Gadis itu melangkah menyusuri jalanan berbatu yang licin karena air hujan. Langit sudah mulai menampakkan sang surya setelah menutupinya dengan awan biru kelabu. Hawa panas mulai menyengat kulit namun udara masih terasa segar dan sejuk.
Rambutnya yang berwarna merah terkena sinar matahari sangat serasi dengan warna kuku pada jari-jari lentiknya. Langkahnya terhenti ketika melihat 3 buah mobil sedan berwarna hitam yang terparkir sembarangan di halaman rumahnya.
"Ada apa ya? Kok firasat gue nggak enak?" katanya sambil berjalan pelan, mengamati salah satu dari 3 mobil tersebut.
"Mobil siapa sih? Dikira rumah gue tempat parkir apa?" tanyanya sambil berkacak pinggang setelah sampai di teras.
Dua buah paper bags di tangannya, ia intip sedikit, memastikan keadaan barang tersebut.
"Huh ... untung nggak basah. Coba aja kalau mobil gue nggak disita sama bokap, pasti gue nggak bakal kelimpungan kayak tadi!" katanya sambil mengelus dada. Lega karena pujaan hatinya itu baik-baik saja. Ia berjalan masuk setelah membuka pintu putih besar yang hampir tertutup. Hawa dingin langsung menusuk bahu dan lengannya yang terbuka.
"Lily! Kamu nggak kuliah lagi?"
Suara yang sangat familiar itu menghentikan langkah gadis tersebut yang hendak menaiki tangga. Kepalanya menengok ke arah sumber suara dengan malas. Dahinya berkerut ketika melihat pemandangan yang tidak biasa baginya.
Di ruang tamu, ada sang ayah yang duduk berhadapan dengan seorang pria berpenampilan maskulin. Di belakang pria tersebut berdiri 8 bodyguard bertubuh kekar dan berwajah garang. Lily sedikit risih karena 10 makhluk adam di sana menatapnya intens.
"Kuliah nggak penting! Percuma kuliah kalau sudah 4 tahun nggak lulus-lulus, Lily capek!" ucap Lily sedikit membentak sang ayah. Wajahnya ia alihkan ke arah lain. Dadanya naik turun dan rahangnya sedikit mengeras. Ia sedang menahan emosi yang hendak meletup-letup di depan kesembilan tamu ayahnya.
"Jaga bicara kamu! Ayah sudah berjuang mati-matian agar kamu menjadi anak yang membanggakan, bukan menjadi seorang pembangkang!"
Perkataan sang ayah barusan membuat hati Lily bergemuruh, ia segera menaiki tangga, melanjutkan langkahnya yang terhenti. Ia tak peduli jika tamu ayahnya itu menatapnya dengan pandangan tidak suka, menganggap bahwa dirinya sangat tidak sopan dengan sang ayah.
"Hhh, Lily nggak minta ayah buat berjuang. Bahkan, Lily nggak pernah menganggap ayah ada." ucap Lily sambil berjalan. Suara heelsnya yang berbenturan dengan lantai marmer, menambah hawa panas di sana.
"Kamu anak yang durhaka, Lily!"
Lily mengabaikan sang ayah. Ia tak peduli. Toh ia juga tak punya ayah yang sebenarnya.
"Tuan Ali, Anda boleh mengambil anak saya sebagai pelunasan hutang 769 milyar. Saya harap, Anda mau menikahi Lily, anak perempuan saya satu-satunya. Bagaimana?"
Hati Lily bagai tersambar petir mendengar perkataan sang ayah. Tangannya yang hendak membuka handle pintu, ia urungkan. Tangannya mengepal dan kepalanya menunduk. Paper bags yang dibawanya, ia lempar ke sisi kiri, tak peduli lagi dengan kondisi barang tersebut.
"Apa maksud Ayah?!" teriak Lily sambil berlari menuruni tangga. Ia tak peduli jika kakinya harus sakit karena berlari memakai sepatu hak tinggi.
"Kamu akan menikah dengan Tuan Aliand Timon Adelmaro dan tinggal bersamanya, bukan di sini lagi."
Dengan wajah merah sampai ke telinga, Lily menatap sebal pria yang sedari tadi memasang wajah datarnya. Pria itu juga tengah menatap Lily intens dari bawah ke atas. Lily yang risih dengan tatapan pria itu, memelototkan bola matanya.
"APA?! GAK! LILY GAK MAU NIKAH SAMA BAPAK-BAPAK INI!"
Teriakan Lily itu sontak membuat pria tersebut sedikit terkejut dan memasang wajah marahnya, tak lama pria itu langsung menormalkan raut wajahnya. Lily mendadak bingung dengan pria itu.
"Baiklah, Saya terima. Dengan begitu, hutang Anda lunas. Terima kasih."
Pria itu berdiri kemudian membenahi jasnya. Ia bersalaman dengan ayah Lily kemudian berjalan ke arah Lily yang sedang mematung. Entah apa yang dipikirkan Lily, namun pandangan gadis itu kosong.
"Kalian! Bawa gadis ini ke KUA! Urus resepsi pernikahan kami!" ucap Ali menatap kedelapan bodyguardnya.
Mendadak, kaki Lily lemas seperti jelly. Benar-benar tak terduga, tiba-tiba saja ada pria yang tak dikenalnya dan langsung menikahinya dalam hitungan menit.
***
"Masih mending langsung dinikahi, daripada langsung dikawini! Haha!!"
Silahkan vote cerita ini jika kalian suka.
Next? 10+ votes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Weding Disaster
FanfictionLilyana Athaya sangat membenci sang ayah yang tega menjual dirinya kepada seorang pria berumur 29 tahun. Akibat permasalahan hutang Hirmawan dengan perusahaan Adelmaro Corp, Lily harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya. Pendiam, datar, ding...