Instant crusH

27 3 2
                                    

Wah, terima kasih banyak buat yang udah mau nyasar dan baca cerita ini :)

Selamat membaca, awas typo (?)

.
.
.

Seorang pemuda menatap foto di genggaman tangannya. Tatapan sepasang netra setajam elang itu menerawang.

Kenyataannya, ia memang telah lama dilupakan oleh kedua orang tuanya, seolah ia bukanlah anak mereka. Ia telah dibuang.

Dulu, ia memang sosok siswa alim dan teladan. Selalu menyabet juara kelas, taat peraturan, serta anak yang patuh sampai-sampai menjadi bocah kesayangan para guru. Ia juga menjadi idola banyak siswi di sekolahnya. Selain karena sifatnya, tentu saja juga karena wajahnya yang memang rupawan.

Namun ia yang kini bukan bocah lugu itu lagi. Ia bukan remaja cengeng itu lagi. Ia adalah bocah nakal yang mencatat pelanggaran paling banyak di banding teman-teman seangkatannya, memakai seragam secara asal-asalan, tak pernah mendengar nasihat orang-orang di sekelilingnya, suka tawuran, dan sering bolos pelajaran.

Ia bukan lagi sosok Julian yang dibanggakan banyak orang. Ia yang kini adalah remaja yang bebas dan tak suka terikat peraturan. Dan ia tak menyesali keputusannya untuk berubah.

Julian jarang menghabiskan waktu liburannya bersama keluarga kandungnya sendiri. Bahkan, dapat dikatakan hampir tak pernah. Dan itu bukan karena ia yang tak ingin berkumpul bersama mereka, melainkan karena mereka sendiri yang tak menginginkan keberadaannya.

Dan itu cukup untuk membuatnya menyadari, bahwa hanya itulah yang dapat ia peroleh dari orang tuanya. Karena kenyataannya...ia memang tak pernah diharapkan.

***

Julian tak pernah melihat Cara dengan cara yang sama ketika 'dia' ada. Ia tak pernah bisa menerima keberadaan orang yang telah merampas semua darinya. Dan ia tidak akan membiarkan orang itu juga merebut satu-satunya gadis yang ia sayang.

"Ra!" Tanpa sadar ia menggumamkan nama gadis itu, yang kini duduk di sisinya. Bel pulang sudah lama berdering, dan mereka masih berada di kelas itu. Sebenarnya Julian bisa saja pulang bersama teman-temannya dan meninggalkan Cara, namun ia tak tega meninggalkan gadis itu yang masih menulis esai untuk lomba sastra antarkota beberapa hari lagi.

Cara mengangkat pandangan dari esai di hadapannya, menoleh untuk menatap Julian yang sedang memandangi bandul kalung mereka yang sepasang dengan tatapan tak terbaca khas pemuda itu. Cara hendak membuka mulut, namun tiba-tiba saja Julian mengangkat pandangan dan tersenyum ke arahnya.

"Masih lama?" tanyanya.

Julian memang tersenyum, namun matanya menyiratkan hal lain.

Cara kembali menatap esainya, lalu ikut tersenyum dan kembali menatap Julian.

"Dikit lagi. Aku kerjain di rumah aja. Lagipula ngumpulinnya masih besok." Ia mulai membereskan alat tulis dan kertas-kertas yang bertebaran di meja mereka, lebih tepatnya di sisi meja Cara.

Hal itu membuat Julian yang tadi bersandar di kursi menegakkan tubuh jangkungnya dan mendengus pelan.

"Tau gitu mending gue seret elo pulang dari tadi. Lama banget nungguin elo, tau nggak?" omelnya, lalu kembali memasukkan kalungnya ke balik seragam dan menenteng tasnya yang ringan karena hanya diisi sebuah bolpoin dan sebuah buku tulis yang mencakup semua pelajaran alias buku tulis campuraduk.

Cara meringis. "Sori, Yan. Tadi kan udah bilang, kamu tinggal aja. Aku nggak papa, kok. Mana ada sih penjahat yang mau nyulik cewek jelek kayak aku?" Senyum konyol pun merekah di bibirnya.

INSTANT CRUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang