01. [Namanya Cerie]

16 4 3
                                    

Namanya Cerie Arcella.

Meninggali rumah bobrok di pinggiran kota bersama sang kakek. Tidak sekolah dan juga tidak bekerja. Dirinya hanyalah gadis biasa. Mungkin sangat-sangat gadis biasa.

Cerie yang bermimpi menjadi dokter dan bisa menolong banyak orang. Melihat para pasiennya sembuh dengan senyuman indah. Sungguh, ia sangat mengimpikan itu.

Tapi dirinya tahu. Impiannya tidak mungkin tercapai. Selain karna faktor ekonomi, faktor lain seperti mental dan fisik juga ikut mempengaruhi.

Cerie sangat anti-sosial dengan lingkungannya. Dirinya terlalu malu untuk bersosialisasi antar sesama. Kakeknya selalu berbicara, bahwa jangan percaya dengan sekelilingmu.

Bagaimana bisa saling percaya? Bahkan saling bertatap wajah ataupun berbicara pun, Cerie tidak sanggup melakukannya.

Orang-orang itu selalu meremehkan Cerie. Bagi mereka, Cerie hanyalah lelucon. Tatapan itu. Kalimat-kalimat itu. Cerie sungguh dibuat rusak mentalnya. Hingga akhirnya, Cerie mumutuskan semua yang berhubungan dengan dunia luar.

Sampai saat ini, Cerie membuat dunianya sendiri yang berisikan dirinya dan sang kakek.

Mengobati sang kakek. Mencari pekerjaan. Hanya itulah kegiatannya sehari-hari. Tidak ada niatan dirinya untuk bersekolah. Karna Cerie tahu, sekolah adalah tempat dimana mereka memliki teman. Itu artinya Cerie harus beradaptasi dengan lingkungan luar. Tentu saja Cerie tidak menginginkannya.

Waktu kian berlalu. Sampai dikala itu, saat bumi menjatuhkan hujannya. Saat tatapan semua orang menghindarinya.

Orang itu menganggapnya. Orang itu tersenyum lembut padanya. Bahkan orang itu, mengklaim dirinya sebagai-- teman.

***

"Kek. Ini buburnya ya. Aku mau keluar dulu." ucap seorang gadis sambil menaruh semangkuk bubur hangat di atas meja.

Sebelum keluar dari rumah mungilnya, gadis itu menyempatkan diri mencium pilipis sang kakek yang masih tertidur lelap.

Setelah itu, gadis tersebut berdiri sambil menyelempangkan tas kecil berwarna pink miliknya. Melangkah dengan mantap, gadis tersebut keluar dari garis teritori yang selama ini dirinya buat.

Dihirup udara disekelilingnya dalam-dalam lalu dihembuskan.  Sungguh, ia merasa gugup.

"Ayo, Cerie! Kau harus semangat!" katanya pada diri sendiri.

Baru tiga langkah didapat, Cerie sudah dihadang oleh pasukan bergerombol. Mereka berisikan dua orang laki-laki dan satu orang perempuan.

Seorang perempuan tersebut berjalan mendekati Cerie.

"Cerie?! Ini beneran, Cerie?! Kok tumben keluar rumah?" Tanya seorang perempuan dengan antusiasnya. Seolah-olah Cerie adalah barang antik yang baru dikeluarkan lalu dibandrol dengan harga fantastis.

Perempuan tersebut juga menggoyang-goyangkan bahu Cerie sampai hampir jatuh dibuatnya.

"Le- lepas, Nya. A- ak- aku. Ma- ma- u. Pergi."

Tubuh Cerie bergetar. Keringat juga sudah mulai mengucur dari pelipisnya.

"Apa?! Gue ga denger!" teriak gadis tersebut tepat di telinga Cerie.

Sontak Cerie memejamkan matanya. Suara Anya membuat telinganya sakit dan berdengung.

"A- aku ma- u per- gi."

Perempuan tersebut beringsut mundur lalu melirik ke arah kedua laki-laki dibelakangnya.

Anya menyilangkan tangannya di depan dada.
"Deny! Faran! Kalian ngerti ga apa katanya?!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang