Namja itu duduk sembari menatap langit biru yang sesaat lagi akan berubah menjadi langit senja. Ia tersenyum sedikit getir, kemudian menunduk. Matanya terasa panas kali ini, tapi ia menahan sesuatu keluar dari matanya.
"Taehyung-ie," ucap seseorang dari belakangnya, kemudian merangkul bahunya. Namja itu menggidik kaget, sembari menengok ke sisi kirinya.
"Ah. Wae eomma?"
Ibu Kim hanya tersenyum, menatap anaknya yang sebentar lagi berajak dewasa. "apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya.
Taehyung kembali tersenyum, ia menutupi seluruh kesedihan di dalam benaknya dengan senyuman palsu itu.
Ia menggeleng beberapa kali, kemudian ia menaruh kepalanya di bahu ibunya. "anni-yo." katanya, berbohong.
"Ayolah, Taehyung-ie, jangan berbohong. Eomma tahu kau pasti sedang ada masalah, ayo, ceritakan." tukas Ibu Kim, terus mengolok Taehyung dengan suaranya yang begitu lembut.
Taehyung mengembalikan posisi kepalanya seperti semula, ia menunduk. Rasanya ingin sekali dia tidak menangis di depan ibunya, tapi kali ini ia tidak bisa menahan semua itu. Semua yang ia jalani terasa begitu berat sekarang. Bahkan bibir berwarna pink yang sekarang pucat dan bahunya pun bergetar, ia sulit berbicara saat ini.
"Aku gagal, lagi." tukasnya, dengan nada lirih.
Tangan hangat dan halus milik Ibu Kim kini menjalar menuju punggung Taehyung, ia mengelusnya dengan sangat hati-hati. Ia tersenyum, begitu mendengar penjelasan anaknya.
"Tak apa, Taehyung-ah, ini bukan akhir dari perjuanganmu. Kau harus belajar untuk mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, kau tidak bisa menolaknya terus-terusan. Karena apa? Itu adalah takdir Tuhan." tutur Ibu Kim, seraya menghapus air mata di pipi putra bungsunya.
"Lalu ... bukankah itu berati, Tuhan tidak menyayangiku?"
Ibu Kim kemudian menaruh kedua tangannya di kedua bahu Taehyung, ia menegapkan posisi duduknya.
"Kau sudah besar, kuyakin kau sebenarnya paham mengapa ini terjadi. Kau harus terus berusaha, karirmu di masa mendatang pasti akan lebih baik dari masa burukmu saat ini." tutur Ibu Kim, lagi, ia sangat perhatian dan selalu menasihati anaknya dengan tuturnya yang sangat lembut.
"...ayo, sebentar lagi waktu makan malam. Eomma sudah menyiapkan makanan kesukaanmu, ayo," ajak Ibu Kim, seraya menarik lengan Taehyung yang kini menjadi lebih besar dari lengannya.
****
Pagi ini seperti biasa, Taehyung berdiri di trotoar menunggu sebuah mobil besar berhenti di depannya. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, rambutnya disapu oleh angin-angin kecil yang ada di sekitarnya. Begitu mobil besar atau bus itu tiba, ia langsung menaikkan kakinya ke dalam bus tersebut lalu duduk dengan tenang.
"Ku pikir, kita bisa bicarakan hal ini dengan baik, Tuan, ku mohon."
Taehyung mendengar suara serak seorang ahjussi di kursi yang berseberangan dengannya. Ia berusaha tidak menyimak percakapan itu, tapi suara kedua ahjussi itu sangat besar dan sedikit mengganggu. Jadi, ia terpaksa untuk diam dan sedikit menguping.
"Tuan Kim, mereka bertalenta, apa lagi yang kau ragukan? Dulu kau selalu memforsir mereka untuk berlatih sampai larut malam, dan sekarang pikiranmu berubah begitu saja?" kata Ahjussi, dengan suara serak dan menekan.
"Tuan Ho, saya sudah menyerah mengurusi mereka. Sudahlah buang saja mereka si sampah-sampah tak berguna!" lalu disambungi dengan suara bariton.
"...saya akan melepas kontrak mereka, jadi tolong jangan datangi saya lagi setelah ini. Mereka tidak berbakat, tidak cukup pantas menginjak lantai dingin di sebuah panggung, dan mereka tidak pantas untuk disukai banyak orang." timpal Ahjussi itu, dengan suara bariton yang semakin meninggi dan membentak Ahjussi yang ada di sebelahnya, yang sedari tadi memohon padanya.
Taehyung tertohok, ia membeku begitu mendengar detik-detik terakhir seorang Ahjussi dengan lantangnya berbicara kasar seperti itu, di tempat umum. Ia menelan salivanya dengan kasar.
Ia pun berpikir, apa yang sedang diributkan kedua Ahjussi itu tentang sebuah perusahaan yang memiliki trainee untuk debut? Ia bergumam dalam hati.
Tanpa mencoba untuk menghilangan semua pikiran di otaknya, ia berdiri menarik pegangan yang ada di ujung kirinya lalu ia bergegas turun dan dunia peperangan pun dimulai begitu ia sampai di sekolah kesayangannya, sekolah yang akan membuatnya sukses dan membuat segala mimpinya menjadi nyata di kemudian hari.
'HANLIM MULTI ART SCHOOL'
"Taehyung-ah!" teriak seseorang dari balik punggung Taehyung, ia lari lalu merangkul Taehyung tepat di depan koridor sekolah.
Taehyung tersenyum. "Kau? Kapan kau kembali?" tanya Taehyung, lalu keduanya berjalan beriringan.
"Seminggu yang lalu. Aku sangat senang, bisa kembali bersekolah di sini dan terus berteman denganmu." ujarnya, namja ini bernama Park Jimin. Lelaki kaya yang saat itu dikeluarkan dari sekolah karena satu dan lain permasalahan. Kakeknya adalah pemilik perusahaan perpajakan beserta pemilik sekolah ini.
"Pasti kau memohon pada Kakek-mu sehari semalaman, kan?" ucap Taehyung, bergurau.
Jimin terkekeh sampai matanya tidak terlihat. "Kau selalu tahu hal itu!" timpalnya, kemudian disusuli tawaannya. "seharusnya aku sudah menjadi aktor sekarang."
Saat keduanya telah masuk ke dalam kelas, dan menduduki kursinya masing-masing. Seorang perempuan dengan rambut panjang yang terurai di punggungnya membuat Jimin dan Taehyung memusatkan pandangan mereka ke sana. Yeoja itu baru datang, dan ia sudah duduk di kursi ke 3 dari depan.
Jimin berbisik pada Taehyung yang duduk di seberang kirinya. "Taehyung-ah, siapa dia?" katanya, perlahan.
"Eoh? Itu murid baru."
"Aku sudah tahu itu. Tapi, siapa namanya?"
"Jeon Mi-Hae," balasnya, kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Jimin di dalam kelas. Ia berrencana pergi ke toilet.
Taehyung melewati sisi kiri Mihae, tanpa sengaja ia menjatuhkan tempat alat tulis Mihae yang berwarna pink itu. Tanpa ba-bi-bu ia segera mengambilnya dan menaruh tempat itu di meja Mihae.
"Maaf, aku tidak sengaja," ucapnya sambil tersenyum, lalu pergi.
*****
Part kedua nieh. Semoga suka ya kalian kesayangan acu! Jangan lupa vomment woe!!

YOU ARE READING
Stigma - kth
FanfictionUntil you spread your wings, you'll have no idea how far you can fly. -kim taehyung.