Lampu-lampu itu memenuhi ruang pandangnya. Semilir angin malam memaksanya untuk mengeratkan pelukan terhadap sepasang lututnya.
Suara hutan di malam hari terdengar bagai alunan orkestra yang indah di telinganya. Dia mendongak, besok ia akan pergi dari kota ini menuju ibu kota.
Dimana kehidupannya akan berubah menjadi lebih moderen. Tidak ada mendaki gunung setiap hari, tidak ada main air di sungai, tidak ada membantu petani memanen padi, dan hal yang biasanya ia lakukan. Sekali lagi, anak perempuan itu menghela napas panjang. Ia akan amat sangat merindukan kota ini.
Namanya Nona, ia baru saja tamat sekolah dasar. Sahabatnya gunung, buku diary-nya adalah langit, dan lampu-lampu kesayangannya adalah bintang. Ia selalu hidup bersama alam.
Angin malam kembali berhembus menerpa tubuh kurusnya, memaksa Nona untuk masuk ke tenda yang ada di belakangnya. Akhirnya, dengan berat hati Nona memadamkan api unggun yang ada di sampingnya, lalu masuk ke dalam tenda.
Nona melapisi sebagian tubuhnya dengan selimut. Matanya menerawang ke langit-langit tenda. Pikirannya melayang, mengingat bahwa ia pernah berkunjung ke ibu kota dalam jangka waktu yang—menurutnya—tidak singkat.
Saat itu ia tinggal di rumah adik Mamanya yang menetap di ibu kota. Dia juga berkenalan dengan anak-anak di komplek tantenya. Ada tiga anak yang akrab dengannya.
Yang tomboy namanya Una
Yang heboh namanya Ken
Nah, yang satu lagi...Nona meringis, mereka adalah kembar tiga dengan sifat yang berbeda, Nona jelas ingat wajah anak itu. Anak pendiam, dia yang paling mencolok karena sangat berbeda dengan dua saudaranya yang lain.
Oh, ayo lah. Nona masih berusaha. Rambut mereka ber-tiga keriting, benar. Lalu siapa namamu? Nona mulai frustrasi. lima menit berpikir keras, Nona menyerah. Ia memejamkan matanya dan saat itu ia teringat nama anak itu. Nona langsung terduduk—saking senangnya—ia sudah ingat namanya.
Yang pendiam dan menarik perhatian, namanya Alkan.
Nona tersenyum lega, ia mengingat semuanya.
•
•
•
Prolog : end
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidro karbon
Teen FictionKisah yang menceritakan Empat orang sahabat kecil yang kembali bertemu di kemudian hari. Tidak ada yang terlupakan, tidak ada yang terabaikan. Setidaknya itu yang Nona tahu. Menurutnya kehidupannya sangatlah sempurna. Orang tua yang mencintainya, s...