1(Awal yang bukan lagi sebuah awal)

17 6 3
                                    


Aku adalah seorang yang cukup tertutup tentang masalah percintaan.

Jika diusia 17 tahun teman-temanku sudah memiliki pacar yang ada disisinya. Aku masih memilih menutup diri. Mungkin karena aku terlalu menurut pada orang tuaku atau akunya saja yang benar-benar tidak mau terlalu membuka diri dengan cowok selain kak Kelvin dan papa. Walaupun papa dan mama tidak pernah melarangku untuk berpacaran. Bukan karena aku terlalu phobia terhadap cowok atau apa, tapi hei, aku bahkan hampir berteman dengan semua cowok yang ada di SMA-ku dulu. Entah itu di klub basket, klub seni tempat Kak Kelvin mengajar, atau tempat lainnya. Bahkan semua anak cowok di kelasku menganggapku sebagai ketua geng mereka.

Sejak kecil aku bahkan selalu bermain bersama anak cowok. Entah itu main bola, main petak umpet, main di sungai, atau semua permainan cowok. Mungkin karena dulu kak Kelvin yang sering mengajakku bermain bersamanya. Bahkan aku pernah berkelahi dengan temannya hingga menyebabkan gigi depannya lepas karena terkena pukulanku. Bukan tanpa alasan aku dapat melakukannya karena sedari kecil mama selalu mengajariku teknik-teknik dasar beladiri agar aku dapat menjaga diriku.

Mungkin karena sedari kecil aku terbiasa dengan semua yang berbau laki-laki sehingga aku tidak pernah menemukan hal yang menarik perhatianku kepada seorang cowok.

Kalian bisa menggambarkan diriku ini sebagai cewek tomboy, dan itu sangatlah benar.

Dari kecil hingga aku SMA tak pernah sekalipun menyentuh mainan perempuan yang tak jauh dari kata boneka, Barbie, manik warna-warni, atau semua mainan perempuan lainnya. Bahkan jika kalian masuk ke kamarku yang kalian lihat adalah dinding kamar yang penuh dengan poster game terbaru atau anime yang aku dapat dari majalah game/anime. Rak buku yang penuh dengan komik dan novel. Tak hanya itu, warna kamarku adalah perpaduan antara warna abu-abu tua dan hitam serta sedikit sentuhan warna putih untuk langit-langit dan perabotan yang ada dikamarku. Mama tidak pernah membelikanku baju dengan warna soft dan terang karena aku membencinya. Di lemari pakaianku hanya berderet baju dan celana dengan warna putih, hitam, merah, cokelat, dan biru tua. Disudut kamarku ada keranjang yang berisi bola basket yang aku milki sejak papa membelikannya padaku untuk pertama kalinya diumurku yang ke-7 tahun. Sebuah Playstation terbaru yang baru kubeli beberapa bulan yang lalu teronggok rapi di sisi dekat tempat tidurku lengkap dengan peralatan lainnya.

Mama tidak pernah protes dengan ini karena walaupun kamarku penuh dengan banyak benda yang berbau laki-laki tapi setidaknya aku masih menyisihkan sisi kewanitaanku dengan tetap membiarkan kamarku bersih dan tertata rapi. Sejak kecil hingga dewasa rambutku selalu terpotong pendek dengan model yang bisa dibilang itu bukanlah model rambut seorang cewek, tapi setidaknya aku membiarkan rambutku rapi. Bisa dibilang aku bahkan lebih jantan daripada seorang cowok.

Tapi bukan itu alasan sebenarnya aku tidak berpacaran. Aku memegang prinsip yang diajarkan mama padaku, 'kalau kamu memang serius dengan seorang cowok, lebih baik kamu berpacaran setelah kamu menikah karena itu akan lebih baik. Kamu harus punya komitmen untuk punya suatu hubungan, karena suatu hubungan bukanlah hal yang main-main agar tidak ada pihak yang tersakiti', kata mama waktu aku bertanya apa itu pacaran diumurku yang ke 9 tahun.

Mungkin jika alasan yang paling tepat untuk menjelaskan kenapa aku tidak berpacaran adalah karena aku tidak mau menjadi pihak yang tersakiti ataupun menyakiti karena aku sangat membenci rasa sakit. Aku ulangi lagi, AKU BENCI RASA SAKIT. Entah itu aku yang tersakiti atau aku yang menyakiti, aku sangat membenci itu.

Tapi,....

Kenapa kamu membawa rasa itu ke dalam hidupku. Rasa yang bahkan tidak pernah kurasakan selama hampir 17 tahun aku hidup. Kenapa kamu hadir di waktu yang tidak tepat. Kenapa kamu hadir di saat aku harus menjadi pihak yang menyakiti dan kamu yang tersakiti. Kenapa tuhan tidak adil? Untuk pertama kali dalam hidupku aku mencintai seseorang.

Dan seseorang itu adalah kamu, kamu yang saat ini aku temui dengan tidak sengaja disaat yang tidak terduga. Kamu yang aku sakiti saat aku berumur 17 tahun. Kamu yang meninggalkan rasa bersalah yang sangat besar di dalam diriku. Kamu yang aku tinggalkan selama 10 tahun dengan bekas rasa sakit yang tak akan pernah hilang walaupun kamu berusaha untuk menghilangkannya. Kata maaf tidak akan cukup untuk menutup luka yang ada di hatimu karenaku.

Kenapa takdir seolah-olah tengah mempermainkan kita? Mata indah namun tajam yang mampu membuatku tunduk hanya dengan tatapanmu yang telah lama hilang, kini tengah menatapku dalam. Wajah itu tidak pernah berubah dari dulu. Wajah itu, wajah dengan bekas luka di alis kanannya kini tengah ada dihadapanku.

Apakah aku sedang bermimpi?

Tidak, ini bukan mimpi. Jelas sekali ini bukan mimpi. Jariku yang tadi pagi tak sengaja tergores pisau masih berdenyut sakit, berarti ini bukan mimpi. Debaran di jantungku semakin tidak beraturan. Kami masih hanya saling memandang satu sama lain tanpa mengucap sepatah kata apapun. Hanya memandang dalam bisu, mengabaikan keramaian yang ada di sekitarnya, mencoba menerka-nerka apa arti dari pandangan dari dua insan yang telah lama tak bertemu. Rindukah? Marahkah? Terkejutkah? Atau, penyesalan?

Kenapa setiap kali mata itu menatapku, debaran di jantungku selalu meningkat di setiap detiknya. Ada perasaan hangat yang menjalar di dadaku. Kutundukkan wajahku untuk mengalihkan perhatianku pada jam tangan yang terpasang rapi di tangan kiriku. Debaran ini tak kunjung berhenti. Oh tuhan, kenapa lelaki ini dapat membuatku seperti ini. Kenapa harus kamu yang membuatku merasakan ini. Kenapa harus kamu?

Kenapa harus seorang Mahesa Reza Adiputra yang membuatku seperti ini, LAGI.

.

.

.

.

TBC

My Answer is YouWhere stories live. Discover now