Keep Her for Me
"Eve, maafin aku." ucap Zara untuk ke sekian kalinya malam ini.
Eve bergeming, menunduk di atas bangsal rumah sakit. Kepalanya berdenyut mendengar itu, ditambah hatinya terasa ngilu mengingat apa yang terjadi dua hari lalu. Ia mengeraskan rahangnya, meremas ujung selimut erat-erat.
"Eve, maaf--"
"Pergi Zara." Eve mencela. Ia menatap ke arah pintu dengan sorot mata yang hampir sepenuhnya kosong. "Kak Kyla yang sayang-banget-sama-adiknya itu kelamaan nunggu. Kasihan."
"--Ini salah paham." lanjut Zara bersikukuh. Ia menggoyangkan lengan kanan Eve sambil terisak. Coba meyakinkannya.
"Keluar." kata Eve dingin.
"Eve, aku--"
"Keluar!" Eve menghempaskan tangannya kasar, membuat pegangan tangan Zara terlepas.
Zara menunduk lemas dengan tubuh bergetar karena ucapan Eve. Jantungnya menciut, dadanya terasa sesak, paru-parunya seakan dihimpit oleh dua tembok dengan keras. Seharusnya Zara tahu, dia berada di tengah masalah karena pernyataan bodoh waktu itu.
Akhirnya Zara keluar ruangan dengan diantar kakak Eve. Dia berdiri di ambang pintu, menatap iba pada Zara.
"Maaf, ya." katanya lirih. Berusaha membuat senyum samar.
Zara mengangguk pelan lalu berbalik dan dengan berat hati melangkah pergi. Ia berjalan gontai. Kyla yang melihatnya langsung beranjak dari kursi tunggu saat Zara melewatinya
Kyla mengekor pada adiknya. "Za," panggilnya. Namun adiknya itu tetap bergeming.
"Zara." Kyla memanggil lagi. Namun tetap tidak ada respon dari Zara. Akhirnya dia menarik lengan adiknya, membuat Zara berbalik dan menatapnya tajam.
"Aku minta maaf," katanya lirih. "maafin aku."
Zara menepis tangan kakaknya. "Puas sekarang? Puas udah hancurin hubungan gue sama Eve? Puas?!" bentaknya, "dan seharusnya, lo minta maaf sama Eve, Kil. Bukan gue. Lo yang bikin dia celaka!"
"Aku ga maksud, Za."
Zara terkekeh pelan tapi sorot matanya menunjukkan kekecewaan yang begitu kentara.
"Lo denger apa kata dokter tadi?" tanyanya, Kyla hanya menunduk sebagai respon. "mata kiri Eve buta karena lo main hakim sendiri! Sekarang, siapa yang mau donorin matanya biar Eve bisa sembuh? Lo? Nggak, 'kan?"
Kyla terdiam. Dia tidak menyangka jika adiknya itu sangat menyayagi Eve. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasa sakit--sangat sakit. Dia menyayangi Zara, lebih dari rasa sayang seorang kakak untuk adiknya. Namun, kenapa penunjukan rasa sayang itu seolah selalu salah di mata Zara? Padahal dia hanya ingin adiknya hidup bahagia. Karena Kyla sadar, sekeras apapun usahanya untuk mendapatkan Zara, itu hanya sebuah mimpi sebab bagaimanapun juga mereka masih terikat hubungan darah.
Zara menarik nafas panjang lalu dihembuskannya kasar. Dia berbalik, bersiap meninggalkan Kyla, "Gue mau pulang."
Kyla menengadah saat pemikiran gila terlintas di kepalanya.
"Zar," panggilnya, "kamu bakal seneng kalau Eve sembuh? Sekalipun hubungan kalian ngga bisa diperbaiki?"
Zara berhenti melangkah untuk sesaat. Berfikir sebentar lalu kembali berjalan. Sekalipun Zara tidak memberi jawaban, Kyla tahu jawabannya adalah 'iya'.
🍃
Hari itu, hari sebelum Kyla dan Zara berkunjung ke rumah sakit dan menjenguk Eve, dia mendapati adiknya pulang ke rumah dengan keadaan berantakan. Jujur saja, hatinya ngilu melihat hal itu. Lalu, Kyla memutuskan untuk menghampiri adiknya ke kamar.