P R O L O G

59 12 3
                                    

Aku menatap pria dari kejauhan. Kali ini aku sudah merasakan hal yang tak wajar, dimana gadis berusia 6 tahun yang harusnya bermain dengan riangnya justru malah berdiam diri dan memperhatikan pria yang tengah bermain sepak bola. Pria itu tertawa bahagia ketika ia menendang bola tepat mengenai sasaran. Goll. Ia berteriak sambil tersenyum senang, menampilkan sebuah senyuman yang membuat jantungku terus berdebar saat melihatnya. Senyuman itu tak akan aku lupakan, meski aku tau aku bukanlah penyebab dari senyuman itu. Aku bertepuk tangan ketika melihat aksi dari pria yang kusukai itu, dan saat pria itu menatapku aku menjadi kaku. Tatapan jijik ia lemparkan padaku. Apa aku se-menjijikan itu?

Se-pulang sekolah aku melihat wajahku di cermin. Benar-benar menjijikan. Ya pantas saja pria itu menatapku begitu, aku sungguh menjijikan. Rambut berantakan, bekas ingus dihidung, mata bengkak karena bekas menangis semalam, dan pakaian yang sangat berantakan.

"Ma, aku cantik gak sih?" tanyaku pada mama yang sedang asik menatap lembaran demi lembaran majalah fashion.

Mama tersenyum. "Kamu cantik sayang."

Aku menghembuskan nafas dengan kasar. Bodoh. Ya jelas saja mama berkata begitu, aku kan anaknya. Setiap orang tua akan memuji anaknya sendiri pastinya.

Keesokan harinya aku mulai menata diriku. Mama mengikat kuda rambutku supaya rapi. Aku mulai sedikit pede sekarang. Ah.. Aku pikir, Dirga akan menyukaiku hari ini. Bahkan bisa saja Dirga akan menerimaku sebagai pacarnya.

Jantungku sudah hampir copot ketika Dirga menghampiriku. Pikiranku melayang-layang di udara. Nafasku tak beraturan. Aku kaku seketika, termasuk bibirku dan kakiku yang harusnya aku lari jika situasi sudah tidak enak begini. Tapi, imajinasi yang mengatakan bahwa Dirga akan menjadi pacarku itu membuat jantungku sedikit lebih lambat dan juga aku mulai tersenyum riang,  hingga mengurangi degupan jantungku.

"Kenapa?" Dirga menatapku dengan tatapan dingin. "Cepetan! Aku mau main bola nih"

"Dirga. Dirga mau gak jadi pacar Ara?" dengan pede nya aku bertanya begitu. Senyuman manis aku munculkan seketika.

"Gak. Mukamu jelek kayak upil. Jauh-jauh sana, nanti aku ketularan jelek kayak kamu."

Tuinggggggg....... Dubrak!!

Rasanya seperti aku baru saja terbang dengan sayapku kemudian ada ranting tajam yang membuat sayapku patah hingga aku terjatuh ke dalam tumpukan upil yang Dirga maksud. Aku menahan tangisku.

"DIRGA, LIAT YA! KAMU BAKALAN TERPESONA SAAT LIHAT AKU BESUK BESAR!"

"Gak usah mimpi. Kalau jelek dari awal ya jelek aja.  Gak akan mungkin kamu cantik. Hahahahahahahahaha" tawa Dirga yang menggelegar membuatku akan terus mengingat peristiwa memalukan itu.

The Story About AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang