Abimanyu, sebenarnya, tidak pernah suka dengan kafetaria di kantornya. Selain bagelnya yang sekeras roti gandum murahan, makanan dan minuman lainnya juga tidak berhasil memuaskan mulutnya. Hanya secangkir kopi hitam tanpa gula yang sekarang ada di hadapannya yang terasa normal di lidahnya. Abimanyu juga benci keadaan tempat ini saat jam-jam pulang kantor seperti ini. Ramai dan panas. Padahal, Abi melihat ada dua air conditioner di sudut kafetaria. Dan sepertinya, saat Abi membeli ice lemon tea tadi siang masih berfungsi.
Tapi kopi hitam biasa tanpa gula bukan alasan yang sepadan untuk membuatnya duduk di tempat ini, kepanasan, dengan membakar batang rokok keduanya. Alasan yang sepadan itu sekarang sedang berjalan terburu-buru di atas sneakers putih dekilnya, menerobos kerumunan orang yang berebut meja. Rambut sebahunya yang tidak bisa bergerak karena baseball cap di kepalanya, terlihat lepek dan basah.
Dahi Abi mengernyit ketika menemukan hal itu.
Sera, gadis berambut lepek tersebut, mengambil tempat di hadapan Abi dengan wajah tertekuk sempurna. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
Abi menghisap rokoknya sekali lagi lalu mematikannya seraya tersenyum miring. Pasti ada sesuatu buruk yang terjadi. "Abis mandi besar, ya?" ejeknya.
Sera menendang tulang kering Abi dari bawah meja. "Berisik."
Abi tidak perlu mengaduh. Sera hanya berhasil menendang sepatunya. Jadi, dia tertawa mengejek. Dan Sera semakin menekuk wajahnya.
"Nggak usah ketawa terus," sungut Sera saat Abi tidak mau berhenti tertawa. "Ayo ke The Book's. Nanti keburu malam."
Abi berhenti tertawa dan berpikir apa dia membuat janji dengan Sera ke kedai kopi itu. Karena seingatnya, dia hanya ada janji dengan Maudy.
The Book's sebenarnya bukan tempat yang buruk untuk dikunjungi setelah lelah bekerja di kantor. Kedai yang memiliki puluhan macam varian kopi dan teh, dengan dikelilingi ratusan rak yang berisi ribuan buku. Dia juga kenal baik dengan seluruh pegawainya karena terlalu seringnya berkunjung. Abi merasa senang dulu saat kuliah, Sera berhasil menemukan tempat itu.
Tapi Abi terlanjur janji dengan Maudy.
"Lo jadi batal keluar sama Mbak Maudy, kan?" tanya Sera seakan bisa membaca pikiran Abi.
"Gue nggak pernah bilang kalau batal keluar sama Maudy, Ra."
Sera menatap Abi gemas. "Tadi siang, Genius. Lo bilang, batal."
Abi meraih handphonenya lalu mengutak-atik sejenak sebelum kemudian membaca, "Domino's jam sembilan, ya, Nyuk. Sorry, gue undurin gitu aja. See you. Sender, Maudy Riptadi." Abi berhenti membaca dan menatap Sera datar. "Mana batalnya?"
Mata Sera berkilat senang. "Jam sembilan, kan?" Dia menatap jam tangannya. "Masih ada waktu dua jam lebih. Yuk!"
Abi berpura-pura berpikir. "Hmm."
"Gue traktir bagel di Ritta's deh," bujuk Sera seraya mencondongkan tubuhnya ke arah Abi.
Abi bersiul senang dalam hati. Toko roti milik Liliana, teman masa kuliah Abi dan Sera, yang memang kebetulan berhadapan dengan The Book's itu memang mempunyai segala jenis bagel yang Abi sukai. Apalagi jika kali ini Sera rela mentraktirnya.
Abi meraih jaketnya lalu melemparkannya ke arah Sera dan beranjak dari kursi. "Pake tuh. Di luar dingin."
Abi melewatinya dan Sera mendengus kesal. "Cowok matre."
****
Lonceng pintu masuk The Book's berbunyi ketika Abi mendorongnya untuk masuk. Dia menahannya sejenak untuk Sera. Gadis itu berjalan mendahuluinya dan mengambil tempat di bawah tangga. Tempat kesenangan mereka. Satu meja dengan dua kursi dan dua rak kecil penuh dengan buku. Karena selain buku, Abi dan Sera suka kopi. Mereka senang berlama-lama di sana dengan aroma bermacam-macam kopi yang tidak berhenti menguar dari balik dapur yang berada tepat di samping meja yang sekarang sedang Sera peluk berlebihan.