Chapter 1 - Awal

446 22 19
                                    

Setiap manusia pasti punya ceritanya sendiri. Entah itu cerita yang rumit atau cerita sederhana  dengan segala kenangan yang tak pernah berujung.

Cerita ini bukanlah sebuah opera sabun yang biasa di tayangkan saat commercial break dengan segala kebohongannya. Ini hanyalah sebuah kisah cinta biasa dari seorang anak remaja.

Mengalami masa sulit yang terus menunggu. Dan hanya ingin melaluinya dengan segala keindahan yang tercipta di dunia ini.

Ia tak pernah menyadari apa itu arti sesungguhnya dari kehidupan. Dan ia tak pernah menyangka hidupnya akan terusik oleh dirimu.

Hidup ini membutuhkan sebuah perjuangan hebat  dalam mengatasi setiap kesulitan. Dan  dalam kehidupannya sudah terlalu banyak perjungan yang dihadapi. Jadi, tak bisakah sekarang ia bahagia dengan segala kekurangan yang ia punya.

Riana pov

Hai semua...

Perkenalkan namaku adalah Riana Fransesca. Sekarang aku tengah menginjak bangku Sekolah Menengah Atas kelas XII IPA 3. SMA ku terletak di salah satu daerah Provinsi Sumatra Barat, Padang. Aku mempunyai seorang adik bernama Aldian Mulya Chaniago. Kunyuk satu itu baru berusia 9 tahun yang artinya masih duduk di kelas 4 SD.

Yah, usianya masih sangat muda namun kelakuannya bak anak SMP kelas 3 yang nakal dan punya banyak rasa ingin tahu. Namun, biar bagaimanpun dia tetaplah satu-satunya adik yang paling aku sayangi.

Tik..tik..tik

Ah.. Rintik Hujan..  aku tersenyum melihatnya. Kegiatanku sedikit terusik karena rinai hujan yang mulai turun. Aku mulai mendekati jendela, mencoba melihat kearah luar. Dan aku memperhatikan banyak orang tengah berlari menghindari rintikkan hujan.

Hujan...

Entah mengapa aku begitu menyukainya.

Hmm... Menyukai aromanya, juga hawa dingin yang tercipta karena kehadirannya. Di saat semua orang berusaha untuk menghindarinya, akan selalu ada aku yang berdiam diri merasakkannya membasahi setiap inci dari tubuhku.

Hawa dingin yang tercipta, sedikit mengusikku untuk berangkat ke sekolah pagi ini. Aku menoleh ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.15 pagi. Yah, di cuaca dingin begini menimbulkan rasa malas berlebih untuk tidak berangkat ke sekolah.

Tapi hal itu ternyata tak cukup mampu menghalangiku berangkat sekolah. Karena aku mendengar ayah tengah menghidupkan mesin mobilnya. Hah... tak bisakah aku hanya berdiam diri di rumah barang satu hari hanya untuk menikmati bermain air hujan atau sekedar menikmati suasananya.

“Riana..” Aku mendengar ayah memanggilku. Aku bergegas merapikan diri dan segera keluar dari kamar hangat ini.

“Iya, ayah. Aku sudah siap.” Jawabku saat sampai di meja makan.

“Loh, Aldi mana?” ibuku meletakkan nasi goreng khas padang di atas meja makan. “Biasanya dia duluan di meja makan.” Aku menoleh ke sekitar untuk menemukannya dan hasilnya nihil.

“Kenapa? Kakak kangen ya sama Aldi?” ia mengatakan dengan tampang tengilnya itu. Aku mengernyit membentuk sebuah sudut siku. “Diem Pendek.”

Lalu, tak menunggu waktu lama nasi goreng yang malang itupun lenyap dari pandangan mata. Masakkan ibuku memang nomor satu. J

“Berangkat sekarang ya, Nak.” Melihat kami selesai Ayah pamit pada Ibu dan langsung menuju mobil. Aku dan Aldi mengikuti Ayah masuk ke dalam mobil. Jarak yang tidak jauh dan searah dengan sekolahku membuat kami berdua pergi bersama setiap pagi.

15 menit telah berlalu.  

Aku dan Ayah kini sedang berada di dalam mobil. Aldi sudah turun sejak beberapa menit yang lalu. Tepat seperti dugaanku, hujan yang turun menimbulkan kemacetan parah. Penyebanya tak lain karena terlalu banyaknya kendaraan roda empat yang berada di jalanan.

“Ayah, Ana jalan kaki saja ya... 10 menit juga pasti sampai.” Aku bersiap mengeluarkan payung dari tas sekolahku. “Ya, sudah. Hati-hati ya nak.” Aku mencium tangan ayahku kemudian keluar dari mobil yang sudah berusia sama dengan adikku ini.

Aku melambaikan tangan sekilas ke arah ayahku. Lalu, berbalik dan siap melangkahkan kaki ke arah SMAN 3 Koto Panjang.

Aku tersenyum sepanjang jalan hingga...

Cipratttt.. Brrmmm...

Ah. Sial. Bajuku kena cipratan air hujan. Dalam hati aku mengumpat ke arah pengendara motor itu, semua isi kebun binatang keluar dari mulutku.

Ternyata motor itu berhenti. Aku bersiap akan mengomelinya ketika sang pengendara tersebut turun dari motornya. Tapi, aku terdiam sesaat...

‘Sial.’ Aku mengumpat dalam batinku.

“Ehm, maaf aku tak sengaja.” Sang pengendara begender lelaki itu meminta maaf kepadaku.

Aku mengangguk sambil tersenyum canggung ke arahnya. ‘Kenapa harus dia?’ Kata itu terus keluar dari kepalaku.

“Yah, tak masalah.” Aku menjawab sambil mengomel dalam diriku. ‘Mati kutu kan jadinya..’

Dia pergi begitu saja dengan motornya. Meninggalkanku yang masih diam terpaku menatapnya. Aku melanjutkan langkahku yang sempat tertunda.

Namanya adalah Dirga Putra Mayasya. Dia adalah salah satu murid terpintar di sekolah. Ia berada di kelas XII IPA 1. Prestasi yang diraihnya pun tidak sedikit. Tapi, masalahnya adalah dia terlalu pendiam dan tak banyak bergaul. Hal ini membuatnya sedikit kesulitan di bidang sosialisasi.

Orang tuanya? Aku tak terlalu tahu dengan keluarganya. Tapi satu hal yang aku tahu bahwa ibunya telah tiada.

Kenapa aku bisa tahu? Yah, apalagi kalau bukan karena aku telah menjadi stalkernya selama 3 tahun ini.

Aku menyipitkan mataku kemudian melihat ke arah kejauhan dan terlihat gerbang sekolah yang lumayan besar....

Teng...teng..teng...

Aku melihat arlojiku. Oh, Shit!

Jam 7 pas.

Ah, terlalu banyak yang kupikirkan. Aku jalan telalu lama... Dan akhirnya sekarang, aku harus lari secepat yang aku bisa sebelum gerbang sekolah ditutup.

Persetan payungnya akan rusak... Sekarang yang bisa kulakukan adalah berlari sekencang-kencangnya.

Akhirnya lolos. Berhasil masuk tanpa harus di hukum. (ketawa nista)

Dan aku menoleh ke belakang melihat beberapa murid di hukum setelah aku melewati gerbang.

.

.

Aku memasuki kelas dengan nafas tersengal. Berlari secepat yang aku bisa.

“Maaf saya ter-“ aku melihat seisi kelas yang sedang mengobrol dengan santai.”Loh, tumben guru killer itu belum masuk. Dia terlambat?”aku meletakkan tasku di atas bangku.

“Gurunya bukan terlambat.” Devi sahabatku yang berambut panjang menjelaskan padaku.”Tapi, beliau tidak bisa masuk karena ada urusan mendadak.”

Aku terdiam menarik sudut bibirku perlahan. Menahan sebuah senyuman,“Dini ke mana?” Aku bertanya padanya mencari satu lagi sahabat baikku. “Dia sedang ke toilet.” Devi menjawabnya dengan singkat.

”Kalau begitu temani aku ganti baju ya.” Aku berkata dengan senyum ringan menghadap ke arahnya.

“Loh, untuk apa?” aku menunjukkan bekas cipratan tadi kearah Devi.

“Kenapa itu?” Aku hanya nyengir. “Disiram seseorang pakai air comberan saat sedang berjalan ke sini.”

“Yakin disiram?” dia menyipitkan sebelah matanya. “Yah, enggaklah. Orang tadi kena cipratan.” Aku melebarkan senyumku menatapnya.
__________________________________________________

Jangan lupa vomment and follow yahh...
Biar di lanjut jadilah pembaca yang baik..
(p.s: Don't be a silent reader ya..)

Tangisan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang