1/1

78 3 0
                                    

Kemarin SMA Cakrawala kedatangan murid baru. Berjenis kelamin perempuan, dengan jurusan IPS. Lebih tepatnya XII IPS 2, dengar-dengar ia bernama Gatari.

Kira-kira itulah yang Gilang dengar dari teman-teman kelasnya atau teman-teman se-SMA Cakra, tidak mau ambil pusing Gilang hanya acuh tak acuh mendengar kabar tersebut, toh, apa benefitnya untuk dia? Gilang tetap saja akan dihukum menyapu halaman sekolah siang ini.

Tapi-tapi, kabar itu sudah ada sejak dua hari yang lalu, tetapi Gilang belum melihat seperti apa murid baru berjenis kelamin perempuan bernama Gatari itu?

Idih, gila. Kenapa gue mikirin orang laen coba.

Mungkin karena efek semua teman angkatannya yang terlalu gempar akan kabar itu membuat Gilang akhirnya ikut penasaran juga. Selain itu, selama ia bersekolah disini Gilang belum pernah mendengar ada murid baru di sekolahnya. Dan ia pun baru menyadarinya sekarang, saat ia dihukum menyapu halaman sekolah akibat terlambat.

"Nyapu yang bener, Pak!"

Tanpa melihat orangnya, Gilang sudah tahu kalau itu suara Rafi, sahabatnya. Gilang mendongakkan kepala dan menyipitkan matanya melihat kepala Rafi yang muncul dijendela kelas lantai dua dimana kelasnya berada.

"Turun lo sini!" Jawab Gilang dengan teriakan. Satu tangannya yang bebas ia gunakan untuk menghalangi sinar matahari yang menyilaukan pandangannya.

Kepala Rafi menghilang dari sana dan digantikan dengan kepala Eki. Karena mulut jendela yang tidak begitu luas, mungkin Eki juga ingin melihat penderitaan yang sedang dialami oleh Gilang.

"Huahahaha... itu muka udah kaya kang sapu jalanan aja!" Rasanya Gilang ingin melemparkan beberapa kerikil kearah mulut lebar Eki yang sedang terbahak. Itu hanya sebuah wacana.

Gilang berdecak. "Gausah ngomong lo kalo gorengan aja masih minta bayarin!" Teriakkannya hanya Eki respon dengan melepehkan permen karet yang ia curi dari Evan kearah Gilang.

"Anjing!" Umpat Gilang sembari melangkah mundur. Bersamaan dengan itu, punggungnya terasa menabrak sesuatu.

"Duh!"

Gilang membalikkan punggungnya dan melihat seorang gadis berambut sebahu sedang terduduk akibat senggolan dari bahu Gilang.

"Sori-sori, gue gak sengaja." Ucap Gilang sambil membantu cewek itu membereskan map berisi kertas ulangan salah satu kelas.

Cewek itu melirik sinis. "Ati-ati, dong." Nadanya sangat datar dan menusuk.

Gilang berdecak, "Yaelah, kan gue tadi udah minta maap." Tangannya menyerahkan 5 lembar kertas ulangan kearah cewek itu. Padahal jumlah semua kertas ulangan adalah 40 lembar, dan Gilang hanya memungut 5 lembar.

Cewek itu menerimanya dengan kasar. "Tetep aja gue jatoh." Lalu berlalu begitu saja setelah membersihkan rok abu-abunya dari debu.

"Gila, judes amat itu cewek. Anak siapa, sih?!" Gerutu Gilang.

***

Seorang perempuan berjalan tergesa-gesa di lorong koridor kelas dua belas IPA. Kepalanya sesekali mendongak seperti mencari sesuatu, terkadang tangannya ikut menunjuk-nunjuk.

"Sumpah, ya. Ini sekolahan apa labirin, sih!" Gerutunya kesekian kali. Kemudian kakinya berhenti melangkah dan memutar badan ke kanan, kepalanya nendongak melihat papan kecil yang tergantung diatas pintu coklat yang menjulang tinggi.

XII IPA 3. Perasaan tadi gue lewat sini gak ada kelas ini, dah. Ucap batinnya lalu tangannya menggaruk pipinya yang tidak gatal dan menatap map hijau yang ia bawa dengan ragu.

24 Hours  [1/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang