FLOSOPHILE

168 23 27
                                    

Jaehwan terbangun karena bau pedas yang menyeruak masuk rongga hidungnya. Sangat pedas hingga membuatnya bersin berkali-kali. Penasaran, Jaehwan melangkahkan tungkainya menuju dapur, dimana sang kekasih hati berdiri membelakanginya.

Jaehwan bersin sekali lagi.

"Oh, apa aku membangunkanmu?"

Pria itu menggeleng, tersenyum lembut, lalu memeluk Hana dari belakang. Menghirup habis aroma jeruk dari perpotongan lehernya.

"Aroma masakanmu yang membuatku terbangun." Jawabnya, "Oh, sundubu jjigae?" matanya berbinar melihat apa yang Hana aduk di dalam wajan.

Wanita itu mengangguk antusias. "Cepat bersihkan dirimu, lalu kita sarapan."

Seperti bocah kecil, Jaehwan menuruti ucapan istrinya. Dia segera mandi untuk bergabung bersama sang istri di meja makan. Pagi ini suasana hati Hana pasti sangat baik, sehingga dia membuatkan makanan kesukaannya. Atau mungkin ada modus tertentu dibalik semua ini, Jaehwan memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing.

Hana menatapnya dengan alis nyaris bertaut, "Apa kau akan memakan makananmu dengan tangan kiri?" dia menatap tangan kirinya yang digenggam erat Jaehwan di atas meja, sementara tangan kanannya masih mengambang di udara hendak menyuapkan sesendok sup tahu itu ke dalam mulutnya sendiri.

Jaehwan mengikuti arah pandangnya, lalu tertawa renyah.

"Tidak," Dia menggeleng, "suapi aku." pintanya yang langsung ditanggapi dengan gelengan tak habis pikir dari Hana.

Entah mengapa Jaehwan merasakan rindu yang teramat sangat. Terasa seperti mereka baru saja dipertemukan kembali setelah bertahun-tahun berpisah. Pria itu bahkan merasa tak rela mengedipkan matanya, walau hanya sepersekian detik. Dia tak ingin Hana menghilang dari jangkauannya, padahal wanita itu selalu berada di sisinya. Kapanpun, dimanapun, mereka seolah melekat seperti bunga dengan kelopaknya.

Bunga?

Ya, bunganya adalah Hana.

"Manja sekali," Hana berucap, "bagaimana bisa seorang calon ayah menjadi semanja ini." diakhiri dengan suapan pertama untuk Jaehwan.

"Aphwa mwakh'udmwuh- (apa maksudmu)" Jaehwan menutup mulutnya, lalu mengibas-ngibaskan tangan sambil membuka mulutnya yang kepanasan. "Phwanash! (panas)"

Hana tertawa keras, kemudian mengambilkan minum serta mengusapkan tisu di bibir bawah Jaehwan, menghapus kuah merah yang menodai bibirnya. Jaehwan meliriknya tajam.

"Pfft- maafkan aku, oppa. Habisnya kau lucu sekali."

Jaehwan mengambil tisu di tangan Hana, dia mengusap bibirnya sendiri.

"Tadi apa katamu?" Pria itu hampir menertawakan wajah cemberut Hana, "Calon ayah?" tanyanya penasaran.

Hana mengangguk beberapa kali.

"Ya, ca-lon ayah!" Katanya penuh penekanan. Dibawanya jemari Jaehwan yang menggenggam tangannya menuju perut rata Hana. "Katakan halo pada Lee Junior!"

Jaehwan menggerak-gerakkan manik madunya tak mengerti. Dia tidak bodoh untuk dapat mengartikan maksud dari ucapan Hana, hanya saja memorinya masih mengingat dengan jelas bagaimana dulu dokter kandungan menyatakan rahim istrinya terlalu lemah untuk dapat mengandung lagi, setelah mereka kehilangan calon anak pertama.

하나켄;- FlosophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang