Marta Diah FahmaHari ini adalah hari yang paling indah dan paling istimewa untuk para gadis yang akan segera menempuh hidup barunya bersama calon suaminya.
Saat ini aku benar-benar tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya diriku ini yang duduk dipelaminan bersama lelaki —bertubuh atletis, tinggi dan berparas lumayan tampan—yang kedua orangtuaku jodohkan untukku. Meskipun aku tidak memiliki sedikitpun perasaan padanya. Tapi entahlah. Jantungku berdebar tak beraturan. Keningku terus meneteskan keringat dingin dan membuat make-up ku sedikit luntur. Telapak tanganku juga lembab karena keringat. Tanganku pun ikut gemetar saat mendengarkan semua perkataan yang di lontarkan penghulu kepada lelaki di sampingku ini.
" Saya terima nikahnya Marta Diah Fahma binti Muhammad Fahri dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai. " ucapnya dengan lancar dan penuh percaya diri sambil menggenggam tangan penghulu dihadapannya.
" Gimana? Sah? " tanya penghulu itu kepada saksi
" Sah !! " saut mereka bersamaan. Senyuman pun merekah di bibirku. Rasanya aku tidak berani bertatapan langsung dengan lelaki yang sudah sah menjadi suamiku sekarang.
Kami pun berdoa yang dipimpin oleh ustad yang mengisi acara istimewaku ini.
Setelah acara ijab qobul, aku dan suamiku langsung pergi meninggalkan gedung pernikahan yang ku sewa tadi.
Ya, aku tidak mengadakan pesta atau apapun itu untuk merayakan pernikahan kami. Ada alasan dibalik itu. Dia. Suamiku memang sudah mengatakan bahwa beberapa jam setelah acara ijab qobul, dia ada pekerjaan yang sangat penting dan tidak bisa ditunda.
Dia juga menyuruhku untuk ikut bersamanya, karena dia akan memperkenalkanku dengan teman-teman kantornya.
Usia aku dan suamiku dibilang masih cukup muda untuk menikah dan menjalin hubungan seserius ini. Usiaku baru 18 tahun sedangkan dia 21 tahun.
Awalnya aku masih ragu untuk menjadi seorang istri pengusaha muda yang kaya raya ini. Tapi orangtuaku meyakinkanku menikah dengannya. Karena melihat kondisi keluargaku yang serba kekurangan, aku pun menyetujui kemauan akn hal ini.
Bukan aku memanfaatkan lelaki kaya raya untuk mendapatkan uang banyak atau berlimpah lalu memberikannya kepada kedua orangtuaku. Tidak. Aku bukan wanita matre, yang hanya melihat sesuatu dari hartanya saja. Ada dua alasan yang membuatku setuju untuk menikah walau usiaku masih muda.
Alasan pertama. Lelaki yang menikahi ku ini terlihat baik, ramah dan pengertian. Itu sudah terlihat selama 2 bulan perkenalan kami. Dia juga sangat perhatian kepada mamaku terutama kepada mamanya sendiri.
Dia tidak membiarkan mamanya kelelahan saat melakukan aktivitas hariannya. Dia juga selalu mengingatkan kepada mamaku dan mamanya untuk minum obat jika merasa sakit. Dia juga tidak membiarkan mamanya kehujanan saat berada diluar rumah. Dan masih banyak lagi, perilaku baiknya terhadap orang yang lebih tua darinya.
Maka dari itu, aku mau menikah dengannya. Karena aku tau seorang lelaki yang menyayangi ibunya dia juga pasti akan mencintai istrinya dan menjaganya sama seperti melindungi ibunya sendiri.
Alasan kedua. Aku hanya ingin meringankan beban hidup kedua orangtuaku saja. Selama ini dari adik keduaku kecil, kehidupan keluargaku tidak seindah dan semewah dulu. Hidup kami selama bertahun-tahun ini serba berkecukupan atau kadang serba kekurangan.
Aku kasihan melihat ayahku banting tulang untuk menghidupi keluarga dan mamaku selalu mencari hutangan ke sana kemari saat ayahku tidak memiliki uang sepeserpun.
Dan mungkin jika aku menikah dan menjalani kehidupan bersama keluargaku yang baru, beban ayah dan mama sedikit berkurang.
Aku tidak akan melupakan jasa mereka berdua, aku akan bantu bekerja walau cuman sebagai pembantu rumah tangga. Aku tidak mau meminta uang kepada suamiku, Jonathan, untuk membantuku dan keluargaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
People Change
RomanceRomance/Humor/Psikopat Seorang gadis sederhana yang dinikahkan oleh orangtuanya dengan pria tampan kaya raya dan pengusaha muda sukses di usianya yang bisa dibilang masih muda, 18 thn. Sedangkan suaminya baru berusia 21 tahun. Gadis itu bernama Mar...