Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Soh Sim Kiam
Karya : Chin Yung
Saduran Gan KL
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http:// http://dewikz.byethost22.com/
Tok .... Tak-tok... tok trok tok ... taaak!
Begitulah bunyi serentetan beradunya dua batang kayu, terkadang berhenti agak lama,
menyusul lantas berbunyi pula dengan cepat.
Tempat itu adalah sebuah kampung Moa-keh-po diluar kota Wan-ling di wilayah propinsi Ouwlam
barat. Didepan tiga buah gubuk yang berderetan itu ada seorang kakek sedang menganyam
sepatu rumput. Terkadang dia mendongak mengikuti pertarungan antara sepasang muda-mudi
dilapangan jemuran padi sana.
Usia kakek itu kira kira setengah abad namun mukanya sudah penuh keriput, rambutnya lebih
separuh sudah ubanan, suatu tanda banyak penderitaan pejuangan hidup. Tapi waktu itu tampak
dia mengulum senyum, ia puas terhadap pertandingan pedang sepasang muda-mudi itu.
Pemudi yang sedang bertanding itu berumur antara 17-18 tahun berwajah bundar, bermata
jeli. Keringatnya sudah membasahi keningnya dan mengucur pula kepipinya. Ketika ia mengusap
keringat dengan lengan bajunya, makin cantiklah tampaknya gadis itu.
Adapun usia pemuda itu lebih tua dua-tiga tahun daripada si gadis. Berperawakan jangkung,
kulitnya hitam, tulang pipinya agak menonyol, tangan kasar, kaki besar, itulah ciri ciri khas anak
petani.Pedang kayu yang dimainkannya itu tampil sangat cepat dan lincah.
Sekonyong-konyong pedang kayu pemuda itu menabas dari atas pundak kiri miring kebawah.
Menyusul tanpa menoleh pedangnya berputar dan menusuk kebelakang. Namun si gadis sempat
menghindar dengan mendekan kepalanya, habis itu iapun membalas menusuk beberapa kali.
Mendadak pemuda itu mundur dua tindak, habis itu ia bersuit panyang sekali, pedangnya
berputar, cepat ia menebas ke kanan dan kekiri beruntun-runtun tiga kali.
Karena kewalahan, tiba tiba si gadis itu menarik pedangnya dan berdiri tegak tanpa menangkis,
bahkan omelnya: "Baiklah anggap kau lihay, sudah boleh engkau membacok mati aku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sama sekali pemuda itu tak menduga bahwa sigadis bisa mendadak berhenti dan tidak
menangkis, padahal tabasan ketiga itu sedang dilontarkan kepinggang lawan.
Dalam kejutnya, lekas lekas pemuda itu hendak menarik kembali serangannya, namun tenaga
yang dikeluarkan itu sudah kadung terlalu kuat, "plek", sekuatnya ia kesampingkan pedangnya,
tapi tidak urung lengan kiri sendiri terketok oleh senjata sendiri. Dalam kaget dan sakitnya tanpa
merasa ia menjerit sekali.
Gadis itu tertawa geli, katanya: "Huh, malu tidak kau? Coba kalau senjatamu itu adalah pedang
sungguhan, bukankah lenganmu itu sudah terkutung?"