Awan terlihat mendung begitu aku bangun dari tempat tidur. Sama seperti suasana hatiku saat ini...
Aku mandi, berganti pakaian sama seperti seorang mayat. Aku harus tersenyum dan berpura-pura tidak apa-apa saat keluargaku menanyakan keadaanku, sedangkan saat tidak ada keluargaku, aku kembali menjadi seperti mayat yang sedih dan terluka. Aku capek seperti ini! Aku ingin mati saja...
Aku menyusuri gedung yang belum selesai dibangun tepat di samping gedung sekolah utama. Pembangunan itu dihentikan karena tidak adanya biaya. Walau terlihat menyeramkan, tetapi di samping gedung itu ada bunga lili berwarna putih yang sangat indah. Biasanya aku dan Alfred sering datang kemari untuk melihat bunga itu.
Aku berhenti tepat di samping gedung itu untuk memandang bunga lili putih itu. Aku teringat lagi pada saat aku dan Alfred bercanda ria di ladang bungan ini. Aku ingat saat dia memetikkan bunga lili untukku. Aku ingat saat dia melemparkan beberapa kelopak bunga ke angkasa. Aku ingat...
Tiba-tiba pipiku serasa basah. Aku cepat-cepat menyekanya, tapi itu tidak berhasil. Air mata itu terus mengalir dari kedua bola mataku. Tapi tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang mulai mendekat ke arahku. Aku cepat-cepat menghapus air mataku dengan kedua telapak tangan, lalu bersikap seolah-olah tidak ada hal yang terjadi.
"Felli!"
Aku menoleh. Aku melihat Alfred yang berlari ke arahku.
"Mungkin ini terakhir kalinya dia akan berlari menghampiriku seperti ini." Gumamku pada diriku sendiri, tepat sebelum Alfred sampai di tempat aku berdiri.
"Pagi." Sapa Alfred padaku. Dia tersenyum padaku. Mungkin ini terakhir kalinya Alfred akan tersenyum padaku seperti ini. Teriakku meyakinkan diri sendiri dalam hati.
"Hmm, pagi." Balasku dengan memaksakan senyum terbaik yang kubisa saat ini.
"Ahh, ladang bunga ini indah sekali." Ujar Alfred lalu menghadap ladang bunga lili yang berada tepat di depannya. Aku mengikutinya dan mengangguk pelan.
"Berkali-kali kita lihat ini juga nggak bakal bosan." Ujar Alfred lagi. Aku hanya bisa mengangguk, karena aku menahan tangis dengan telapak tangan yang menutupi mulutku, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara kecil apapun, walau saat ini aku sedang menangis dan berteriak dalam hati. Aku tak akan membiarkan Alfred yang berdiri di depanku melihat aku menangis.
Mungkin ini juga terakhir kalinya aku melihat ladang bunga ini bersama Alfred...
Kenyataan itu membuat hatiku sakit. Aku menutup mulutku dengan kedua telapak tangan kali ini, karena aku sudah tak kuaaa menahan tangis.
"Kau tahu. Aku akan menyatakan cintaku di sini." Ujar Alfred tanpa menoleh menghadapku. Tapi, walau dia tidak menghadapku, aku tahu sekarang dia sedang tersenyum membayangkan dirinya dan Natalia berdiri di ladang ini.
Apa? Di sini? Bukannya ini tempat kenangan kami berdua?
"Natalia suka bunga lili, jadi aku akan menyatakan perasaanku padanya di sini." Ujar Alfred lagi.
Jadi, apa pun yang disukai Natalia kau akan selalu memberikan itu untuknya? Untuk Natalia?
"Begitu." Balasku pelan. Itulah suara terbaik yang bisa ku keluarkan saat ini. Tidak terdengar bergetar, hanya terdengar datar. Berbeda dengan suara riangku sehari-hari, kali ini suaraku benar-benar terdengar datar. Walau hatiku sangat sakit sekarang, tapi aku harus merelakan Alfred. Karena dengan bersama Natalia, Alfred akan bahagia. Dan dengan mendengar suaraku yang terdengar datar, aku yakin Alfred tidak akan curiga.
"Ah, aku ingat. Kau juga suka bunga lili, kan?" Ujarnya sambil menghadapku. Aku hanga balas tersenyum dan mengangguk karena aku nggak sanggup bicara lagi saat ini.
Alfred menghadap padang bunga sekali lagi.
"Ah, aku juga ingat saat kita memetik bunga liki pertama di padang ini." Ujar Alfred, lalu tertawa sebentar. "Aah aku juga ingat kau terjatuh di padang ini. Saat itu tampangmu lucu banget. Oh ya, aku juga ingat saat kita melemparkan semua kelopak bunga yang kita petik ke angkasa." Lalu aku mendengar Alfred tertawa sebentar lagi.
Aku tersentak. Ternyata Alfred masih ingat... Aku hanya memperhatikan bayangan Alfred dengan pandangan buram, karena air mata di bola mataku sudah seperti air bah yang siap jatuh ke tanah.
Alfred menghampiri ladang lili tersebut dan memetik sebuah bunga lili yang sangat indah. Ia juga memberikannya kepadaku. "Nih bunga lili buat kamu. Bunga lili ini aku berikan, agat kau selalu mengingatku. Karena mungkin, saat aku sudah berpacaran dengan Natalia, aku tidak bisa sering-sering menghampirimu. Aku tidak ingin membuat Natalia cemburu." Ucap Alfred sambil tersenyum dan memberikan bunga lili itu terhadapku.
Aku sungguh merasa sedih. Sangat, sangat sedih. Aku tidak percaya jika Alfred akan berkata seperti itu. Aku tidak ingin Alfred tahu tentang ini semua. Aku pun menerima bunga lili tersebut. Walau berat rasanya...
"Terima kasih. Sepertinya kamu memang sangat mencintai Natalia. Aku harap kalian berdua bisa bahagia selamanya." Ucapku sambil berjalan pergi meninggalkan Alfred. Karena aku tidak ingin mendengar kata-kata Alfred lagi. Aku tidak tahan. Aku tidak tahan lagi untuk harus menahan tangisku.
Tiba-tiba aku merasa tanganku hangat. Aku pun membalikkan badan untuk melihatnya. Dan ternyata itu Alfred. Alfred menggenggam tanganku.
"Terima kasih, ya, karena kau telah merestuiku dengan Natalia." Ucapnya sambil melepas genggaman tangannya dari tanganku. Aku pun hanya berusaha membalasnya dengan senyuman sambil melambaikan tangan dan berjalan menjauhinya.
Saat kutahu jika jarakku sudah cukupjauh darinya, dan jalanan juga terlihat sepi, aku pun jatuh terduduk di tengah jalan sambil menangis terisak-isak. Tiba-tiba aku mendengar gerumuh petir dari langit. Aku mendongkak, lalu aku merasakan tetesan air hujan di mukaku. Lalu aku menangis kembali karena mengingat saat-saat dimana Alfred selalu melindungiku saat hujan.
Suara hujan mengalahkan suara isak tangisku. Air mataku dan air hujan yang turun bercampur menjadi satu. Aku berharap waktu bisa kembali seperti dulu, dimana aku dan Alfred masih bersama, saat-saat dimana Alfred belum mengenal Natalia, dan aku ingin sekali menyatakan perasaanku padanya.
...Walau aku tahu dia tidak akan pernah menyukaiku...
-----
Hujan telah berhenti. Begitu juga dengan tangisku. Aku berjalan pelan ke arah kelasku. Tiba-tiba aku melihat sosok orang itu. Aku berhenti melangkah, begitu juga dengan dia.
Natalia.
Untuk apa dia mencariku? Bukannya seharusnya dia sedang berada di sisi Alfred, sedang tertawa di sampingnya? Sedang menyiapkan mentalnya untuk menerima pernyataan cintanya Alfred? Tapi, kenapa dia ada di sini? Di hadapanku?
To Be Continued!?
Terima kasih banyak yang sudah mau baca :D
Jangan lupa di vote dan comment yah;) ily<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Ending
Teen FictionMencintai tanpa memiliki, memang bisa? Karena tidak semua cinta bisa bersatu