Kemal & Fala

923 80 4
                                    

Lelaki yang tengah berdiri menantang, sok gagah di ruang tengah itu suamiku. Kemal Namanya. Tapi menurutku, mestinya dulu dia diberi nama Kumal. Lebih cocok saja dengan tampang yang selalu kusut dan bulu-bulu agak panjang yang menutupi nyaris separuh mukanya. Satu paket dengan kaus hitam bergambar soekarno yang mulai mengelupas dan warnanya berubah menjadi abu-abu. Sesekali, ia melirik televisi plasma yang menempel di dinding. Layar datar persegi itu menampilkan sosok kuning berbentuk kotak yang sedang berlari sambil berteriak, "Aku siap!". Tak sepenuhnya mengacuhkanku yang sedang mengomel panjang kali lebar.

Sejak menikah satu tahun lalu, Kemal menjadi semakin menyebalkan. Selain tampangnya yang kian kumal, dia juga bertransformasi menjadi laki-laki paling malas sedunia. Jangankan mencukur janggutnya yang sekarang nyaris menutupi rahang dan dagu, mandi saja hanya sekali sehari. Alasannya, "Toh, aku udah laku. Nggak mau tepe-tepe sama cewek lagi. Jadi buat apa tampil ganteng tiap hari?"

Sungguh, kalau bisa aku ingin menjualnya di buka lapak dot kom atau ditukar tambah dengan ember sepuluh ribuan. Setidaknya, ember jauh lebih bermanfaat dari pada Kemal.

Satu lagi sifatnya yang membuatku setengah menyesal menerima lamaran Kemal dulu. Sekarang, apa-apa dia selalu memerintah. Tak pernah mau melakukan sendiri, kecuali menyangkut kewajiban mencari nafkah dan urusan ranjang tentu saja. Alasan gilanya lagi, karena sudah ada bini. Jadi semua urusan rumah adalah tugas bini. Seperti menyiapkan pakaian, memasak, mencuci, membersihkan rumah, membuatkan kopi, memijat, membersihkan kamar mandi, mengambilkan sesuatu, menyemir sepatu, menyetrika, dan masih banyak lagi. Bahkan aku sempat berpikir, sebenarnya Kemal cari istri atau pembantu? Karena selama ini aku lebih merasa sebagai babu dari pada calon ibu dari anak-anaknya.

Okelah, hal-hal semacam itu masih bisa aku kerjakan. Tapi ... mengganti lampu mati di dapur kami, masa harus aku juga yang melakukan? Secara, semua lampu di rumah ini berada di tengah langit-langit tiap ruangan. Dan langit-langit rumah kami tinggi sekali. Apa dia tega melihatku kesusahan naik tangga? Kalau aku jatuh bagaimana? Kalau kena setrum?

Aku sudah menyarankan, kalau tidak mau mengganti sendiri, panggil tukang saja. Tapi memang dasar dia yang pelit amit-amit, suami tercinta sampai nistaku itu tidak mau. Alasannya, "Sayang, panggil tukang itu nggak gratis lho. Harus bayar. Paling nggak ya dua puluh ribu. Uang segitu, mending kita pake buat beli sapu. Kemarin kata kamu si ijuk gagangnya patah kan?"

Bahkan hanya uang dua puluh ribu saja dia permasalahkan! Padahal kami jelas-jelas bukan berasal dari keluarga kurang sandang-pangan-papan.

"Kalo gitu pasang sendiri dong. Atau minta tolong satpam komplek kek!" debatku. Enak saja dia menyuruhku yang memasangnya. Yang laki-laki di sini siapa?!

"Malu lah, Yang, minta tolong sama orang. Apalagi cuma modal makasih doang pas udah dibantuin."

"Mau kamu apa sih? Nyuruh tukang nggak mau, minta tolong tetangga nggak mau juga!" Aku kesal. Persetan urusan dosa karena melawan suami. Tuhan tahu suamiku jenis mahluk macam apa. Dia pasti maklum dengan kelakuanku sekarang. Karena menghadapi Kemal memang tak akan mempan menggunakan jurus rayu-rayu manja. Yang ada dia makin besar kepala.

"Mauku, yang ganti lampunya ya kamu. Kita kan udah sepakat, urusan rumah itu adalah tugas kamu. Aku ya jadi imam yang baik. Menuhin nafkah lahir batin istriku."

"Makan tuh nafkah lahir batin. Selama lampu dapur belum diganti, kamu tidur di kamar tamu!"

"Oke. Siapa takut? Paling-paling nanti malem kamu bakal kedor-kedor pintu minta dokelonin."

"Jangan harap!"

Dan begitulah awal pertengkaran kami pada minggu sore itu. Berdebat dengan Kemal sudah bisa dibilang makanan sehari-hari. Lebih-lebih pada beberapa minggu ini, di mana emosiku lebih mudah tersulut dari sebelumnya. Dan Kemal sama sekali tak membantu. Keberadaannya di rumah ini hanya membuat kepalaku nyaris pecah menghadapi tingkahnya yang super duper ajaib itu. Dia benar-benar bukan tipe suami idaman.

Kemal & FalaWhere stories live. Discover now