The Outpouring of the Little Girl

2.4K 49 0
                                    

Sebuah catatan kecil tentang seorang wanita yang memiliki sifat seperti air mengalir dan penuh rintangan. sebuah cerita seorang wanita yang hidup sendiri tanpa ada 1 cinta yang ia punya saat itu, tak pernah nyerah menghadapi kehidupaan tanpa ketidakpunyaan. Hingga pada saatnya ia merasa ketidakadilan, seakan kebahagian menjauhinya dari kehidupan.

Suara hujan sedemikian berisik membangunkan gadis kecil yang tertidur pulas dalam sebuah gubuk sempit tanpa lampu, hanya penerangan jalan yang membuat gubuk tua itu tidak begitu gelap. Gadis kecil itu terbangun  dari tempat tidur kardusnya, membuka sedikit pintu dan  memarah kecil kepada hujan yang sudah membuatnya terbangun dari tidurnya.

"Hujan, tolong jangan basahkan  rumahku. Ia tak mampu menampung airmu, Hujan."  Gadis itu menatap langit-langit gubuknya dengan raut wajah sedih, melihat atapnya tidak bisa menadahi turunnya air hujan. Gadis itu  menutup wajahnya, mengusap kasar karena ia malu kepada hujan, ia adalah perempuan lemah yang harus berjuang demi hidupnya.

Gadis ini bangkit masuk ke rumah, menuju sebuah meja yang terdapat beberapa peralatan dapur seadanya. Ia mencari sisa botol minuman, bangun di tengah malam membuat tengorokannya terasa sangat kering. Tidak lama dia mendapatkan botol air minum, sayangnya air itu hanya tersisa 1 tetes yang tidak sanggup menghilangkan dahaganya.  Dia menangis, membuang botol itu keluar  gubuknya, tanpa dia sadar bahwa botol yang ia buang bisa menampun air hujan, yang dapat  ia minum untuk saat ini.

Gadis kecil itu kembali melihat botol  yang tertampung air sampai penuh, ia berdiri dan berlari mengambil botol air itu, dan meminumnya sampai tandas tak tersisa.

"Maafkan aku, Tuhan. Ternyata hujan yang engkau turunkan begitu berarti untukku," ucap gadis itu menautkan jarinya di depan dada, berucap syukur karena hujan tang turun adalah berkah untuknya. Sekarang gadis kecil itu kembali tidur ke dalam pondok kecilnya setelah rasa hausnya hilang.

*****

Matahari masih terlihat malu-mau menampakan sinarnya, tapi tidak untuk gadis kecil ini, ia berjalan membawa tas karung berisi barang barang tak layak. Ia menyusuri jalan mencari botol minuman bekas yang akan ia jual untuk membeli sebungkus nasi,  dia menemukan beberapa buku yang terbuang berserakan di dalam tempat sampah.  Dia mengutip buku itu, tapi bukan untuk ia jual melainkan dia ingin membaca buku itu, memang gadis itu tak sekolah bagaimana dia bisa membaca?, gadis kecil ini sungguh pintar, setiap pagi hari ia pergi ke sekolah-sekolah untuk mendengarkan beberapa guru berbicara, dia terlihat senang bisa mengikuti pelajaran sekolah walaupun hanya dari luar kelas. Menurutnya pelajaran sangatlah penting, ia percaya suatu saat nanti usaha yang ia lakukan tidak akan membohongi hasil. Tetapi selalu ada saja yang menghalangi niatnya untuk belajar,  teman-teman dalam kelas itu selalu mengejeknya, meludahinya, dia begitu tertekan dengan keadaan. Padahal dia hanya ingin seperti mereka yang bersekolah, dan  pandai membaca serta berhitung.

Gadis itu kemudian pergi dari sekolah setelah mendengar bel berbunyi, ia tidak mau teman-temannya akan kembali menghinanya yang membuat perasaan gadis itu sakit. Ia berjalan dengan penuh rasa semangat, untuk kembali melanjutkan perkerjaanya memungut barang-barang bekas. Dia sudah tidak memiliki ibu apalagi seorang ayah yang menjaga dan membelainya layaknya malaikat dalam hidupnya. Hidup serba kekurangan justru tidak membuat gadis itu lemah, ia tetap bekerja keras untuk kehidupan yang layak suatu hari nanti.

****

Lima belas tahun kemudian, gadis kecil itu kini berubah menjadi wanita dewasa dan tangguh. Tidak ada yang menyangka, bahwa gadis kecil itu kini sudah sukses, dengan semua jerih payahnya. Usaha yang ia lakukan dengan tekun membuahkan hasil, ia mengikuti lomba cerdas cermat tingkat nasional yang di adakan langsung oleh presiden.

Awalnya, gadis ini sangat di remehkan, bagaimana bisa seorang yang tidak bersekolah dapat mengikuti perlombaan bergengsi ini. Namun, berkat kegigihan serta keberanianya gadis itu mampu menutup mulut-mulut hina yang sudah merendahkan dengan kepintaraanya. Ia menjadi juara pertama pada lomba itu, dan menjadi perhatian presiden untuk memberikan beasiswa sekolah serta biaya menunjang kehidupannya.

Gadis yang sejak kecil selalu diabaikan kehadirannya, kini sangat berarti untuk perekonomian negara. Ia berhasil mendirikan perusahaan makanan yang berkembang pesat di usianya 21 tahun. Hidup di kelilingi harta tidak membuat gadis itu berpuas diri, ia kini tinggal pada rumah mewah seperti istana dengan seorang adik angkat yang ia temui di pinggir jalan sedang memungut bekas makanan. Gadis itu mengingat masa-masa sulitnya dahulu, betapa sulit perjalanan hidupnya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik.

Sekarang di usia dua puluh empat tahun ia sudah bisa menikmati hasil kerjanya. Tidak takut untuk kelaparaan apalagi sampai kehausan seperti masa kecilnya. Yang terpenting gadis itu tetap rendah hati dan tidak sombong walaupun sudah bergelimang harta.

######

Jakarta, 17 Juni 2017

Sall❤

One Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang