Sepertinya mudah ya.. Memulai hal baru yang menentang kebiasaan kita sebelumnya. Mereka selalu mengolok, mereka mungkin belum merasakan keadaan yang menimpaku sekarang, hingga mulut mereka masih mencibirku.
Hari ini entah mengapa aku tidak ingin pergi ke sekolah. Tangan dan kakiku terasa lemah, punggungku sakit. Ayah dan Ibu berpisah kemarin, suatu hal yang membuatku pindah kerumah bibi.
“San, cepat turun! Makanannya sudah matang.”
Haish.. Bibi mulai berteriak, ah sudahlah, mau bagaimana lagi, aku tidak ingin turun, tapi mengingat bahwa bibilah yang masih membuatku kuat bertahan hidup, aku kemudian turun.
“Kenapa kamu belum mandi nak? Ini sudah jam tujuh.”
“Sudahlah bibi, aku malas pergi ke sekolah. Untuk apa aku pergi jika aku hanya diolok? Aku turun karena aku lapar. Aku ingin makan saja.”
“Heyy Sania, dengar bibimu ini. Sini sayang, coba lihat bibi. Nak, apakah kamu punya dua telinga?”
“Hmm..”
Aku menggumam sambil mengambil roti yang sudah selesai dibakar.
“Lalu apakah kedua tanganmu masih lengkap?”
“Apasih yang ibgin bibi katakan?”
“Sania, kamu punya dua tangan dan punya dua telinga. Yang bisa kamu lakukan hanya menutupi telingamu saja dengan kedua tanganmu. Tidak mungkinkan, kamu bisa menutup sekian banyak mulut yang mencibirmu. Biarkan saja mereka membual.”
Setelah aku pikir-pikir, iya sih. Bibi benar, yang bisa aku lakukan adalah menutup telinga. Baiklah, aku putuskan untuk segera mandi. Sudah pukul tujuh lebih tiga puluh, aku khawatir pintu gerbang sekolah sudah ditutup. Meski begitu aku juga tidak berharap bahwa saat pintu gerbang tertutup, aku begitu kesal dan marah. Di saat itu juga, datang seorang lelaki yang membantuku, mulai saat itulah kita saling jatuh cinta. Plzz., ini bukanlah drama yang berakhir Happy ending.
Tapi, dengan selamat aku tiba disekolah pukul tujuh lebih empat puluh. Jarak antara rumahku sampai sekolah lumayan jauh, ehh.. maksudku rumah bibi. Aku bisa datang dengan cepat karena bibi menyuruhku menumpang pick up tetangga yang kebetulan akan pergi kepasar, searah dengan sekolahku.
“Alhamdulillah, tidak jadi terlambat.”
Betul sekali, karena kelalaianku aku mengira bahwa aku tidak terlambat. Aturan di sekolahku itu aneh, pintu gerbang hanya ditutup sesaat pada pukul tujuh, dan dibuka kembali pukul delapan lebih tiga puluh menit. Memang, aku tidak terlambat masuk gerbang, tapi tidak tepat saat masuk kelas.
“Assalamualaikum,”
Bu guru menghentikan gerakan menulisnya, semua mata tertuju padaku.
“He., he., maaf terlambat bu.,”
Aku masuk kelas. Teman-teman mulai membicarakanku.
“Sudah sana duduk! Karena kamu terlambat, dudukmu dibelakang.”
“He., he., aku tau bu guru pasti akan bilang seperti itu. Terimakasi bu.”
“Bagaimana kamu bisa tau karakter saya, sedangkan saya masih pertama kalinya mengajar dikelasmu?”
“Klokk.,”
Aku membunyikan mulutku.
“Karena itu sudah bisa aku tebak, apalah artinya jika bangku belakang masih kosong, itu!”
Semua melongo menoleh kebelakang. Mereka semua gagal focus karena ada salah satu murid yang tidur dengan santainya. Ngorok lagi.,
“Sudah sana, jangan membual..”
Alhamdulillah, Bu guru ini mengijinkan aku masuk, jika tidak.. tamatlah riwayatku.
Hari ini adalah pelajaran geografi. Kami mendapat guru baru karena sekolah kami mendapat tugas untuk percobaan kurikulum baru.
“Baiklah, hentikan kegiatan mencatatnya! Ibu akan menjelaskan, simak baik-baik karena ini adalah dasar kalian untuk praktek nanti.”
Karena aku terlambat, aku kehilangan waktu untuk mencatat itu. But, santai aja. aku mencoba menenangkan diriku sendiri.
“Kamu bingung, karena kamu belum selesai?”
“Hehh..”
Sebetulnya aku kaget, tapi berusaha sok tenang.
“Jangan sok kaget begitu, aku disini berusaha membantumu.”
“Hehh.. siapa aku? Ehhh… maksudku siapa kamu?”
“Sudah diamlah, ini aku punya buku catatan yang lengkap. Sudah jangan bertanya, jika kau bertanya terus kau melewatkan penjelasannya.”
“Lah, bagaimana dia bisa punya catatan lengkap? Padahal dia tadi tidur pulas. Dasar orag anehh.”
Batinku, sambil mengernyitkan dahi.
“Dia berbicara terus, bukannya dia yang melewatkan penjelasannya.”
Aku berbalik dan menggumam.
“Heyy.. Sania kenapa kau berbicara terus.”
Bu guru mengagetkanku.
“Ha..? maaf bu. Sudah, ibu lanjutkan saja.”
Bagaimana bisa Bu guru menyalahkanku, sedangkan aku hanya berbicara sedikit.
“Hmm.. Hmm..”
Memang ya, orang menyebalkan ini masih terseringai. Apa aku ini lucu??
Terimakasih teman-teman, jangan lupa kasih vote dan saran yaa..
Maaf kami masih amatiran
Salam hangatRHMYP - GHYTS
KAMU SEDANG MEMBACA
She Went to My Arms
Short StoryMatahari bersinar begitu terik, tapi tidak sampai menyengat karena hawa di lereng gunung membuatnya sejuk damai. Bukan apa-apa, hanya saja sinar itu masih bisa menembus celah-celah dedaunan yang akhirnya menyapa sebagian pipi dan mataku. Aku berusah...