14 Mei Belumlah Lama

14 0 0
                                    

·

Aku Hanya Memberi TAHUmu lewat gesekan biola dan segala yang bergesekan

Aku Hanya Sesuatu dan Banyak Sesuatu didalam kehidupan hidupku,,.
Tapi Bibirku Tidak mengetahuinya,,,
Kamu seakan manusia namun tak pernah selayaknya Mengetahui

Sedang bibirku selalu tersenyum
Kamu mungkin terlalu banyak berperan sebagai TUHAN hingga lupa menjadi MANUSIA se~utuh~Nya
Atau mungkin saja Aku yang terdiagnosis mengalami dimensia, sebuah gejala mengerikan yaitu penurunan fungsi otak ku. Lantas kemana ilmu mau kau bawa.
Aku mungkin saja telah mulai melupakan tentang begitu banyak kosakata yang dulu tersimpan, disaat terkadang ketika berbicara aku lupa hendak mengatakan sebuah kata, lalu menarik ucap kembali.
Aku pun mulai melupakan banyak nama. Seperti harus mengeja ulang nama-nama yang pernah hadir dalam hidupku, nama-nama yang bersinggungan dengan sebagian episode yang telah kujalani.

Pola pikir pun juga sama. Aku mulai kesulitan untuk mempetakan begitu banyak'Nya masalah dalam rentang yang rumit. Pikiranku menjadi semakin abstrak. Bahkan hal-hal yang simpel pun aku kesulitan dan tertatih dalam mengejanya.
Tentang aku yang cenderung tidak menjelaskan AKAN sesuatu adalah salah satu kesulitanku dari sejak dahulu kala. Keenggananku untuk bicara keadaan diri dan apa yang menjalar kini, karena inilah hukuman hidupku, dan menjadikan aku seperti sekarang ini.

Maka ketika sebuah persoalan diajukan, lebih mudah bagiku mencatat segalanya baru kemudian berpikir dari apa yang tertulis. Namun, terkadang hal demikian tidak juga membantu. Satu ketidaksesuaian seringkali membuatku merontokkan seluruh pondasi yang telah aku pikirkan.

"Huh"... Sedang senang rupanya SAUDARA kita yang jauh di Sukabumi ini.
"Membludakan" muntah seadanya dalam perut cernaku...
"Biolaku" Tak lagi berdawai
Senar ku terbuat dari usus, coba ku rentangkan, telah ku keringkan, lalu ku pelintir namun telah "terputus".

Tanpa dawainya,
Bagaimanakah biolaku dapat kau dengar suara~Nya Biola ku ini bagaikan tubuh, dan suara itulah jiwanya.
Namun di sebelah manakah dawai dalam tubuh manusia yang membuatnya bersuara?
Jiwa hanya bisa disuarakan lewat tubuh manusia, tetapi ketika tubuh manusia itu tidak mampu menjadi perantara yang mampu menjelmakan jiwa, tubuh itu bagaikan biola tak berdawai.

Betapa lamanya waktu yang di butuhkan untuk memahami jiwa (Aku Tak Pernah Khatam Perihal~Nya)
Bukan ingin dipuja sembari merendahkan tubuh hingga melahirkan para pertapa.
(Tak Layak)
Jiwa dipinggirkan sembari memuja tubuh hingga melahirkan para peraga.
(Aku Siapa).
Namun Ada kalanya tubuh dan jiwa tak terpisahkan, yang berarti tubuh menjadi sahih sebagai cerminan jiwa, namun terlalu sering juga tubuh gagal menjadi cermin memadai bagi penampilan jiwanya.

Terlalu sering ku melihat kebalikannya: tubuh terindah untuk jiwa yang menyedihkan, jiwa terindah dalam tubuh yang memilukan – betapa berpengaruh penampilan sang tubuh dalam penilaian kita tentang jiwa, dan betapa sering kita tersesat karenanya..

Jika saja engkau mendengar suara biola yang berbisik dan merintih di malam hari, apakah engkau mengira suara itu datang hanya karena gesekan tongkat bersenar kepada dawainya?
Jika saja engkau mendengar suara biola yang meratap dan melengking di malam sunyi, apakah engkau mengira suara itu datang hanya karena ada tangan yang menggesekkannya?
Dan jika saja engkau mendengar suara biola di tengah keheningan, tidakkah engkau mengira tangan yang menggesekkan biola itu menjelmakan nada-nada dari dalam jiwa?

Tetapi dari manakah datangnya nada-nada yang membentuk nyanyian dari dalam jiwa itu?
Apakah nyanyian itu datang dari balik kegelapan dari sebuah semesta entah dimana?
Mungkinkah nyanyian itu berasal dari kekelaman sang waktu yang mengiringi pengembaraan jiwa yang tersayat?
Dan jika pada suatu waktu engkau tidak menemui nyanyian dari nada-nada itu, apakah engkau mengira nada-nada itu lenyap, dan tiada satu pun biola memainkannya?

Karena nada-nada itu tetaplah ada meski ENGKAU tidak mendengarnya lagi, selama Aku masih berjiwa.
Adalah jiwa yang menggerakkan tubuh, namun adalah hati yang membuat kita memiliki rasa di luar keinderaan kita.
Karena tanpa hati kita bukanlah manusia, sedangkan hati adalah semesta nada-nada.
Jiwa kita bagaikan lapisan-lapisan hati tanpa isi, yang mana apabila lapisan-lapisan itu dibuka satu per satu ternyata tak pernah ada habisnya. Setiap lapisan hati bagaikan suatu galaksi dalam semesta jiwa yang tiada bertepi. Dimana nada-nada dengan segenap sentuhannya mengembara dari sebuah jarak yang milyaran tahun cahaya jauhnya, hanya untuk menyapa kehadiran.

Setiap kali untaian nada menyentuh jiwa, sebetulnya engkau terhubung dengan sebuah dunia dari hati yang berdawai,
dan
tiada akan pernah berhenti berdawai selama cinta membasuhnya.
Hanya mereka yang mengenal cinta yang bisa mendengarnya, dan mengembangkan nada-nada itu di dalam jiwanya menjadi nyanyian yang menentramkan. Dalam semesta jiwa, nada-nada bagaikan kupu-kupu yang beterbangan mencari taman bunga cinta. Mereka tidak akan hinggap di hati yang membatu, karena bunga-bunga cinta berkembang dan mendenyarkan cahaya cinta yang menyemburat di ladang hati yang sarat kelembutan. Mereka mengumpulkan sari madu kemurnian untuk dipersembahkan kepada semua, manusia yang hampir kehilangan dawai bagi sang biola.
Aku telentang menungging sakit teramat, namun tetap ku gesek biolaku agar tari tak terhenti
Hingga kepala tak mampu terangkat mulut berbusa tak mampu mengunyah, perut bagai usus tanpa cernanya. jakun kaku namun nadaku tak pernah "PILU".

Camkan itu...
..............................................................................................................................................................................

lantas engkau dimana "HAH"


TTD
Kang Gali Kubur saat masih d gunung hua kho

14 Mei Belum Lah LamaWhere stories live. Discover now