Yang pernah ngerasa punya sahabat bilang, sahabat itu seperti bintang, selalu ada meski tak selalu tampak, seperti tangan dan mata, tangan yang sakit maka mata akan berair dan kemudian menangisi tangan. Mata yang perih pun akan diusap oleh tangan.
Yang pernah ngerasa punya sahabat bilang, sahabat adalah keluarga. Disaat senang dan susah selalu berbagi. Teman hanya datang ketika butuh, tapi sahabat tau tangis didalam senyum.
Aku sendiri tidak tahu, hampir dua tahun rasanya aku tidak mengenal apa itu sahabat setelah fakta yang mengecewakan benar-benar menghampiriku, rasanya aku tidak ingin lagi percaya dengan sosok yang orang bilang sahabat itu. Lebih baik semua sama rata. Tak terlalu dekat dan tak terlalu jauh.
Seseorang yang orang lain anggap dia itu sahabatku pernah berkata, "apapun yang membuatmu bahagia, aku ikut bahagia". Ternyata itu omong kosong, yang dengan bodohnya aku percaya. Khianat.
Malam itu entah kenapa aku terdiam. Lama. Sama halnya dengan lamanya aku mengenal dia, yang tak kusangga menikamku dengan pisau yang tumpul dan menghujamkannya berkali-kali.
Untungnya, sahabatku tidak satu. Lagi-lagi orang bilang, sahabat itu satu, tiga itu banyak dan lima tidak mungkin. Okelah, mungkin diantara 5 susah aku eliminasi agar menjadi 3. Lupakan. Malam itu aku mendengarkan sahabatku yang lain, dia bertanya tentang masalahku dengan.. ya anggap saja namanya Duri. Duri adalah orang yang kukenal kurang lebih 4 tahun. Aku siswi baru disekolahnya. Jujur aku tahu, dikelas tidak banyak yang suka dengan sifat duri. Seperti namanya kuanggap, kata-katanya seringkali menyinggung perasaan orang lain. Sehingga orang disekelilingnya merasa risih berteman dengannya. Entah kenapa dua tahun berlalu, aku masih belum menelaah sifat apa yang tidak disukai orang dari dirinya. Dia baik, sering berbagi, dan tidak sungkan memberiku nasehat.
Saat yang ditunggu pun tiba, saat dimana aku dan Duri bertengkar hebat. Dia dengan sengaja ikut campur urusanku dengan mantan pacar yang notabene sangat aku benci. Lebih pahitnya lagi dia meminta maaf dan berkata "maaf jika aku salah". Artinya "jika" mungkin disisi lain dia tidak ingin disalahkan atas kesalahannya.
Dan orang yang begitu aku benci itupun ikut meminta maaf dan memintaku berhenti menyalahkan Duri. Kerjasama yang hebat. Seakan ingin memojokkan aku atas apa yang mereka perbuat.
Sehingga aku pada akhirnya tak memilih satupun dari mereka. Duri, orang yang selama ini aku anggap sahabat. Tempatku bersandar dari masalah apapun yang tak pernah lupa aku ceritakan, ternyata lupa bagaimana membuatku bahagia.
Yang harus mereka ketahui saat ini adalah, mereka tidak boleh dan tidak bisa masuk kedalam kehidupanku lagi.