Hujan di pagi hari yang selalu memberikan sajian dingin saat itu adalah dimana pertama kalinya aku mengenalnya. Seorang pria berkulit sawo matang dan rambutnya tak terlalu lurus dan tak juga keriting. Badannya tinggi dan tak terlalu kurus ataupun gemuk. Kata teman aku dia itu manis dan kata teman aku dia itu tampan dan memiliki sifat yang menyenangkan. Tapi itu kata temanku, jauh dan berbalik dengan pendapatku. Dia... adalah lelaki yang sangat dan paling menyebalkan di dalam hidupku.
Aku sangat membencinya. Dia adalah laki-laki yang selalu mengusik kehidupanku, mengusik hari-hariku dan... lambat laun mengusik hati aku. Memang benar apa kata orang bahwa perbedaan cinta dan benci itu sangatlah tipis. Awalnya aku membencinya kemudian kebencianku mulai bertambah dan aku tak pernah bisa berhenti memikirkan dirinya yang sangat menyebalkan itu yang hampir membuatku tidak bisa tidur. Aku bahkan bersumpah bahwa seumur hidupku tak akan pernah mencintai laki-laki yang jauh dari impianku. Dan saat aku melakukan sumpah serapah itu Tuhan sengaja memberiku rasa sebagai ujian apakah aku benar-benar tak akan jatuh cinta kepadanya? Dan ternyata, aku mengingkarinya. Ya... aku jatuh cinta dengan laki-laki bodoh itu.
Rintik-rintik gerimis berjatuhan dengan pelannya seakan-akan tak tak ingin suara kehadirannya didengar. Seperti halnya dengan aku. Jika rintik hujan tak ingin kehadirannya di dengar orang lain, maka perasaanku terhadapnya pun tak ingin diketahui oleh siapapun.
Anak-anak yang tengah memasuki kisah putih abu-abu berlalu lalang. Ada yang sedang berlari tergesa-gesa karena gurunya akan segera masuk memulai pelajaran, ada yang tengah bersuka ria karena jam kosong, ada yang tengah merumpikan tentang kisah kusut di sekolahnya dan... ada yang tengah berdiam diri merenung dan merasakan betapa lembutnya rintik gerimis yang mengenai kulitnya. Seperti aku.
"Ra!" Seseorang memanggilku dari dalam kelas. Aku segera mengakhiri nostalgiaku dan segera bergegas masuk ke dalam kelas. Tapi malangnya ada laki-laki menyebalkan yang tengah menghadangku di depan pintu. Aku benci melihat ekspresi wajahnya yang selalu menyajikan senyum kemenangan dan melihat betapa tertindasnya aku.
"Aku mau masuk! Minggir!" seru aku. Tapi apa yang dilakukan pria itu? Dia masih saja bersikukuh tak mau memberikanku jalan. Tapi ada satu hal yang membuat aku tak bisa marah dengannya. Saat aku memandang senyumannya kemudian merambat ke kedua matanya, hati aku layaknya bunga yang tiba-tiba bermekaran dengan indahnya. Atau layaknya kembang api yang sangat aku sukai, meskipun membuat jantung berdebar namun terkesan sangat menarik dan indah. Matanya, seperti ada bintang yang bersinar sangat indah. Matanya seperti menyimpan cerita-cerita yang menarikku untuk menemukan jawabannya. Tuhan, bahkan jika waktu berhenti saat itu, aku ingin menikmati matanya dan mencari jawabannya atas ribuan pertanyaan yang semakin mengusik hati aku. Karena waktu begitu cepat, aku tak ingin berlama-lama memandangnya. Aku segera berpaling darinya dan menerobos masuk saat dia membukakan sedikit celah untuk masuk ke dalam ruang kelas. Meskipun baru beberapa menit yang lalu, rasa itu masih awet bertahan di hati. Dan tiba-tiba rasa kebencianku satu demi satu berguguran layaknya gerimis itu.
Aku tahu, rasa itu tak akan membuatku bahagia. Rasa itu akan selalu menekanku dan membuaku selalu bersedih memikirkannya. Dia tak pernah mengungkapkan apa-apa kepadaku, tapi ribuan kenangan manis bersamanya tak pernah mau pergi dari hati aku. Rasa yang mulanya ku biarkan tertanam di hati, yang ku pikir akan segera layu, mati lalu menghilang, ternyata semakin tumbuh dan aku tak tahu bagaimana cara menghilangkannya.
Waktupun berlalu. Tapi meskipun begitu, rasa yang aku miliki tak pernah berlalu. Aku terpisah darinya selama ribuan hari. Rasa rindu semakin mengusikku, tapi rupanya Tuhan belum memberikan hadiah temu. Aku pun lelah mencintainya dalam diam. Ku pikir dia akan segera pergi dari hati aku. Tapi ternyata dia hanya bersembunyi di ujung hati dan kini datang lagi mengusik hati dan kenangan yang membuat aku rindu akan bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Matanya
RomanceKerinduan selalu merayu Sora untuk merayakan pesta masa lalu yang setengah mati tengah ingin dilupakan oleh Sora. Masa lalu tentang seorang lelaki yang dulu kalanya pernah hidup di dalam hatinya, Tama. Ketika hampir seluruh tentang laki-laki itu da...