Akhir ataukah Awal

117 19 2
                                    

Keito tersenyum memandangi jemari tangannya yang menggenggam erat jemari tangan milik Yuto. Sesekali ia memastikan bahwa pemilik tangan itu turut senang atas apa yang mereka lakukan saat ini.

Tadi di sekolah ada banyak hal yang menggembirakan dialami oleh keduanya. Kelasnya menang lomba olahraga yang membuat mereka semua berhasil mendapatkan hadiah dari kepala sekolah. Selain itu Yuto baik sekali hari ini. Tadi saja saat kepala Keito terantuk meja, anak bertubuh jangkung darinya itu langsung datang menghampirinya serta mengelus-elus rambutnya dengan lembut. Ya tentu saja kalau diingat-ingat lagi membuat hati Keito sangat berbunga-bunga. Sahabatnya selalu datang kepadanya di saat ia membutuhkan.

"Nah sudah sampai!", teriak Yuto bersemangat sampai membuyarkan lamunan Keito.

Keito segera menoleh kesana-kemari dan sadar bahwa ini adalah komplek rumahnya. Tiba-tiba perasaannya menjadi sedih. Oh tidak bisakah Yuto menginap di rumahnya untuk semalam saja?

Yuto tertawa melihat ekspresi wajah yang dibuat Keito. Ia mengelus atas kepalanya dengan lembut. Entah mengapa ini selalu menjadi rutinitas Yuto setiap kali mereka berdua bertemu dan bermain bersama.

"Besok kita main lagi ya!"

"Datang jam berapa?", tanya Keito sedih.

"Kutunggu di kelas jam delapan deh! Tapi kau jangan lama-lama ya."

Keito mengangguk.

"Nah sudah ya", pamit Yuto melambaikan tangan. Keito sigap menarik lengan seragam Yuto yang segera membuat pemiliknya memandang penuh tanya kepada dirinya.

"Pelukan?", pinta Keito manja. Yuto yang tersenyum lebar segera memeluk erat sahabatnya itu dan segera pulang setelahnya.

*****

Keito terkejut mendengar percakapan kedua orangtuanya di ruang tamu baru saja. Tadi tak sengaja ia menguping saat hendak ke kamar mandi. Hasratnya untuk buang hajat segera terlupakan dan kini berlaih ke dalam mode penasaran.

Ia tak membuang waktu untuk segera menghampiri ayah dan ibunya. Ia berdiri di hadapan kedua orangtuanya tanpa berkata sepatah katapun. Di dalam kepalanya ada sangat banyak pertanyaan yang bahkan ia tak tahu harus memulai dari mana.

Ibunya memahami maksud ekspresi wajah itu dan memutuskan untuk meraih pergelangan tangan anaknya dan memandang lembut pada kedua manik hitam itu.

"Besok pagi mari kita antar Yuto pergi ya. Dia dan keluarganya akan pergi ke tempat yang sangat jauh dan mungkin kalian tidak akan bisa lagi main bersama. Ibu tahu kamu sedih tapi mari dukung Yuto agar dia selalu sukses di masa depan. Ya?"

Anak itu tak berkata apapun selain mengangguk dan memeluk erat tubuh ibunya. Ia ingin sekali menangis, namun tak bisa. Ingin marah, tetapi tak tega.

Kemudian ia mengingat akan janji mereka untuk main bersama di sekolah.

*****

Ia akhirnya melihat Yuto keluar dari rumah bersama kedua orangtunya dan satu bayi yang digendong oleh ibunya. Dengan larian yang dihasilkan oleh kaki kecil itu, ia segera berlari menyerahkan bingkisan kecil pada Yuto.

Kedua tatapan mereka saling bertemu.

"Padahal sudah janji akan main bersama jam delapan kan? Kenapa kau tak memberitahuku?", tanya Keito gemetaran.

"Maaf. Aku sendiri tidak tahu. Semua begitu mendadak. Mulai sekarang kita akan jauh dan tidak bisa bertemu lagi."

Mendengar itu tangis Keito pecah. Ia sungguh tidak ingin Yuto mengatakan tentang kenyataan ini padanya. Tidak bisakah anak lelaki itu diam saja lalu pergi menghilang dari hadapannya?

Tidak. Keito bisa gila nanti kalau Yuto pergi tanpa pamit.

Yuto pun segera tersadar dan merogoh sesuatu dari kantungnya lalu memberikan itu pada Keito.

"Kau tahu bahwa ini adalah buku catatan kecil kesayanganku yang selalu kubawa kemanapun. Sekarang kuberikan padamu sebagai hadiah. Kapanpun kau rindu padaku, lihat saja buku itu", ucap Yuto tersenyum. Keito hanya mengangguk sambil masih sesenggukan.

Kedua orangtua mereka hanya memandang kedua anaknya dengan pandangan sedih.

"Yuto, ayo kita pergi", ajak ayahnya.

Yuto pun menyalami sahabatnya sebelum mengucapkan selamat tinggal. Ketika hendak berbalik, Keito kembali meminta pelukan untuk terakhir kalinya dan begitulah. Yuto pasti selalu mengabulkan keinginan Keito apapun yang terjadi.

Serasa segalanya terlah berubah menjadi sedetik, Keito pun harus menerima kenyataan bahwa kini Yuto telah pergi menghilang dari pandangannya. Ia terus saja menangis di pelukan ayahnya sesampainya di rumah yang tak berapa lama habis tenaganya dan akhirnya ketiduran.

Petang menjelang, ia baru terbangun dari tidurnya dan segera tersedih saat melihat buku catatan kesayangan yang ditinggalkan Yuto untuknya. Ia membolak-balikkan halaman catatan itu untuk mengenang segala yang pernah dihabiskan berdua dengannya. Beberapa halam masih kosong di belakang dan secara tak sengaja kedua ekor matanya menangkap sesuatu di sana.

Wajahnya berubah gembira dalam sekejap dan terus memeluk buku itu dengan erat setelah memastikannya berulang-ulang.

Benar. Itu adalah alamat rumah baru Yuto lengkap dengan nomor telepon serta alamat e-mail selama ia tinggal di sana.

Pasti!
Keito pasti akan segera menghubungi Yuto malam ini juga!

Bersambung

Become a GirlWhere stories live. Discover now