Atmosfernya tidak pernah sama, ia selalu berayun mengantar hembusan-hembusan udara yang ringan menuju tempatnya awal kehidupan dibentuk oleh-Nya. Beberapa diantara mereka merasakan layaknya udara pada umumnya dipagi hari, namun tidak sedikit ada yang begitu mensyukuri nikmat Tuhan sembari bersujud mengagungkan nikmat yang mengisi seluruh rongga paru-paru, tiada tara.
Hanya saja, setiap kehidupan yang hidup dalam jiwa manusia tidak melulu harus selalu sama. Ia berinteraksi dengan cara mereka sendiri, bertahan walau didepan mata halangan-halangan itu selalu ada, bahkan ada yang berani mengoyak kehidupannya begitu dalam, ia selalu berkata “kita tidak mungkin hanya hidup bersama keluarga dalam rumah kaca yang hangat, dimana segalanya ada. dimana Yang terdengar Cuma kata-kata lembut seorang ibu, meminta anaknya makan ketika waktunya tiba”. Dan lucunya lagi, tidak ada sebaris kalimat yang bisa membalas ucapannya itu. benar. Tanpa sadar semua kata-katanya itu selalu terasa benar, walau terkadang jika dipikir-pikir kembali, segala sesuatunya sering terasa mengganjal juga. Dan karena jiwa idealismenya itulah yang membawa kami hampir setiap malam menjadi makhluk nocturnal beralaskan dinginnya lantai, suara ketikan computer beradu dengan nyaringnya mesin pencetak menggantikan nyanyian jangkrik diluar sana walau hanya samar-samar terdengar dibalik jendela besi. Malam ini masih seperti malam kemarin, kami begitu gaduh bahkan ketika kami tak bersuara
“heh, kenapa melamun? Judul headlinenya sudah ada?” sontak seluruh tubuhku tegap menatapnya, pemimpin redaksi kami, pak Ringgo. Sekarang ini ia pasti tengah gusar melihat tim editing sejak 2 jam lalu hanya berada dalam 2 halaman yang sama, sementara waktu tak pernah mau berkompromi meski itu sedetik saja. Kemudian tanpa menunggu jawabanku, ia kembali berkutat dengan tiga kerutan pada dahinya, kembali menatap computer dan mendengarkan file-file rekaman terakhir yang diambil 2 hari lalu, ketika ia dan asistennya bang teguh berhasil masuk dan menyelinapkan diri diantara serdadu-serdadu tegap berlaras panjang diatas landasan terbang korps brimob. Dan keuletannya itu menahan sang jendral selama 10 menit yang tentu saja mendapat jawaban menantang dari sang jendral Negara tetangga tersebut tepat sebelum ia meninggalkan Negara ini.
Kutaruh begitu saja beberapa lembar kertas penuh coretan yang bagian tengah pada halaman pertama sudah kutandai dengan stabilo warna biru dengan huruf arial cetak besar sebagai judul headline artikel yang memuat tentang skandal anak seorang menteri dengan seorang penyanyi yang menurutku dan menurut pandangan masyarakat luas lebih pantas menjadi ibunya. Memang Sementara ini cerita-cerita hanya berasal dari mulut kemulut, masih simpang siur. Tapi bukankah berita yang berkaitan dengan pejabat selalu menjadi hot tread?. Hasil laporan itu sengaja kuletakkan diatas buku tebal besutan chitra banerjee “one amazing thing”, pria yang hamper memasuki kepala 4 itu pasti segera melihatnya. Entahlah, aku hanya berpikir begitu. Pimred satu ini memang sudah satu minggu kemana-mana membawa buku yang sama, tidak tau apa yang begitu menarik, tapi menurut pengamatanku ia selalu membaca halaman yang sama.
Belum berapa lama, konsentrasi kami yang duduk berhadapan kembali terusik oleh deringan ponsel yang sudah begitu familiar ditelingaku, berasal dari ransel yang kuletakkan dibawah meja. Kuraih cepat ransel hitam hadiah salah satu seminar citizen journalism yang diadakan sebuah stasiun tv.
“sebaiknya kau menerima telpon itu diluar” Mika berbisik seraya mengedipkan mata kearahku setelah berujar. Aku memang sudah memutuskan menerima telepon ini diluar ruangan, walau sekilas beberapa mata memperhatikan pergerakanku. Perhatian tak peduli lebih tepatnya. Yah, Mereka masih memiliki segudang pekerjaan yang membutuhkan perhatian lebih.
Deringannya berhenti sesaat setelah ponsel itu berada ditanganku, namun baru saja akan kumasukkan kesaku jeans, benda abu-abu itu kembali berdering nyaring. Unknown number. Aku mengerang dalam hati, ditengah letihku mengejar deadline, yang namanya pengganggu selalu bberasal dari sesuatu yang tak terduga, setidaknya itu yang kualami sekarang. menjelang subuh bahkan adzanpun belum berkumandang. Siapapun dia, begitu telepon ini kuterima,yang ingin kudengar haruslah berita incredible.
“assalamualaikum, selamat pagi” hening, tidak ada suara apa pun, tidak ada jawaban.
“halo” masih belum ada suara. “hal…”
“maaf nona, anda siapa? Kalau tidak keberatan berikan ponselnya pada Hakan”
hah. Laki-laki, paruh baya lagi. Astaga. Disaat seperti ini kalau ada yang sedang bercanda, akan kuanggap dia penguntit.
“ tidak ada yang bernama itu disini. Selamat pagi.”
“tunggu sebentar, aku tidak tau apa hubunganmu dengannya nona. Tapi ini tidak akan lama, jadi berikan saja ponsel itu pada pemiliknya, Hakan”
Dasar sinting. Kuturunkan ponsel flap berwarna abu-abu keluaran Samsung itu, ini ponselku, deringnya juga dering ponselku, dan bahkan aku sangat yakin nomer yang ada didalam juga milikku.
“dengar baik2 tuan anda salah sambung, ponsel ini milik seorang wanita bernama Nania”
Tadinya kupikir itu haruslah telepon paling prestisius dini hari yang harus kuterima, berita mengenai kemunduran trump misalnya atas penolakan warga amerika, atau korea utara dan korsel yang benar-bnar telah menjadi lautan api mungkin. Ayo sadarlah.
Namun, baru saja pintu ruangan tempat kami bekerja, langkah ku justru terhenti. Perasaanku enggan untuk masuk. Apakah tempat kita semengerikan ini? Lima pria berbagai usia disana, tengah sibuk mengetik, menyusun, mencetak laporan masing-masing, tapi bukan itu yang jadi masalah. Hanya saja apakah mereka pernah bisa membedakan mana kepulan asap kopi dan mana asap yang berasal dari benda kurus dekil yang terus senantiasa bertengger di bibir mereka?. Dari tempatku berdiri aroma tak bisa kugambarkan. kenapa tak ada yang pernah menyadari kenyataan bahwa fajar yang kita lalui setiap hari jauh dari kata sehat?
–Tbc
YOU ARE READING
Fajar
Non-Fictionsama halnya dengan kisah-kisah romansa yang sering bermunculan di serial tv maupun novel, dimana 2 pasang anak manusia yang mulai mengenal hubungan tarik menarik. sama halnya ketika sebuah pertemuan sehari terasa begitu singkat dimakan waktu yang te...