Prologue: How I Landed on a Devil's Bed

59.6K 517 32
                                    

"Apa kau sudah gila!"

Suara melengking yang menyambar telingaku bahkan lebih cepat dari kecepatan mataku membuka kelopaknya, membuat kepalaku pening seketika. Ada suara berdengung kencang, seperti bunyi layar defibrillator ketika jantung seseorang berhenti berdetak. Mataku masih tak sanggup terbuka. Sungguh, tak sanggup. Tubuhku lelah parah. Namun kakiku masih mampu berkompromi dengan bergerak, memaksaku duduk. Satu tanganku yang tak memegangi ponsel, memijat pelipisku, berharap pusing iku menyingkir cepat. Sial. Berapa banyak alkohol yang kutenggak sebenarnya? "K-au b-bicara ap-apa?" Aku tak yakin suara parauku yang seperti gagak menelan sandal itu terdengar lawan bicaraku di seberang telepon sana.

"Buka halaman messenger-mu, Brengsek. Bangun dan hadapi kenyataan!"

Aku menggumam. Suara teriakan barusan mampu membuatku memutuskan untuk melempar ponselku jauh-jauh. Sial, aku butuh aspirin. Aku mencoba berdiri, masih dengan mata terkatup sempurna. Baru akan mencoba melangkah, mulutku langsung mengerang. Ada perasaan perih di pinggang bawahku.

Perih sekali.

Kutepuk perutku secara spontan. Sentuhan cepat jemariku ke permukaan kulit perutku secara langsung membuatku mematung sejenak. Mataku akhirnya terbuka. Dan hal yang pertama diperintah otakku adalah menunduk. Dan benar saja. Perutku.

Tubuhku.

Tak ada selembar kain pun yang menempel di sana.

"Shit!" Aku meracau sumpah serapah. Mataku yang terbuka sempurna kini memandangi sekitar. "What the-ini bukan kamarku!"

Kaca jendela yang begitu besar di satu sisi sampai seolah menggantikan sebuah tembok. Tirai bening yang tersingkap di sisi-sisinya. Cahaya matahari menyilaukan yang terlihat di luar sana. Lalu aku berputar. Ranjang. Dengan selimut yang sangat tebal berwarna biru muda sebiru langit musim panas. Tanpa corak. Juga nakas dan TV flat yang menempel di tembok. Serta lemari kecil di ujung ruangan kamar yang lengang dan dingin lantainya.

Jangan lupa, ceceran lembaran pakaian yang terserak seperti sampah.

Aku sontak meraih dress yang kukenal sebagai pakaianku, memakainya cepat tanpa memedulikan nyeri di bawah perutku. Sial. Ini sial. Kamar siapa ini? Kenapa aku tidur tanpa pakaian? Shit, benar! Aku mabuk semalam.

Aku betah merutuk. Kuedarkan pandanganku, mencari sepotong celana dalam milikku. Aku bisa gila. Satu hal yang pasti, ini bukan kamarku, bukan tempat yang kukenal, maka aku harus segera melesat pergi dari tempat ini.

Tentunya setelah aku menemukan celana dalamku.

Aku bergerak mengelilingi lantai kamar, dan mendekat ke arah lemari. Siapa tahu potongan kain laknat itu terlempar sampai ke sana. Pandangan mataku menajam. "Apa... ini?" Bukannya menemukan celana, aku justru menemukan... kamera? Umpatan keluar dari mulutku dengan cepat. Psikopat mana yang membawaku ke tempat ini? Jangan bilang, sutradara film porno? Kusambar kamera mini itu dengan cepat dan mengambil SD Cardnya. Kumasukkan dalam saku dress-ku yang lusuh dan berbau keringat maskulin-

-bercampur aroma sperma  sepertinya.

"Sial. Di mana celanaku?"

"Mencari sesuatu?"

Setan itu mewujudkan rupanya dalam bentuk lelaki bertubuh tinggi berbadan atletis. Rambutnya basah. Tetesan air berjatuhan liar dari ujung helainya, menjatuhi bahu dan dada bidangnya. Handuk putih menggantung rendah di panggulnya. Aku mengerutkan alisku. Ia tersenyum dengan kurang ajarnya, sembari menimbang sesuatu di tangannya. Potongan kain putih berenda yang sangat kukenali dan kucari beberapa menit terakhir.

"Care to make a little conversation, first?"

Lelaki berambut pirang kecoklatan itu melangkah maju mendekatiku dengan senyum yang membuatku ingin menelan beberapa butir aspirin sekaligus. Aku ingin sekali menampar wajahnya. Pria asing. Bajingan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sleeping ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang