Chapter 1

396 51 4
                                    

Twins
Chapter 1
Genre : Drama Family
.
.
Shi. Itulah panggilanku begitu aku terlahir kedunia. Aku punya satu kakak dan satu adik. Kakakku bernama Kasuo. Sedang adikku bernama Ashe dan dia adalah kembaranku.

Aku dan Ashe memiliki wajah yang sama. Identik. Banyak orang sulit membedakan kami saat kecil. Tapi tidak dengan sekarang. Semua orang bisa membedakan kami. Karena kini di wajah Ashe, ada luka bakar mengerikan yang merusak separuh wajah tampannya.

Usia kami masih empat tahun saat kejadian itu terjadi. Meski aku masih tak bisa mengingatnya, sampai sekarang.

Ibu berkata bahwa saat itu, aku dan Ashe sedang bermain didekat perapian saat musim dingin tengah berlangsung. Tanpa sengaja, kakiku menyandung kaki Ashe yang sedang berlari dan membuatnya terdorong menuju perapian. Ia mengalami luka bakar yang parah pada wajah dan tubuhnya. Adikku harus masuk rumah sakit selama empat bulan. Namun lukanya, terlanjur meninggalkan bekas yang mengerikan.

Aku tak ingat kejadian itu. Sungguh tak ingat. Namun sejak saat itu, aku kehilangan senyum dari ibuku. Ia tak pernah lagi menyuapiku makan. Tak pernah lagi mendengar ceritaku. Katanya, ia sibuk merawat Ashe yang terluka karena aku. Katanya, aku telah menghancurkan kebahagiaan adikku.

Aku tak lagi merasakan pelukan ibu semenjak saat itu. Semua pelukannya hanya dirasakan oleh Ashe. Ia mendapatkan seluruh perhatian ibu. Juga senyuman dan kehangatan darinya.

Mungkin, itulah hukumanku karena telah membuat wajah adikku terluka parah.
.
.
"Shi, cepat bereskan semua barang-barang ini! Kakakmu Kasuo sedang menjemput Ashe dari rumah sakit. Ibu harus bekerja, mengecheck pesanan client. Jangan sampai mereka datang, rumah ini masih berantakan. Apa kau mengerti?"

Aku mengangguk saat ibu memerintahku. Sekarang usiaku mencapai enam belas tahun. Aku sudah kelas dua SMA. Dan hari ini adalah kepindahan kami kerumah baru.

"Susun semuanya sampai rapi. Terutama barang-barang milik Ashe. Jangan sampai salah meletakannya atau adikmu akan sangat murung. Ingat, mereka akan datang dua jam lagi."

"Baik, ibu." Aku menarik semua koper-koper dan kardus yang super-super banyak itu. Aku merapikan perabotan keluargaku. Barang-barang milik Ashe yang paling utama.

Aku meletakannya sesuai selera adikku. Ia sangat menyukai 'burung hantu salju'. Segala tentang burung hantu berwarna putih itu dibelikan oleh ibu untuk menyenangkan hatinya. Ashe punya puluhan patung burung dikamarnya. Koleksinya sangat banyak.

Kamarku menjadi hal terakhir yang kuberesi. Tak seperti Ashe, aku tak punya banyak barang. Tak ada yang spesial dari perabotanku. Siapa yang sudi menghabiskan uang mereka untuk menyenangkanku? Tak ada. Kecuali mungkin Kasuo Gege.

Kutatap seruling bambu yang kudapat dari Kasuo Gege tahun lalu. Satu-satunya hadiah yang pernah kudapat.

Selain bantal, guling, peralatan sekolah dan mandi, aku tak punya barang berharga lainnya.

Kupandangi nilai ujianku yang menumpuk didalam tas. Aku ingin sekali memperlihatkan semua nilai ujianku pada ibu agar membuat hatinya senang. Tapi aku tak berani.

Meski disekolah, aku selalu mendapat nilai tertinggi. Tapi kurasa, ibu tak menganggap hal itu penting bagi dirinya.
.
.
"Shi, lihat! Ibu membelikanku burung hantu salju sungguhan? Ashe menunjukkannya padaku begitu ia pulang dari rumah sakit. Burung hantu itu sangat indah. Bahkan paruhnya, juga berwarna putih. "Ini pasti mahal. Ibu, kau sungguh baik."

Aku hanya tersenyum melihat keceriaan diwajah adikku. Syukurlah, kau akhirnya bisa tertawa Ashe. Tapi ibu, apakah kau sadar? Jika kau bahkan, tak pernah membelikanku satu hadiah pun?

Aku pergi menuju kamar. Mandi lalu berganti baju. Hari ini adalah tugasku memasak makan malam. Aku harus segera bersiap.

"Shi, mau Gege bantu?" Kasuo Gege bertanya padaku. Aku hampir membalasnya dengan anggukan. Namun Ashe sudah memanggil Gege lebih dulu.

"Kasuo Gege, aku punya PR. Bisa kau mengajariku? Ya?"

Gege tak bisa menolaknya. Tentu saja ia lebih memilih membantu Ashe daripada membantuku masak. Tapi setidaknya, aku tahu, aku masih mendapatkan cinta dari kakakku walau tak sebesar cintanya pada Ashe.

"Aish."

Aku meremas kepalaku. Seperti biasa, kepalaku akan selalu berdenyut hebat setiap kali aku kelelahan. Dan belakangan ini, aku selalu saja kelelahan, bahkan meski hanya sekedar menyapu lantai dapur.

"Ibu, suapi aku kentang goreng itu. Aku mau mengerjakan soal bersama Kasuo Gege, tapi perutku lapar." Ashe memintanya. Aku bisa mendengar suaranya saat aku mengiris cabe merah dengan tangan kananku.

"Baiklah, sayang. Anakku yang manis." Ibu tertawa lalu menyuapi Ashe. Mereka bercanda gurau setelah itu.

Moment yang sangat kuinginkan. Aku bersedia menukar segalanya agar bisa menjadi bagian dari mereka. Atau setidaknya, merasakan kebahagiaan kecil yang dimiliki Ashe.

"Ibu? Gege? Mau kusuapi? Kentang gorengnya enak." Suara Ashe kembali terdengar.

"Tentu, mana?" Ibu membuka mulutnya.

Tanpa sadar, air mataku mengalir. Tetes demi tetes. Jatuh kedalam sup yang telah kubuat.

"Makanannya sudah siap," aku berseru setelah selesai menyeka air mataku. Aku menghidangkannya dengan baik diatas meja.

"Aku sudah kenyang. Shi, kau makan saja bersama yang lain." Ashe berseru. Lalu kembali bermain dengan burung hantu putihnya.

"Ibu makannya nanti saja. Ada pesanan dari client," ibu beranjak pergi. Masuk kedalam kamarnya.

Aku hanya terdiam sendirian dimeja makan. Menatap semua hasil masakanku yang kubuat sejak sore tadi.

"Biar Gege yang menemanimu makan."

Aku tak menyangka jika Kasuo Gege akan berkata seperti itu. Ia telah mengambil posisi disebelahku. Melihatnya mengambil sumpit dan siap menyantap hasil masakanku, membuatku sangat bahagia.

Tak apa jika yang lain mengabaikanku, tapi jika Kasuo Gege juga berbuat hal yang sama, lalu, apa yang bisa kulakukan didunia ini?

"Biar kuambilkan nasi untuk Gege," aku menyiduk nasi dimangkuk Kasuo Gege. Aku senang, karena ia mau menemaniku makan. Namun..

"Aduuuh," suara erangan Ashe membuat kami terkejut.

"Ashe, ada apa?" Kasuo Gege segera berlari, meraih tangannya yang berdarah.

"Burungnya mematuk jariku. Sakit, Ge." Ashe meringis kesakitan. "Obati aku, Ge. Kotak obatnya ada dikamar."

"Baiklah, ayo kita ke kamarmu."

Mereka lalu pergi. Sekali lagi, meninggalkanku sendirian dimeja makan, yang bahkan belum selesai menyiduk nasi dimangkuk Gege.

'Sekali lagi. Aku sendiri.'

Aku bisa merasakan rasa sup buatanku yang terlalu asin. Asin, karena penuh dengan air mataku.
.
.
.
TBC

TWINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang