Jejak - 1

33 0 0
                                    

Seperti jejak. Aku membiarkanmu ada. Membekas. Jika rindu tapi tak mau dibikin sendu, aku menghapusmu pelan-pelan, menjauhi, berlagak kau tak ada. Jika kesal karena kau tak membalas pesanku, aku menghapusmu segera. Kasar. Tapi biasanya aku akan melukis jejakmu ulang. Merenda kenangan.

***

Mala melenggang bahagia masuk ke Mal Paragon.

Bagaimana tidak bahagia? Sebentar lagi, hari pernikahannya akan tiba. Sebulan lagi. Sebulan toh tidak lama. Rasa bahagia, deg-degan, dan tidak sabar, memenuhi rongga dadanya. Sesak, hingga membuatnya melayang. Mendadak Mala jatuh cinta setiap detiknya pada Oji. Dimulai sejak Oji mengajaknya menikah, hingga detik ini.

Oji lambang kesempurnaan. Tampan, tegap, cerdas, humoris, mapan. Mala benar-benar beruntung. Ditambah, dia lah lelaki pertama yang berani mengajaknya menikah, meski umur mereka belum genap 30 tahun.

"Aku punya segalanya yang aku mau, Mala. Kecuali melihat kamu disisiku setiap pagi."

Hai, gadis-gadis diluar sana, jujur saja, kalian ingin ada diposisiku, kan?

Mala langsung mengiyakan ajakan Oji. Tidak ada alasan untuk menolak, atau bahkan mempertimbangkannya. Bagi Mala, keberanian Oji membuatnya berbeda dengan laki-laki lain yang mendekatinya. Hanya umbar janji. Umbar angan. Umbar kenangan. Tanpa komitmen.

Dan hari ini, detik ini, rasa bungah Mala membuncah. Oji ingin bertemu di mal. Ada yang penting, katanya. Kangen, katanya. Dia sudah menunggu di restoran cepat saji di Paragon, katanya. Mala datang dengan atasan kaus putih dan bawahan rok bermotif bunga cerah, katanya. Representasi kebahagiaan luar dalam.

*

"Halo, calon suamiku," sapa Mala, kesusahan menyembunyikan rasa riangnya.

Oji hanya tersenyum. Ia mengenakan kaus lengan panjang warna cokelat, dipadukan dengan jeans hitam dan sneakers. Di depannya berserakan kertas yang entah apa. Mala biasanya akan kesal dan ngedumel panjang lebar jika Oji membawa berkas urusan kantornya saat mereka berduaan. "Waktunya berduaan ya harus khusyuk berduaan, sama kayak kalau lagi kerja ya khusyuk kerja. Jangan dibarengin!" omelnya.

Tapi karena malaikat kebahagiaan masih bersemayam didadanya, Mala tak menggubris kertas itu. Lagipula jumlahnya tak banyak.

Mala duduk di samping kiri Oji. "Kenapa, Sayang? Ada yang penting, katanya?" Mala langsung menembaknya, setelah melihat gelagat Oji yang tidak biasa.

"Aku kangen kamu, Mala."

Mala bisa merasakan pipinya memerah. Padam.

"Terima kasih, Oji. Aku juga kangen kamu..."

"Mala..."

"Iya?"

"Aku menemukan ini. Aku baru tahu ini," ujar Oji lirih, menggeser tumpukan kertas itu ke depan Mala. Yang Mala kira berkas urusan kantor itu ternyata...

Mala mengernyit. Dibacanya kertas-kertas itu.

"Ini kan... blog aku, Sayang?" tanyanya, sambil membuka pelan-pelan lembaran itu.

"Iya, itu artikel-artikel di blog kamu," suara Oji makin lirih. Kini bahkan Mala hampir tak mendengar suaranya, gegara alunan musik di resto cepat saji ini makin heboh saja.

"Terus kenapa?"

Oji menatapnya. Teduh. "Mala... kamu masih mencintai Bara?"

Giliran Mala kehabisan suara. Dia baru sadar. Kertas-kertas tadi berisi artikel-artikel di blognya yang khusus membicarakan perasaan, cinta, dan.... Ba... ra. Aduh.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 05, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JejakWhere stories live. Discover now