Part 1

14 4 0
                                    

Aku bertemu dengannya pertama kali di suatu hari di bulan Desember dengan aroma tanah yang basah karena hujan. Hari itu aku baru saja pulang kuliah dan akan berjalan menuju kamar kos saat hujan tiba-tiba saja turun dengan deras, memerangkapku di gedung kampus yang mulai sepi. Sepi karena saat itu sore hari menjelang maghrib.

Aku takut, tentu saja. Perempuan mana yang tidak takut menunggu hujan sendirian, di gedung kampus yang minim orang untuk menemaniku hingga hujan reda. Oh, mungkin hanya perempuan mandiri yang telah terbiasa melakukan semuanya sendiri serta berjiwa tangguh yang bisa melakukan itu. Tapi sayangnya aku bukanlah tipe perempuan seperti itu. Meskipun aku tidak bisa disebut manja juga, lebih tepatnya aku tidak mau disebut manja.

Intinya, hari itu aku sangat butuh seorang teman. Siapapun itu asalkan bisa menjadi teman mengobrol sembari menyaksikan ribuan atau bahkan jutaan liter air yang ditumpahkan awan ke bumi, menghapus segala rasa panas dan gerah yang dirasakan sepanjang hari. Aku tidak peduli jika yang menemaniku adalah pak satpam, asalkan aku ada teman, itu sudah cukup.

Aku berdiri di teras lobi kampus sembari mengetuk-ngetukkan kakiku di lantai keramik, gelisah karena hujan tidak segera reda padahal hari sudah mulai malam. Aku mengutuki diriku sendiri yang teledor karena tidak membawa payung padahal sudah jelas ini adalah masa dimana hujan akan turun dengan tiba-tiba, tidak peduli itu siang atau malam.

Ketika akhirnya hujan deras tadi telah berganti menjadi rintik-rintik kecil, dan aku bersiap untuk menerobos hujan karena sudah tidak tahan berada di kampus sendirian sekaligus karena sudah lapar, tiba-tiba kehadiran seorang laki-laki yang memiliki tinggi hampir sama denganku mengalihkan perhatianku, membuatku urung untuk pergi menembus hujan.

Bagaimana aku tidak memperhatikannya—atau lebih tepatnya tertarik untuk memperhatikannya—kalau laki-laki yang tidak aku ketahui berasal dari mana itu berdiri dengan coolnya sembari menenteng payung merah berukuran sedang di tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegangi tas punggung yang digendongnya di sebelah bahu. Aku sempat berpikir bahwa laki-laki itu sedang melakukan pemotretan, tapi ku enyahkan pemikiran gila itu saat sadar tidak ada orang yang membawa kamera di sekitarnya.

Detik berikutnya, laki-laki itu menatapku. Itu terjadi begitu cepat hingga aku tidak sadar kalau laki-laki itu menatapku dengan tatapan tajam yang membuat jantungku hampir jatuh ke perut. Kenapa sih dia menatapku seperti itu? gumamku dalam hati.

Tidak cukup sampai di situ, karena kemudian laki-laki itu berjalan menghampiriku, langkahnya mantap hingga aku takut sendiri kalau saja dia akan menerkamku. Tindakannya sama persis seperti harimau yang mengincar kelinci lemah. Memangnya harimau makan kelinci? Entahlah. Aku hanya memikirkan perumpamaan yang sekiranya cocok dengan situasiku saat itu. Intinya aku ketakutan.

Alih-alih menerkamku, rupanya laki-laki itu justru menawarkan payung merahnya untukku. Jika kamu pikir aku berbohong, tidak. Aku sama sekali tidak berbohong, apalagi berimajinasi laki-laki itu sengaja mendekatiku. Di teras lobi itu hanya ada aku dan laki-laki itu. Laki-laki yang bahkan tidak aku ketahui siapa namanya.

"Tidak usah repot-repot. Sebentar lagi juga hujannya pasti reda," tolakku halus saat laki-laki itu sama sekali tidak bersuara, tersenyum saja tidak. Aku mulai heran kenapa dia bisa-bisanya bersikap dingin seperti ini pada orang yang ingin ditolongnya. Sebenarnya dia niat meminjamkan payungnya tidak sih?

"Aku tahu kamu ingin segera pulang. Bawa saja daripada kamu kehujanan," akhirnya laki-laki itu bersuara. Dan aku berani bersumpah, ada sensasi aneh yang aku rasakan saat aku mendengar suaranya untuk pertama kalinya. Seperti apa ya? Mungkin rasanya akan seperti es batu yang telah lama kamu diamkan di luar kulkas. Akhirnya es itu akan meleleh. Seperti itulah yang aku rasakan saat laki-laki itu berbicara kepadaku. Suaranya begitu indah, jenis suara yang pasti cocok untuk menjadi seorang penyanyi. Apa jangan-jangan laki-laki itu penyanyi ya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Cup of Tea in the Rain || SVT || HoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang