Xander menggeram marah ketika di rumah Andra terang-terangan mengakui bahwa dirinya menyukai adiknya.
"Elo gila. Kita udah janji sama Ayah kalo bakal ngejaga dia."
"Ngejaga bukan berarti gak boleh cinta kan?"
Xander mengacak rambutnya frustasi, "Hapus rasa suka lo, dia adek kita. Dia terlarang buat lo."
Andra mendengus, "tapi lo juga suka dia kan?"
Xander hanya menatap Andra dengan benci, dia mengakui bahwa sejak tau Ale bukan adek kandungnya, tidak sedarah dengannya ada rasa lain yang dia rasakan ketika berada di sekitarnya. Dia merasa dirinya memang terjerat dengan pesona Alexia.
"Cukup. Kita udah janji sama Bunda dan Ayah bakal ngejaga dia. Ngerawat dia. Jadi lo sembunyiin rasa suka lo dari dia. Karna itu bakal ngerusak hubungan yang udah kita jaga dari dulu. Gue tau lo keras kepa, tapi bukan berarti lo bego. Jadi gue harap lo ngerti maksud gue." Xander berlalu pergi meninggalkan kamar Andra.
Andra yang ditinggal hanya berdecak kesal, kalau sudah sampai membahas seperti ini Xander akan pergi dengan sejuta pikiran diotaknya untuk membuatnya tetap diam.
Andra menggeram marah. Harus ditahan seperti apa lagi biar hatinya tak meluap-meluap bila ada didekat gadis yang dia suka? memikirkan itu Andra makin jengkel dan memilih pergi ke kamar mandi menuntaskan hasrat terpendamnya kepada adik manisnya. Alexia.
***
Ale menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dan memandang atap kamarnya dengan gamang. Keputusannya menerima cinta Bram yang jelas-jelas hanya modus belaka karena dirinya jadi bahan taruhan Bram dan teman-temannya telah membuat Andra kakaknya di skors tiga hari.
Dengan malas Ale membalik tubuhnya dan merangkak malas bangun dari kasurnya menuju kamar Andra untuk meminta maaf.
"Kak?" suara Ale mengema di kamar Andra yang penuh dengan poster dan miniatur-miniatur yang tertata apik di rak khusus di sisi dinding kamarnya. "Kak?" Ale mengulang lagi panggilannya, bukannya mendapat jawaban, Ale malah mendengar geramah tertahan seseorang dari dalam kamar mandi.
Rasa ingin tahu Ale membuat tubuhnya memaksa kakinya melangkah menuju pintu kamar mandi, dan mulai mendengar dengan jelas suara geraman dan rintihan suara Andra.
Bukannya Ale tidak tau apa yang Andra lakukan di dalam sana, dirinya tau betul apa yang tengah Andra lakukan disana. Tapi itu bukan kuasanya, dirinya tak mau menganggu kehidupan seksual kakaknya. Jadi Ale melangkah pergi dan melupakan suara erotis kakaknya.
Di kejauhan Xander mengawasi adik bungsunya. Dirinya tengah berfikir, apa langkah yang harus dia ambil untuk mempertahankan hubungan keluarganya tetap bertahan. Keputusan apapun itu pasti akan menyakitinya ato malah menyakiti Andra ato malah menyakiti mereka semua.
Tapi itu harus dilakukan untuk melindungi Ale. Seperti janjinya kepada Ayah dan Bunda sebelum kematian merenggut kebahagiaan mereka sekeluarga.
Xander memasuki kamarnya dan menutup pintunya, dirinya harus mulai belajar mengurus kantor peninggalan Ayahnya, karena setelah dirinya lulus nanti dia yang akan mengelola peninggalan keluarganya. Walau nyatanya sekarang dirinya sudah diberi sedikit wewenang untuk menggambil keputusan di perusahaan, sudah mulai menggurus keuangan dengan asuhan dari sahabat Ayahnya.
Memikirkan itu membuat kepala Xander benar-benar ingin meledak saat itu juga.
***
Ale sedikit membanting pintu kamarnya. Dia merasa sedikit terganggu dengan aktifitas yang tengah dilakukan kakak keduanya didalam kamar mandi. Dirinya mulai memvisualisasikan aktifitas tersebut ke otak kecilnya.
"Tidak-tidak!!" seru Ale frustasi. Mencoba mengusir suara erotis kakaknya.
"Ini gak boleh terjadi, dia kakak lo Ale." Dengan tidak sabaran Ale pergi kedapur yang berada dilantai satu untuk mengambil secangkir air untuk membantunya menenangkan pikirannya.
Ketika didapur dirinya berhenti dan memandang Andra yang tengah meneguk air didepan kulkas membuatnya ingin segera meninggalkan dapur itu sekarang juga.
Sialnya, Andra memergokinya, "Lo mau kemana Ale?"
'Sial, ini bukan yang gue harepin.' Ale berbalik dan mengerjapkan matanya sebentar karena dia benar-benar speechless dengan apa yang dia lihat. Apa yang ada didepannya adalah pemandangan yang biasanya tidak berarti apa-apa, dan sekarang.. sekarang.. sekarang membuatnya berhenti bernafas sangking terpesonanya.
"Kakak.. Kenapa gak pakek baju sih!?"
Andra mengangkat satu alisnya tinggi, binggung dengan sikap adeknya itu. Padahal dia hanya tidak pakai baju dan itu adalah hal biasa yang dia dan Xander lakukan bila berada dirumah.
"Emang kenapa, Dek?" pancing Andra.
Ale memutar bola matanya jenggah, "Kakak tau kan aku ini remaja puber?"
Andra mengangguk tidak mengerti. "Terus? Masalahnya apa?"
Ale benar-benar binggung merangkai kata. Dia kira Andra akan mengerti maksudnya. Makanya dia hanya diam seketika dan tak berani menatap mata Andra yang sedari tadi mengawasinya seakan Ale adalah mangsanya.
Melihat adiknya diam seribu bahasa dan gesturnya menunjukkan bahwa dirinya malu, membuat Andra benar-benar tertawa geli. Benar-benar geli. Bisa-bisanya si Ale malu didepannya, biasanya dia akan cuek. Bahkan kadang dia akan memeluknya walaupun tubuhnya telanjang dan berkeringat setelah olahraga. Tapi sekarang, bisa dia lihat adeknya benar-benar mulai tumbuh dewasa, tumbuh menajadi gadis. Yang sudah mengerti rasa malu.
"Ok, kakak paham maksudnya. Dan ini kejutan yang lucu. Biasanya lo gak pernah protes sama apa yang sedang kakak lakukan. Pakek baju kek, enggak kek, dan sekarang.. Lo bertingkah begitu." Andra mendekat dan membuat adiknya itu memandang wajahnya yang jauh menjulang tinggi di hadapan adiknya yang kecil munggil itu.
Ale menahan nafas dan memandang kedua bola mata kakaknya yang hitam pekat. Jernih dan misterius.
Andra mendekatkan wajahnya tepat didepan wajah Ale yang masih menatapnya. "Kakak paham dan mulai sekarang gak bakal topless lagi kalo di rumah. Jadi.." Andra mendekatkan bibirnya di samping Ale. "Jadi... gak usah kuatir Ale sayang." Andra pergi dan meninggalkan Ale yang tengah berubah menjadi batu.
Andra memasuki kamarnya dan tertawa terbahak-bahak setelah melihat ekspresi adiknya yang seperti seorang yang melihat cowo yang disukainya. Memikirkan itu Andra sedikit binggung. Benarkah? Apa benar Ale ada rasa padanya. Sehingga dia malu bila melihatnya. Benarkah?
Memikirkan itu membuat Andra seperti orang gila, dan mulai hari ini dia akan membuat adiknya malu dihadapannya. Akan dia lihat reaksi Ale bila bertemu dengannya.
"Manisnya," seru Andra sambil memandanggi langit-langit kamarnya yang penuh dengan hiasan bintang-bintang.
Malam ini dirinya akan benar-benar tidur nyenyak, "Selamat malam adikku yang manis." Bisik Andra untuk meyakinkan dirinya.
Masih pemula.
Menulis untuk mengekspresikan imajinasi yang meluap-luap tanpa bisa ditampung. Hahahaha >_<
KAMU SEDANG MEMBACA
AleAndra
RomanceTiga bersaudara yang ternyata adik bungsunya bukan saudara sedarah dengan yang lainnya. Sama-sama mencintai gadis yang sama, hanya saja tanggung jwab lebih membebani Xander dari pada cinta pada seorang wanita dan pria dewasa. Hanya tanggung jawab sa...