Diva Nadia : Penyesalan Tiada Akhir

128 3 0
                                    


Mungkin jika aku tak terbaring lemah seperti ini dia tak akan pernah menemuiku lagi. Dia, Gradivo Hutama. Sahabat kecilku , teman sekawanku, kawan sehidup-sematiku sekaligus cinta pertamaku. Bahkan sampai saat ini hanya dialah satu-satunya pria yang menghuni hatiku.

Ironisnya, Divo tak pernah tahu bahwa aku memiliki rasa lebih padanya.

Kami selalu bersama bahkan sejak kami baru bisa menapaki tanah. Rumah Divo yang hanya berjarak sejengkal dari rumahku membuat kebersamaan kami tak terpisahkan.

Tapi itu dulu, sebelum kami masuk perguruan tinggi.

Harus kuakui Divo memang sangat tampan. Apalagi ditambah tubuh hasil nge-gym yang pasti bikin para perempuan langsung jelalatan. Tapi Divo bukanlah playboy. Divo selalu bisa menjaga hatiku. Bahkan di saat-saat kencannya, Divo selalu menyempatkan diri untuk bertukar kata denganku.

Tak jarang banyak perempuan yang tak menyukaiku. Bahkan akulah yang menjadi alasan putus para kekasih Divo. Karena Divo selalu mementingkan diriku di atas apapun.

Ini semua bukan karena perintah nenekku yang galak. Semua itu murni dari rasa kasih sayang kami yang terjalin bertahun-tahun.

Tapi kini, rasa kasih sayang antara adik-kakak itu berubah. Menjadi cinta antara perempuan dan laki-laki. Divo, seperti laki-laki muda lainnya. Tak begitu menyadari perubahan perasaanku . Yang tergolong perempuan terdekat selain mamanya.

Aku mulai benar-benar menyadari perasaanku ini di saat yang sangat tidak tepat. Divo yang baru memasuki perguruan tinggi adalah sasaran empuk para senior termasuk Shehan, wanita keturunan cantik dengan postur aduhai idaman para pria.

Pendekatan gila-gilaan para senior genit itu membuatku gerah. Apalagi si Shehan yang juga ikut-ikutan. Mereka bahkan dengan secara terbuka menggoda Divo . entah itu di sosmed atau bahkan di dunia nyata. Semua tugas mahasiswa baru dan PeDeKaTe dari para senior mulai menyita perhatian dan kebersamaan kami. Apalagi jurusan yang kuambil berbeda dengan Divo.

Dan semenjak itu kami tak pernah lagi bersama.

Setelah kudengar bahwa Divo dan Shehan berkencan. Divo bahkan tak pernah lagi menyapaku ataupun berceloteh ria melalui sosmed dengan ku.

Semua hal itu membuatku resah.

Bahkan , aku masih ingat. Ketika pertama kalinya kami bertatap muka setelah tiga bulan lamanya tak berjumpa . Divo mengacuhkanku dan malah memamerkan kemesraannya dengan Shehan.

Jelas hal itu membuat hatiku hancur

Dan di saat itulah aku menyadari , bahwa aku tak ingin kehilangan Divo. Aku tak ingin dia bersama wanita lain dan aku ingin Divo hanya melihatku seorang.

Aku mencintai Divo.

Namun , semua telah terlambat. Aku tak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengutarakan perasaanku. Karena Divo sudah berbahagia dengan Shehan.

Divo yang memilih mengekos dekat kampus. Dan aku yang masih setia tinggal bersama nenek. Makin membuat hubungan kami kian merenggang.

Aku pernah curhat dengan nenek tentang hal ini. Tapi nenek dengan sabar menasehatiku bahwa jika kami benar-benar berjodoh maka Tuhan akan selalu memberikan kemudahan.

Hal itulah yang selalu kupegang hingga saat ini.

Di detik-detik terakhir hidupku.

Divo langsung pergi ke rumah sakit begitu mengetahui kalau aku akan di operasi.

Dia bahkan tak peduli bahwa saat itu sedang diadakan ujian semester

Ya, sekarang kami sudah semester 7 . satu langkah lagi menuju kelulusan.

Tapi apa daya, aku justru malah terbujur lemah di sini.

Di ranjang rumah sakit yang dingin.

Tak peduli seberapa mewah fasilitas yang diberikan oleh rumah sakit tetap saja tak bisa mengurangi rasa sakit yang kumiliki.

" Diva , maafkan aku. Aku benar-benar tak tahu kalau kau begini. Aku minta maaf, aku minta maaf karena baru bisa datang sekarang" Divo meminta maaf dengan penuh penyesalan. Aku yakin dia pasti baru datang terlihat dari nafasnya yang terengah-engah.

" Diva ... " Divo menggenggam tanganku. Aku bingung harus menjawab apa. Masih terbayang rasa sakit ketika Divo selalu menghindariku dan berpaling kepada Shehan.

" Diva , please . Maafkan aku oke? Setelah ini aku janji akan selalu menemanimu . Kita akan pergi kemanapun kau mau. Kau mau pergi ke taman bermain? pantai? Atau ke puncak? Kita akan bertamasya semaumu. Tapi janji sama aku. Diva harus sembuh,please? " aku tergugu mendengarnya.

" Aku janji kita akan menghabiskan waktu bersama lagi " Divo juga mulai menitikan air mata

" Menggantikan waktu kita yang terbuang dulu " kami berdua menangis bersama

" Kalau kau mau " Divo menarik nafas

" Kalu kau mau aku akan memutuskan Shehan " Divo menatapku penuh keyakinan genggamannya mengerat.

" Dan kita akan kembali seperti dulu . Bersama lagi sampai kapanpun kau mau " aku hanya bisa tersedu-sedu mendengarnya. Aku tak tahu apa yang membuatnya menjadi seperti ini. Tapi jujur aku senang mendengarnya. Itu artinya aku masih memiliki kesempatan untuk mengutarakan perasaanku.

" Divo .. " aku bangun untuk memeluknya. Aku sudah tak tahu apalagi yang harus kukatakan. Ini semua salah. Inilah yang kuharapkan tapi hati kecilku merasa seperti ada sesuatu yang salah.

" Divoo !!! " aku menangis meraung-raung . Entah darimana kekuatan yang kudapatkan. Aku mengeratkan pelukanku. Seoalah-olah inilah saat terakhir kami.

" Diva " kami berpelukan seolah-olah inilah saat terakhir kami.

***

Daun-daun berguguran, terbang mengikuti arah laju angin. Membawa tangisan duka cita dari para manusia yang merana. Di hari yang kelabu ini semua kerabat berkumpul. Meratapi kepergian sang terkasih . Mengantarnya menuju pembaringan terakhir .

Ditengah-tengah kerumunan manusia terdapatlah sebuah peristirahatan terakhir untuk yang tersayang.

Diva Nadia.  

Diva Nadia : Penyesalan Tiada AkhirWhere stories live. Discover now