❝satu❞

155 21 13
                                    

"Binnie?"

"Um?" Hongbin masih berkutat dengan laptopnya. Terlalu serius, sampai malas menatap wajah pucat Jaehwan di ranjang rumah sakit.

Bukan tidak peduli, hanya saja pemuda tampan berlesung pipi itu merasa harus memberinya sedikit pelajaran. Hongbin masih marah atas insiden ini, dan ia berharap Jaehwan tidak melupakan kenyataan itu.

"Itu laptopku, kan?"

Hongbin bergumam, "Yap." jawabnya masih tak acuh.

"Mengapa kau memakai laptopku tanpa izin?" Bahkan tatapan tajam mengintimidasi dari Jaehwan seolah terpantul, tidak mempan terhadapnya. "Dan Hongbin," Hongbin bergumam lagi, kali ini terdengar jengah. "bukankah aku mengunci laptopku? Bagaimana kau bisa membukanya?"

Hongbin malas menjawabnya, sungguh. Jadi ia hanya mengetuk-ngetukkan telunjuk kanan di pelipis sebagai jawaban atas pertanyaan hyungnya. Jaehwan yang sedang sakit bisa ratusan kali lipat lebih cerewet dari biasanya. Hongbin merasa harus menyumpal mulut itu dengan lakban agar Jaehwan berhenti membeo.

"Binnie?"

Astaga!

"Kau marah padaku?"

Pak.

Laptop silver tipis itu ditutup kasar. Jaehwan sempat tersentak terkejut. Hongbin diam sejenak, sebelum netra obsidiannya menusuk Jaehwan. Pria yang lebih tua tahu, kalau ia merindukan manik sekelam malam itu. Mata yang sama dengan milik mendiang ibunya. Mata yang selalu memancarkan ketenangan, kedamaian, juga keramahan. Diam-diam Jaehwan bahkan sering mencuri pandang mata adik lelakinya hanya untuk memuaskan kerinduannya kepada sang ibu.

Namun harus ia akui, sorot mata adiknya tidak pernah terasa mirip dengan ibunya.

Tidak ada kehangatan maupun keramahan di sana.

"Apa jika aku berhasil menemukan perempuan itu, kau akan berhenti menggila?"

"Bin-ah," Jaehwan mengernyit bingung. "apa maksudmu?"

Otaknya kini berusaha mengartikan siapa yang Hongbin sebut dengan 'perempuan itu'. Hana? Mungkinkah Hana?

"Mantan istrimu."

Sial. Jaehwan membatin, tidak terima dengan sebutan 'mantan istri' yang dilontarkan dengan penuh sarkasme oleh adiknya.

"Benar dugaanmu, dia kembali ke negara asalnya. Mungkin sekarang tinggal bersama ayahnya atau suami barunya?"

"Suami?"

"Dia sudah menikah lagi, hyung. Kau kalah satu langkah."

"Kau bercanda." Itu suatu pernyataan pahit yang diucapkan Jaehwan, Hongbin tahu. Dia hapal pria itu luar dan dalam. Tidak ada yang terlewat sedikit pun, seolah dia adalah mesin scanner seorang Lee Jaehwan.

"Ini sudah 7 tahun berlalu, hyung. Apapun bisa terjadi."

Hongbin menyandarkan punggung di sofa single, menyilangkan kaki, lalu mendekap kedua tangannya. Pose berpikir yang sangat classy.

"Pengobatanmu akan dipercepat, dan setelah itu aku akan memberimu waktu satu bulan untuk reuni dengan mantan istri." Wajah Jaehwan berubah cerah, seolah ia baru saja menemukan cahaya di lorong gua, namun setelahnya berubah masam karena mengingat rumor bahwa Hana sudah menjadi milik orang lain.

Hal itu membuat Hongbin ingin terbahak, jika saja ia tak sadar dengan bagaimana harus bersikap saat ini.

"...dan hyung?"

하나켄;- FlosophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang