa ?" Reon menoleh. Menemukan Raffael dengan wajah kesal padanya.

Reon menarik napas panjang untuk meredakan emosinya. "Aku tahu siapa yang akan menggantikan Jeff." katanya.

***

Leo menganga. Menatap pria di depannya. "Apa Anda serius ?" tanyanya.

Pelatih itu tersenyum. "Iya. Hanya kau yang terbaik untuk masuk tim ini. Berjuanglah." katanya menepuk bahu Leo kemudian beranjak pergi meninggalkan Leo yang berbinar.

Ia senang bukan main saat pelatih memintanya untuk menggantikan Jeff di tim inti. Ia pikir tak ada lagi harapannya untuk menjadi pemain basket handal. Tapi sebuah keberuntungan menghampirinya.

"Kau senang ?" Leo terperanjat. Sontak menoleh menemukan Reon di belakangnya.

Leo merubah rautnya. "Ada apa ?" tanyanya.

Reon tak menjawab. Malah menatap lekat dirinya yang justru membuatnya risih. Jadi ia memutuskan untuk pergi.

Belum sempat dua langkah, tangannya dicekal kuat. Lalu di tarik hingga dekat dengan Reon. Mata Leo membola. Jantungnya berdebar keras tanpa ia inginkan.

The TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang