Sang Pengecut
Malam ini terasa sunyi. Yang terdengar hanyalah suara kipas di kamar kosku. Mencoba melawan panas yang membungkus kota pahlawan. Badanku kurebahkan di atas ranjang reot dengan kasur kapuk yabg mulai menipis. Hanya ini yang mampu aku sewa. Meski aku bisa mendapat yang lebih baik, tapi aku terlalu malas untuk pindah dari kosan yang aku huni sejak aku menjadi mahasiswa baru. Tidak besar memang tapi aku sudah terbiasa di sini. Sunyinya malam di kamar kosku membuatku terkenang akan masa lalu. Tentang seseorang yang namanya pernah tepatri di dalam hatiku. Berapa tahun? Hampir 6 tahun. Ya hampir enam tahun aku menyukainya. Entah kenapa aku menyukainya. Aku sendiri tidak tahu tentang hal itu. Yang jelas waktu itu bulan pertama ketika aku masih kelas X dia hadir mimpiku. Awalnya aku menpis rasa penasaran yang muncul. Mungkin saja itu muncul hanya karena dia teman sekelasku. Bisa saja seperti itu bukan? Kau bisa saja memimpikan seseorang. Bahkan seseorang yang baru kau temui tadi pagi bisa jadi muncul dalam mimpimu malam ini. Jadi aku tidak lagi memikirkan dirimu yang hadir dalam mimpiku. Namun, kenapa ketika aku bertemu denganmu aku selalu teringat akan mimpi itu. Bahkan ketika tidak denganmu pun aku mulai memikirkan mimpi itu juga tentang dirimu. Aku tahu kau mempunyai beberapa sifat buruk. Bahkan beberapa temanku terang-terangan mengatakan rasa tidak sukanya pada dirimu. Entah kenapa hatiku selalu menyangkal bahwa itu dirimu. Tapi aku tidak bisa mengatakan hal itu di depan teman-temanku. Aku tidak mau mereka menjauhiku hanya karena masalah sepele. Semua itu membuatku berpikir. Apakah aku suka dengan dirimu? Bahkan ketika kita tidak sekelas saja aku sering memikirkanmu. Kita memang jarang berkomunikasi tapi sekali kau mengirim pesan padaku entah mengapa jantung ini berdebar dua kali lebih cepat. Benarkah aku menyukaimu? Bahkan ketika kita sudah lulus dan berbeda universitas pun aku masih memikirkanmu. Suatu waktu kita dipertemukan lagi di acara expo kampus di SMA kita. Lagi-lagi jantungku berdetak lebih cepat hanya karena melihat dirimu. Waktu itu kau mengajakku berfoto di photo booth yang telah disediakan. Namun aku menolak. Hanya karena aku sedang bersama temanku menuju kantin. Aku menolak hanya karena aku tidak ingin terlihat dekat denganmu. Pernah sekali kau menelfonku malam-malam. Menanyakan kembali dimana letak rumahku. Tahukah kau, saat itu rasanya sedang melayang. Jutaan kupu-kupu tengah menggelitiki perutku. Dan dengan setianya jantung ini berdebar dua kali lebih cepat. Hanya karena obralan kecil itu aku merasa bahagia. Hari itu aku berharap kau akan sering menghubungiku. Namun itu hanya harapanku bukan? Sekarang sudah enam tahun. Tapi kenapa ketika sedang sendiri aku sering teringat akan dirimu. Ingat saat kita SMA kau pernah memboncengiku dengan aku yang menahan debaran jantungku agar kau tidak mendengarnya. Ingat akan senyummu yang menenangkan. Cara bicaramu yang cepat. Semua tentangmu. Apakah ini cinta? Aku terkadang bertanya pada diriku sendiri. Apakah tindakan yang aku lakukan dulu adalah salah? Bagaimana jika aku tetap membelamu dulu? Bagaimana jika aku mengabulkan permintaanmu untuk berfoto bersama? Bagaimana jika aku memilki keberanian untuk lebih dekat denganmu? Mungkin aku tidak seperti sekarang. Mungkin kita akan lebih dekat entah dalam hubungan bernama apa. Tapi semua hanya berawal dari kata bagaimana jika dan mungkin. Semua hanya angan. Semua ini karena aku seorang pengecut.